"Lili percaya tidak percaya, aku adalah gadis asing yang menempati tubuh junjunganmu," ungkap Fung Li menegaskan kembali.
"Percaya tidak percaya, Saya akan tetap bersama Anda," balas Silli.
Fung Li melepaskan pelukan Silli. Dia memegang pundak gadis itu dan menatap wajahnya yang memerah akibat menangis.
"Jangan menangis." Fung Li menghapus air mata yang membasahi pipi Silli.
Mata Silli berbinar haru menatap wajah Fung Li, "Anda bukan Putri Fung si?" tanyanya terdengar sedih.
Fung Li menggelengkan kepalanya membenarkan pertanyaan Silli, "aku bukan Putri Fung Si," jawabnya singkat.
"Mulai sekarang kita harus merelakan kepergiaan Fung Si dan kau jangan pernah melupakannya, semoga dia bahagia di sana." Fung Li menatap wajah Silli dengan wajah datar.
Silli mengangguk mendengar ucapan Fung Li dengan wajah nampak sedih.
"Sekarang kita pejamkan mata dan kirimkan doa padanya di sana"ucap Fung Li lagi.
Silli langsung mengangguk. Dia perlahan memejamkan mata dan berkata dalam hati. Sama halnya dengan Fung Li juga memejamkan mata dan berkata dalam hati.
Fung Si, aku berjanji akan membalas semua perbuatan semena-mena terhadapmu, semoga kau tenang disana, batin Fung Li.
Fung Li kembali membuka mata. Dia menarik kedua tangannya kembali yang menyentuh pundak Silli.
"Kau, apa ini ruang dimensinya?" tanya Fung Li pada Burung Phoenix. Dia memutar tubuhnya melihat sekitar dengan wajah penasaran.
"Iya Putri," jawab Burung Phoenix.
Fung Li melangkahkan kakinya mendekati perumahan kayu yang berada di tengah-tengah tempat ruang dimensi itu.
Silli dan Burung Phoenix mengekori jalan Fung Li dari belakang sambil tengok kanan dan kiri.
"Wah, tempat ini sangat luas dan nyaman, seperti satu buah kediaman besar dilengkapi dengan taman, perumahan, bahkan ada air terjun lihatlah di sana." Silli menunjuk dari jauh air terjun yang jatuh mengalir kebawah.
Fung Li hanya terdiam dengan wajah datar, dalam hati dia sejenak terkejut dengan kehidupan di zaman kuno itu.
Tempat dalam ruang dimensi itu sangat luas, tempat yang tidak berujung di mana batasnya.
"Lalu bagaimana kami akan kembali?" tanya Fung Li menghentikan langkah kakinya saat ingin melangkah masuk menginjak lantai perumahan.
"Anda hanya perlu berkata dalam hati ingin kembali," jawab Burung Phoenix yang terbang di samping Silli.
"Apa di sini ada pakaian, kamar mandi, dan makanan? Putri sudah dari pagi tidak berganti-ganti pakaian pasti rasanya sangat tidak nyaman." Silli menatap Burung Phoenix yang berada di sampingnya.
"Semua keperluan ada, Putri tidak perlu payah harus keluar dari ruang dimensi untuk membeli ini dan itu, coba anda masuklah dalam tempat ini," suruh Burung Phoenix tersenyum.
Fung Li langsung saja melangkah menginjak lantai halaman depan bangunan itu. Dia mendekatkan kedepan pintu dan kedua tangannya terulur mendorong pintu agar terbuka.
Kreekk,
Pintu terbuka.
Fung Li dan Silli melangkah masuk kedalamnya. Saat masuk Silli tak kuasa menahan kekagumannya melihat dalam rumah yang dipenuhi perabotan serba emas.
"Wah," decak kagum Silli menutup mulutnya yang menganga.
Fung Li berjalan menyusuri dalam rumah itu yang mempunyai empat buah Ruang besar, ada Ruang bersantai, Ruang dapur, Ruang tulis dan Ruang pribadi yaitu kamar.
"Putri, Anda segeralah membersihkan diri dan ada hal penting yang ingin Saya tanya dan beritahu pada Anda." Burung Phoenix yang berdiri di atas lemari bersandar di dinding Ruang dapur.
"Hmm," dehem Fung Li yang asiknya melihat-lihat sekeliling tempat dapur.
Burung Phoenix langsung terbang kembali, "Putri temuilah Saya di dekat air terjun," pesannya. Kemudian terbang keluar melewati jendela dari dalam ruang dapur itu.
Fung Li yang sedang membuka lemari dapur menolehkan kepalanya melirik Burung itu terbang keluar dari jendela.
"Di zaman ini, apakah memang dipenuhi dengan binatang seperti itu, bisa berbicara? mungkin selama aku tinggal di sini harus menerima kenyataan yang ada di depan mataku," ucap Fung Li.
Fung Li memandang isi lemari yang dibukanya penuh bahan makanan seperti sayuran mentah, buah-buahan dan sebagainya yang masih terlihat segar.
"Luar biasa," gumam Fung li dengan wajah datarnya. Dia menutup pintu lemari kembali lalu berjalan menuju keluar dari Ruang dapur itu.
Saat keluar dari ruang dapur, Fung Li dikejutkan dengan Silli yang berada dibalik dinding luar dapur itu.
"Pu ... Putri Fung Li, a ... apa nama yang cocok jika saya memanggil Anda?" tanya Silli dengan kepala menunduk.
Fung Li memalingkan tubuhnya kesamping berhadapan dengan Silli, "Lili panggil saja aku Kakakmu, mulai sekarang kau adalah adikku dan anggap aku kakakmu," jawabnya tersenyum tipis.
Fung Li merasa sedikit bersalah akan gadis lebih muda itu darinya, ia sangat mengerti saat gadis itu menjadi pelayan Fung Si pasti sering mendapat hinaan dan juga perbuatan menyakitkan.
Dia juga merasa bersalah karena mengakui identitas dirinya membuat gadis itu pasti sangat bersedih. Namun Fung li tahu gadis menyembunyikan rasa sedih itu di depannya.
"Apa itu boleh?" tanya Silli dengan mata berbinar senang.
"Iya," jawab singkat Fung Li hanya memasang wajah datar.
Silli langsung memeluk tubuh Fung Li dengan wajah senang, "Kakak," panggilnya.
"Kita adalah keluarga mulai saat ini Lili." Fung Li tersenyum tipis membalas pelukan gadis itu.
Silli mengangguk-anggukan kepala, senyum senang tampak di bibirnya.
Siapapun Anda, Saya akan setia menjaga dan melindungi Anda seperti Putri Fung Si, batin Silli.
"Aku sangat menyayangi Kakak Fung Li," ungkap Silli.
"Hemm," dehem Fung Li melepaskan pelukannya.
"Ayo kita kekamar lalu mandi," ajak Fung Li. Kemudian menarik tangan Silli membawanya berjalan kearah jalan kanan menuju kamar yang berada di samping Ruang dapur itu.
***
Kediaman Jenderal Si Nian.
Malam yang sunyi dan sepi, semua orang sudah beristirahat namun ada beberapa orang yang tidak bisa tidur saat itu.
Dalam Ruang rapat, beberapa Pria sedang duduk di kursi masing-masing membentuk barisan n.
"Beruntunglah hari ini Yux Si yang menjadi istri Raja Zha Wey, keluarga marga ini akan dikenang, disegani dan dihormati oleh Para rakyat Kekaisaran Wexi," ucap Tuan muda Luw Si yang duduk di kursi paling ujung dekat Jenderal Si Nian.
"Bagaimanakah nasib adik Fung Si di sana?" tanya Tuan muda Fei si. Tuan muda terakhir yang tampak khawatir membayangkan nasib adik yang selalu dia kunjungi saat waktu senggang.
"Semoga adik kecil baik-baik saja di sana, ayah jika bisa kirimkan aku saja kehutan Kematian agar bisa menjaga adik terakhir?" pinta Tuan muda Wei Si yang duduk di kursi sebelah Tuan muda Fei Si. Pemuda itu menyatukan kedua tangannya kedepan dengan wajah memohon.
"Wei Si, kau berani memohon demi adik menyusahkan dan tidak berguna itu. Dia pantas berada di hutan kematian agar dia jera dan sadar bahwa dirinya itu bodoh dan tidak berguna," saut Tuan muda Luw Si tidak setuju dan tidak suka dengan apa yang dikatakan Tuan muda kelima Wei Si.
"Sampah tidak layak dipelihara di keluarga ini," sambung Tuan muda Jun Si yang duduk di kursi sebelah Luw Si.
"Apa yang kakak pertama dan kedua katakan? Fung Si adalah adik kita semua meski dia memang seorang adik tiri, dia adalah tanggung jawab kita untuk selalu menjaganya seperti pesan Ibu Fung Xian!" bentak Wei Si tidak terima. Dia beranjak dari dudukannya dan berjalan menuju Sang ayah yang hanya berdiam.
"Berani membentakku!?" bentak balik Luw Si berdiri dari dudukannya.
"Iya, mengapa aku harus takut untuk mengatakan suatu kebenaran? kalian semua benar-benar sudah hilang akal karena kekuasaan." Wei si menggertakan gigi dan memutar tubuhnya sambil menunjuk satu persatu semua Kakaknya kecuali adiknya Fei Si.
"Hahahaha," tawa Luw Si tiba-tiba membuat semua orang jadi melirik padanya.
Luw si bertepuk tangan akan keberanian adiknya Wei Si. Dia tersenyum dan berjalan mendekati pemuda yang mempunyai kedua lesung pipi itu.
"Cu cu cu adikku, ayah apa sebaiknya giliran Wei Si untuk bertapa tahun ini setelah aku?" tanya Luw Si yang sudah berdiri di depan Wei Si.
Semua yang duduk hanya berdiam menonton perdebatan sesama saudara itu.
"Ide bagus," jawab Jenderal Si Nian setuju.
Semua orang jadi terkejut mendengar keputusan sang ayah.
"Aku tidak perlu bertapa untuk meningkatkan tahap kultivasiku, aku hanya ingin ayah mengirimku kehutan kematian saja menemani adik Fung Si!" tegas Wei si tidak terima.
"Ck ck ck, adik ini adalah kesempatan baik untukmu semua Kakak belum mendapatkan giliran itu tapi kau malah menolaknya," oceh Luw Si tersenyum.
"Prajurit segera antar Tuan Muda Wei Si kegunung besar Liyuan yang berada di sebelah kekaisaran Li," perintah Jenderal Si Bian pada empat Prajurit yang sudah muncul di samping kanan dan kiri Wei Si.
"Baik ketua," jawab keempat Prajurit langsung mencekal kedua pergelangan tangan Wei Si.
"Erghh ... lepaskan!" Wei Si memberontak ingin lepas membuat Empat Prajurit itu kesulitan menahan kuat kedua tangannya.
"Hentikan dulu," pinta Tuan muda Luw Si yang membuat semua heran.
Sontak prajurit melonggarkan pegangan mereka pada tubuh Tuan muda Wei si.
Luw si memajukan dirinya kehadapan Wei Si. Dia mengangkat sebelah tangannya dengan pejaman mata, tiba-tiba keluar cahaya putih menyilaukan dari telapak tangan yang diangkatnya.
Luw Si memutar jari telunjuknya kedepan wajah Wei Si.
Whussss ...
Suara angin yang diserap oleh tangan pemuda itu, dia menghentikan putaran jari telunjuknya dan seketika orang yang ditunjuknya pingsan.
"Bawa dia, dia baik-baik saja aku hanya menggunakan elemen angin agar dia pingsan dan tidak menyusahkan," titah Luw si melirik keempat Prajurit yang melongo di tempat melihat kekuatan elemen yang dikeluarkan Tuan muda pertama itu.
"Kak Luw Si, kau bisa mendapatkan elemen angin bahkan bisa membuat seseorang pingsan? wah-wah," kagum Tuan muda Jun Si berdiri dari dudukannya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
ciru
cakep
2023-08-03
1