Fung Si yang merasakan suatu bahaya langsung menarik tangan gadis bersamanya dan berlari menjauh kearah jalan kanan.
"Hei, jangan harap kalian bisa menangkapku Klan bajingan dan lemah!" teriak Pria yang dikejar itu menyunggingkan senyum sinisnya.
Di balik pohon ...
Fung Si dan Silli bersembunyi, mata mereka sambil memantau keadaan sekitar.
Mendengar tidak ada lagi suara hentakan kaki maupun keributan, Fung Si menarik tangan Silli membawa gadis itu berjalan menyusuri hutan sambil tengok kanan dan kiri.
Tidak lama, hari sudah mulai malam, matahari mulai membenamkan dirinya dengan perlahan.
Dua gadis yang dilempar dalam hutan itu akhirnya menemukan sumber mata air berupa sungai kecil. Mereka pun memilih berdiam disekitar sungai itu dan duduk di atas bebatuan pinggir sungainya.
Hari mulai menggelap, langit petang keadaan di hutan kematian sangat sunyi.
"Sa ... saya takut Putri." Silli memeluk dari samping tubuh Fung Si merasa ketakutan.
"Kita harus mencari ranting pohon dan batu api menyalakan api unggun." Fung Si menjauhkan tubuh gadis itu yang memeluknya.
Silli mengangguk cepat, "saya akan membantu Putri," tawarnya dengan mata berbinar.
"Baiklah,"j awab singkat Fung Si langsung turun dari bebatuan dan menginjak rerumputan.
Silli mengikuti jejak Junjungannya, dia tidak ingin banyak bicara dengan apa yang terjadi sampai junjungannya itu di
asingkan selama setahun.
Di hatinya begitu sakit junjungannya sedari dulu selalu diperlakukan sesuka dan seenaknya karena dianggap beban tidak berguna. Namun kali ini berbeda, wajah sedih dan kecewa tidak ada lagi tampak di wajah junjungannya, seakan gadis itu seperti orang berbeda.
***
Beberapa lama kemudian, dua gadis itu kembali ke pinggir sungai tadi dengan membawa sesuatu.
Fung Si membawa ranting banyak beserta tidak lupa ia membawa buah-buahan yang diambil di pohon terdekat.
Silli membawa batu api yang dipinta Fung Si beserta daun pisang besar, sebesar tubuhnya.
"Letakan daun pisangnya disini." Fung Si meletakan ranting pohon yang dibawanya di hamparan rerumputan.
Silli mengangguk melaksanakan suruhan Fung Si, dia meletakan daun pisang tidak jauh dari depan ranting yang diletakan Fung Si.
Setelah meletakan ranting Fung Si mengambil batu api dari tangan Silli dan mengosok-gosok batu itu hingga tampak sedikit api menyala.
Dengan usaha kecil menyalakan api dari batu, akhirnya berhasil salah satu ranting terbakar dan ranting lainnya ikut terbakar.
Keadaan yang tadinya gelap kini bercahaya oleh perapian itu. Fung Si memilih duduk di atas daun pisang dan meminta Silli juga ikut duduk.
"Kau mau?" Fung si menyodongkan seikat buah anggur pada Silli.
"Tidak, Anda saja yang makan Saya sudah makan." Silli menolak dengan menggelangkan kepalanya tersenyum.
Fung Si meraih tangan gadis yang duduk di sampingnya, dia langsung menaruh buah itu di atas telapak tangan Silli.
"Lili, makanlah," paksa Fung si dengan wajah datarnya menatap gadis itu.
Silli tersenyum mendengar dia dipanggil dengan nama panggilan kesayangan yang sering diucapkan Junjungannya dulu.
Akhirnya mau tidak mau, Silli menerima buah anggur dan memakannya.
"Terima kasih," ucap Silli tersenyum.
Fung Si tersenyum tipis melihat gadis itu memakannya. Dia jadi teringat akan sosok sahabat di zaman modern dan berujung ingatan yang membuat hatinya sakit kembali.
Fung Si langsung mengalihkan pandangannya dan menatap lurus air sungai yang mengalir perlahan mengikuti arus dan api yang menyala.
"Mulai sekarang kita akan berdiam di sini bagaimanapun caranya, Lili tetaplah bersamaku kemanapun," tegas Fung Si dengan pandangan lurus.
"Tontu saja Putri, Soyo akan selalu melayani dan menjaga anda seumur hidup." Silli tersenyum menelan kunyahannya.
Fung Si mengambil satu buah mangga matang yang ditaruh di sampingnya, "Apa kau membawa pisau ataupun benda tajam lainnya?" tanyanya memandang buah mangga di tangannya berukuran besar yang tampak matang.
"Emmm." Silli memeriksa sesuatu dalam saku hanfunya.
"Ini," jawab Silli tersenyum. Dia menunjukan jepit rambut yang dibawanya.
Fung Si menghembuskan napasnya melihat apa yang ditunjukan gadis itu, "itu tidak tajam Lili," ucapnya.
Fung Si berdiri lalu melangkahkan kakinya berjalan sambil memandang buah mangga yang dipegangnya.
"Anda ingin kemana?" tanya Silli membuka suara.
"Aku hanya ingin membasuh kulit buah mangga ini dan memakannya," jawab Fung Si langsung keintinya
Silli mengangguk dan melihat dari jauh Fung Si yang duduk di atas bebatuan.
Fung Si menundukan sedikit tubuhnya dan mengulurkan tangan yang memegang buah mangga masuk dalam air sungai. Dia membasuh kulit buah itu lalu mengusapnya agar bersih.
Setelah membersihkan, "lagipula tidak ada pisau aku gigit saja langsung kulitnya," gumam Fung Si.
Fung Si pun mengigit kulit mangga itu terkelupas sedikit lalu mengigitnya lebih banyak sampai kulitnya terbuka sebagian. Saat dia ingin memakan daging mangganya tiba-tiba.
Whusssss ...
Mangga itu jadi melayang di udara dan berputar-putar sontak membuat kedua gadis berada disitu melotokan mata terkejut.
Isi mangga yang ingin dimakan tadi jadi memisah dan menjadi sebuah kupu-kupu malam yang begitu cantik beserta kunang-kunang.
Kupu-kupu banyak berputar menggelingi buah mangga yang melayang masih tersisa sedikit. Cahaya biru menyilaukan keluar dari mangga itu sangat terang.
Air sungai yang tadinya terlihat biasa kini berubah air sungai itu bewarna biru muda menyala sangat indah.
Silli mematung di tempat melihat cahaya biru menyilaukan itu. Tidak tahan dia jadi memuntahkan isi dalam perutnya dan pingsan.
Fung Si menjauhkan tangannya yang menutupi mata, dia berusaha melihat apa yang terjadi pada mangga yang dipegangnya tadi.
Mangga tadi menghilang dan tersisa sebuah cincin emas permata intan, angin sangat kencang mulai terasa di semua tempat.
Cincin itu sangat bersinar terang, angin kencang yang dibuatnya membuat tubuh Fung Si jadi termundur kebelakang. Kupu-kupu cantik terus memutari cincin yang melayang terus di udara itu.
"Eeeehh ada apa ini?" tanyanya dengan mata memicing tidak bisa melihat dengan jelas karena angin kencang.
***
Di tempat lain, sekitar pegunungan Feng Yi terjadi hal sama. Suatu kelompok sedang melakukan perkemahan di situ.
Mereka yang berjaga di luar dari tenda kemah terkejut merasakan angin begitu kencang yang datang tiba-tiba.
Daun dan ranting pohon jadi bergoyang-goyang tertiup angin kencang.
"Ada apa ini teman?" tanya salah satu pemuda memeluk pohon dengan erat dan wajah takutnya.
Keadaan begitu panik, kelompokan orang berpakaian hitam di situ ada yang memegang tiang tenda agar tidak tertiup angin.
Seorang Pria tampan dan tinggi keluar dari tenda kemah dan berteriak, "pasang fortal keamanan agar angin ini tidak membuat celaka!" teriaknya dengan wajah tegas.
Para anggota yang berpakaian hitam langsung melaksanakan perintah di setiap tempat. Mereka mengangkat tangan mereka secara bersamaan dan menujuk ke atas langit
Sebuah cahaya biru transparan menyala membentuk sebuah lingkaran besar yang langsung melingkari tempat perkemahan itu.
***
Di Kediaman Raja Zha Wey
Angin kencang tadi juga terjadi di tempat itu yang berlangsungnya acara pernikahan di tengah lapangan tempat terbuka.
Para tamu kerajaan besar maupun lainnya jadi takut dan masuk dalam setiap bangunan yang berada di pinggir lapangan itu.
Meja terbangkelalai menghantam dinding luar bangunan di pinggir lapangan di kediaman itu. Makanan maupun minuman yang berada di atas meja itu sudah tertumpah ditanah.
Lentera maupun lilin yang jadi penerang mati di seluruh tempat di Kekaisaran besar itu membuat semua orang terkejut dan heran.
***
Di Hutan kematian, pinggir sungai tadi Fung Si masih menatap cincin kini yang menampakan dirinya sangat jelas di depan matanya.
Hanfu dan rambut panjang gadis itu terkibar karena ditiup angin kencang, namun anehnya tubuhnya tidak merasa dorongan angin kencang itu.
Angin semakin kencang tertiup membuat Fung Si jadi heran. Dia berpikir sejenak sambil memandang cincin emas itu sungguh tidak diduganya ada benda yang bisa melayang sendirinya.
"Apa sebenarnya ini?" gumam Fung Si bingung.
Fung Si pun jadi mengulurkan tangannya dan meloncat ingin meraih cincin itu. Namun tiba-tiba cincin itu berjalan sendiri dan masuk sendiri di jari manisnya.
Angin kencang tadi perlahan menghilang digantikan dengan kunang-kunang dan kupu-kupu cantik yang bertebangan di sekitar sungai itu.
Fung Si tentu syok apa yang belum pernah dilihatnya kini terjadi di depan matanya secara langsung.
Fung Si memandang cincin di jari manis yang berada di tangan kirinya, mengamati dengan teliti permata intan biru yang masih menyala di cincin itu.
Tiba-tiba keluar cahaya kecil dari permata itu dan semakin besar di depan Fung Si.
Cahaya itu tiba-tiba menghilang dan menampakan sosok burung sangat kecil bewarna putih polos setubuhan.
"Hai hai," ucap burung itu dengan suara kecil. Kemudian mendekatkan dirinya kedepan Fung Si.
Sejenak burung itu terkejut melihat wajah manusia di depannya seperti mayat hidup yang mati mengenaskan saja, penuh bekas sayatan dan luka dalam.
Fung Si bertambah terkejut melihat sosok burung berbulu putih itu bisa bicara di hadapannya.
Mata tajam dengan pupil bewarna biru, sayap tebal, bulu putih lebat dan memiliki dua kaki dan tiga jari kecil. Wujudnya seperti burung-burung biasa pada umumnya. (seperti burung kakak tua yah bayangin aja kek gitu hehe, maaf author gk bisa gambarkan lebih detail karena kamus dan pengetahuan author masih kurang).
"Ka ... kau bisa bicara?" Fung Si menyentuh tubuh burung itu di bagian dada.
Tukk ...
Burung itu tiba-tiba mematuk ujung jari Fung Si hingga darah keluar dari kulit mulusnya.
"Issss, beraninya kau mematukku? husss husss pergilah," usir Fung si jadi kesal. Setelahnya memandang darah yang keluar diujung jarinya lalu menatap kearah burung itu yang tampak marah.
Fung Si tidak memperdulikan burung itu langsung melompat turun dari batu yang di tinjakinya.
Sepatu sandal yang menginjak tanah dipakainya sudah penuh licak dan noda lumpur.
Fung Si berlari mendekati gadis yang sedari tadi pingsan terbaring di tanah.
"Lili," panggil Fung Si duduk bertekuk lutut. Lalu mengangkat tubuh Silli keatas pangkuannya.
Fung Si menepuk-nepuk pipi gadis itu agar sadar namun hasilnya tidak ada pergerakan sama sekali dari Silli.
"Tidak lama juga dia akan sadar," jelas Burung putih itu yang berada melayang di belakang Fung Si membuka suara.
"Kau, burung apa kau bagaimana bisa bicara seperti manusia saja?" Fung Si menengokan kepalanya kebelakang melirik si burung.
Burung putih itu mengedip-edipkan matanya, "ternyata Jelek-jelek," ejek burung itu pada Fung Si.
Mendengar ejekan dari burung itu, Fung Si melempar tatapan tajam dan dinginnya pada burung itu.
"Apa kau ingin aku masak, panggang atau buang?" tanya Fung Si yang seketika membuat burung itu kaget hingga tubuhnya jadi terjatuh ketanah.
Sebenarnya dia terjatuh bukan karena ucapan Fung Si melainkan tatapan dingin dari gadis itu yang ditunjukan padanya.
Burung putih itu melebarkan bersebelahan sayapnya kembali dan terbang.
"Aku adalah Burung Phoenix yang lahir sejak dunia ini berumur enam ratusan tahun dan baru terbangun untuk kedua kalinya pada tahun ini," ungkap burung itu yang membuat Fung Si sejenak merasa bingung.
"Itu tidak mungkin, aneh sekali." Tidak percaya Fung si.
Ampun apa inikah Ketuaku? sepertinya sangat keras kepala dan sulit untuk di mengertikan. Dia sangat aneh beda dari Tuan pertamaku sangat ceria dan menyenangkan batin Burung itu.
Tiba-tiba,
"Uhukk ... uhukk." Silli batukan setelah bangun dari pingsannya.
Sontak Fung Si langsung mendudukkan tubuh gadis itu dan mengusap-usap punggungnya.
"Kau tidak apa?" tanya Fung si menatap wajah Silli.
Silli langsung mengangguk cepat pertanda baik-baik saja. Pandangannya lalu beralih melihat kesekitar dan saat matanya menangkap seekor burung yang terbang tidak jauh di belakang tubuh Fung Si sontak melototkan mata terkejut tidak main.
"Bu ... bu." Silli terbata-bata menunjuk burung itu dengan jari telunjuknya.
"Bu apa yang kau maksud? kau merindukan ibumu?" tanya Fung Si heran apa yang ingin dikatakan gadis itu dan juga melihat wajah terkejutnya.
"Bu." Silli menarik nafasnya dalam-dalam.
"Bukankah itu burung phoenix legenda?" tanya Silli terkejut. Setelah mengatakan itu dia tidak bisa menahan keterkejutan yang dirasakan dan apa yang dilihatnya hingga jadi pingsan kembali.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
ciru
cakeep
2023-08-03
1
kutus_ herbal
dalam bab ini sy menemukan kalimat" setubuhan" itu arti / maksud ya apa ya?
2022-05-17
1