Menikah Karena Berbohong
Tumpukan dokumen menjulang di sepanjang meja kerja. Dering telepon meraung-raung di sudut meja kerja itu. Si pemilik meja masih sibuk menerima panggilan dari ponsel, seakan sedang bernegosiasi dengan orang yang meneleponnya. Pintu ruangan diketuk, seorang petugas kantor masuk sambil menyodorkan segelas teh panas dan piring kecil berisi kue berukuran mini untuk sarapan pagi.
"Terima kasih, Bu," ucap wanita itu kepada ibu petugas kantor.
"Sama-sama, Bu," balas ibu paruh baya yang biasa membersihkan dan menyediakan keperluan kantor itu.
"Tidak, aku masih begitu sibuk," kata wanita itu. "Jadwalku benar-benar bentrok," lanjutnya sambil membuka buku agenda yang dipenuhi kertas kecil berwarna kuning dan lengket.
"Ayolah, ini reuni 15 tahun. Kau hanya perlu datang saat acara makan malam," sahut suara peneleponnya.
Hening, tak ada jawaban.
"Baiklah, akan kukabari kembali. Aku harus menjawab telepon di meja kerjaku terlebih dulu," kata wanita itu memutus pembicaraan di ponselnya.
"Pagi, Vaya," jawab wanita itu riang.
"Bu Vaya, bisa ke ruangan saya sebentar?" tanya penelepon di seberang sana.
"Baik, Bu," jawab Vaya singkat sambil menutup telepon.
Vaya mengerucutkan bibirnya, ia mendelik gusar sambil mematut diri di depan cermin lalu memoleskan lipstik merah cerah ke bibirnya.
Direktur Keuangan memanggilnya sepagi ini, biasanya merupakan pertanda buruk. Ia segera menepis pikiran tersebut sambil menyapukan kuas bedak tabur ke wajahnya. Direktur Keuangan tidak suka melihat karyawannya berpenampilan kusut saat di kantor. Usai merapikan penampilan, Vaya keluar dari ruangannya.
Semua mata tertuju padanya, wanita dengan tinggi semampai namun selalu memakai sepatu dengan hak menjulang demi terlihat tinggi, serta rambut yang selalu dicepol bak pramugari.
"Pagi-pagi dia sudah dipanggil Madame, ada apa ya?" begitulah pertanyaan yang terlontar dari setiap mulut karyawan.
Madame adalah sebutan untuk Direktur Keuangan di perusahaan tempat Vaya bekerja. Madame adalah wanita berusia empat puluh tahun lebih yang masih terlihat cantik meski sudah melahirkan setengah lusin anak.
Madame bermata tajam, selalu mengintimidasi. Selain menjabat sebagai Direktur Keuangan, Madame memegang kontrol penuh operasional perusahaan. Menemui Madame di pagi hari sama saja menghancurkan kinerja seharian. Madame tipikal atasan tiran yang tak bisa menerima kata tidak dari pegawainya.
Supervisor bagian penagihan berpapasan dengan Vaya saat ia keluar dari ruangan Madame. Vaya mengetuk pintu ruangan tersebut dengan ragu, lalu masuk.
Madame terlihat sedang sibuk menerima panggilan telepon. Beberapa saat kemudian Madame beralih pada Vaya. Madame menyodorkan dokumen dalam amplop cokelat bertali ke arah Vaya.
"Vaya," kata Madame dengan suara rendah.
"Kau sudah bergabung dengan perusahaan ini sejak beberapa tahun yang lalu," lanjut Madame.
Vaya mengangguk, seingat Vaya tahun ini adalah tahun kesepuluh ia bekerja di perusahaan ini. Apakah Madame akan memutuskan hubungan kerja mereka?
Jantung Vaya berdentam-dentam keras memikirkan kemungkinan itu. Vaya sudah susah payah merangkak meniti karirnya, dimulai sebagai staff administrasi umum hingga pada akhirnya ia menjadi senior staff keuangan. Kerja lembur tanpa dibayar sudah dijalaninya tanpa mengeluh. Presentase daftar kehadiran juga selalu mengagumkan lantaran ia hampir-hampir tak pernah ambil cuti ataupun izin kecuali ia terkapar di rumah sakit. Bukankah pengabdiannya pada perusahaan sudah tak perlu diragukan lagi?
"Saya hendak memberimu promosi untuk posisi baru yang lebih tinggi," kata Madame membuyarkan lamunan Vaya.
Vaya merasa lega bahwa kontrak kerjanya tidak diputus. Ia kaget bahwa Madame memberinya promosi posisi. Namun, kursi siapa yang akan direbutnya? Mengingat bahwa tingkat persaingan kerja di perusahaan ini cukup tinggi. Atasan bisa menggusur bawahan begitupun sebaliknya. Jangankan dari hasil kerja keras, dari hasil menjilat atasan saja sudah cukup berhasil untuk mengamankan posisi.
"Setiap posisi pasti ada tantangannya, oleh karena itu saya berharap kau bisa menyelesaikan masalah tunggakan pelanggan kita. Ini adalah daftar pelanggan beserta jumlah tunggakan utang yang harus dibayarkan," lanjut Madame.
Vaya mengerutkan keningnya, bukankah penagihan utang dilakukan oleh petugas penagihan?
"Jika kau berhasil, saya tidak hanya mempromosikanmu sebagai Supervisor, saya menawarkan posisi Manager untukmu," kata Madame, seakan bisa membaca pertanyaan yang tidak terlontar dari mulut Vaya.
Mendengar posisi Manager membuat emosi Vaya langsung campur aduk. Ia begitu senang jika mendapat promosi sebagai Manager dengan segala fasilitas mewah yang diberikan kantor, namun tentu saja beban dan tanggung jawab yang diberikan juga sesuai. Vaya tentu saja tertantang, ini adalah sebuah kesempatan emas untuknya yang sudah sekian lama mengabdi pada perusahaan.
"Berapa lama waktu yang diberikan, Bu?" tanya Vaya dengan gairah menggelora.
Madame tersenyum, ia tak salah menilai orang. "Saya harap sebelum akhir tahun sudah selesai, sehingga di tahun baru kau sudah bisa memulai jabatan baru," jawab Madame.
Vaya mengambil amplop itu dengan penuh keraguan.
"Saya harap kau merahasiakan ini dari karyawan lain," kata Madame dengan tatapan mengintimidasi.
"Itu saja pesan saya, silakan kembali bekerja," lanjut Madame sembari menjawab ponselnya yang tak berhenti berdering.
Vaya bergegas keluar dari ruangan kerja Madame. Ia merasa seakan memikul tanggung jawab sebesar gajah.
...*****...
Begitu tiba di ruangan kerjanya, Vaya segera membuka amplop tersebut, dengan penuh hati-hati ia mempelajarinya.
"Mbak Vay," suara rekan seruangan Vaya membuat Vaya kaget bukan main.
"Evi! Kau benar-benar mengagetkanku," rutuk Vaya.
"Mbak Vay sibuk sekali, dari tadi dipanggil tidak menyahut," kata Evi.
"Tadi Mbak Vay dipanggil ke ruangan Madame? Apa Madame marah?" tanya Evi
"Tidak," sahut Vaya.
"Segera siapkan laporan pengeluaran dana minggu lalu, aku harus melaporkannya siang ini," lanjut Vaya beralih ke layar monitornya.
Apakah karyawan lain juga mendapat tugas khusus seperti Vaya?
Kenapa Madame harus merahasiakan hal ini dari karyawan lain?
Vaya hanya bisa membatin sembari mengamati data tersebut.
Pantas saja Madame sampai harus repot-repot menggelar sayembara perebutan kursi Manager, batin Vaya bergetar saat melihat daftar utang pelanggan yang membuat kepalanya pusing seketika. Lima puluh miliar bukan jumlah yang sedikit. Di tengah perekonomian yang tidak stabil seperti saat ini, utang tetaplah utang yang harus dibayar tanpa pandang besar kecilnya nominal.
Apakah ini memang kesempatan besar untuk Vaya agar bisa memperbaiki karirnya?
Apa yang akan Vaya lakukan selanjutnya?
Apa ada kemungkinan gagal yang akhirnya malah akan membuat karir Vaya terancam?
Vaya masih terlalu awal untuk menyusun rencana, namun setiap detik sungguh begitu berharga.
...*****...
Sama seperti tadi pagi, teman masa SMA-nya memaksa Vaya untuk ikut reuni SMA. Vaya bukannya tidak mau ikut, ia masih begitu sibuk dengan pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Belum lagi ia masih memiliki trauma masa lalu yang begitu membekas dan memakan waktu yang cukup lama agar bisa sembuh. Lima belas tahun bukan waktu yang singkat untuk mengobati rasa sakit hati dan menghapus hal-hal memalukan yang pernah terjadi di masa sekolahnya.
Ponsel Vaya bergetar singkat, ia melihat sebuah pesan masuk.
...Yoran akan datang....
Informasi tersebut muncul di layar ponselnya.
Vaya terbelalak, ia tak menyangka apa yang dilihatnya. Lima belas tahun tak pernah terdengar kabar dari seorang Yoran. Si pujaan nomor 999 yang status sebenarnya masih menggantung, entah Yoran dulu menolaknya atau tidak, lantaran saat akan mengutarakan perasaannya seseorang datang menginterupsi.
Yoran si pemuda dengan rambut bak bintang iklan sampo. Dengan penampilan khas siswa baik-baik dari keluarga terpandang dan terpelajar.
Menyisakan yang terbaik untuk yang terakhir merupakan tindakan yang pantas dilakukan oleh Vaya. Namun karena kelancangan seseorang yang enggan diingat oleh Vaya, Vaya akhirnya harus rela menggagalkan Yoran.
Vaya mengetik dengan cepat namun ia segera menghapusnya. Lebih baik ia tak usah bertanya daripada ia mengingat kembali.
Layar ponselnya kembali menampilkan pesan.
...Vier skip, masih di Amerika....
Begitulah informasi yang kembali muncul di layar ponselnya.
Vaya langsung memantapkan hati. Ia akan pergi untuk bisa menemui Yoran.
...*****...
Visual
Untuk mendukung kehaluan author, akan author tampilkan beberapa visual tokoh berdasarkan kehaluan author.
Vaya
Vier
Yoran
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Zaridah Othman
macam xde foto ln vaya.xcantik pun
2023-01-23
0
zeefany
mampir nihh
2023-01-22
0
🍒⃞⃟🦅Lilit Volos•§¢•𝐀⃝🥀
buset kwkw
2023-01-05
0