Yoseph Randvale duduk bagaikan sebuah patung manekin yang sedang berpose. Yoran, begitulah ia kerap disapa saat masih sekolah. Ia merupakan blasteran Jawa-Jerman. Tak heran ia lebih terlihat seperti pria barat namun bermata hitam.
Semua mata pengunjung kafe itu tertuju padanya, bisik-bisik mengusik di belakangnya. Kafe yang tadinya sepi mendadak dipenuhi pengunjung. Mereka bertanya-tanya, siapa yang sedang ditunggu oleh pria rupawan itu?
Yoran mengabaikan semua tatapan itu, saat ini ia sedang menunggu seseorang yang dihubunginya beberapa hari yang lalu. Yoran merasa perlu untuk meminta maaf secara baik-baik lantaran merasa bersalah karena sudah membuat kekacauan saat acara reuni.
Acara reuni SMA yang diadakan setelah lima belas tahun berlalu. Yoran sendiri memang nyaris menghilang dari peredaran lantaran kesibukannya.
Belum lagi di zaman lima belas tahun silam, teknologi belum terlalu berkembang. Meski sekarang sudah ada sosial media sebagai media bertegur sapa secara daring, namun tentu berbeda dengan bertemu muka secara langsung.
Pintu kafe terbuka, seorang wanita masuk, menoleh ke segala arah sebelum akhirnya melihat Yoran yang mengulas senyum ke arahnya.
Yoran! Hati Vaya menjerit heboh.
Vaya luar biasa kegirangan saat menerima telepon dari Yoran. Vaya bahkan tak peduli bagaimana pria itu bisa mendapatkan nomor telepon Vaya. Bisa saja dari panitia reuni.
Vaya membawa kantong kertas berisi jas milik Yoran yang baru saja ia ambil dari penatu. Jas yang dipinjamkan oleh Yoran usai Vaya tercebur di kolam renang.
Vaya bahkan sengaja membawa jas Yoran ke penatu termahal karena merasa bahwa penatu standar akan merusak jas mahal milik pria itu.
"Maaf, aku terlambat, tadi masih ada pekerjaan yang belum selesai," ucap Vaya meminta maaf pada Yoran.
"Aku baru tiba," kata Yoran tersenyum tipis.
Mata hitam pria itu menatap Vaya. Vaya yang sudah salah tingkah makin menjadi salah tingkah ditatap oleh sepasang mata bak mutiara hitam yang berbinar indah.
Oh, Yoran! Jangan menatapku seperti itu! Aku benar-benar bisa meleleh! Mencair tak berbentuk! Vaya mengumpat dalam hati.
"Terima kasih sudah datang," katanya lagi.
Vaya mengangguk kikuk, ia begitu menyesal mengapa ia tidak memakai pakaian yang lebih pantas untuk bertemu dengan Yoran yang begitu tampan memakai kemeja flanel biru dengan celana jeans warna senada. Vaya hanya memakai seragam kantornya, ia terlalu berdebar sampai melupakan semuanya.
Mendapat ajakan kopi darat dari Yoran tentu membuat Vaya mengartikan bahwa pria itu mengajaknya berkencan.
Pasti Yoran ingin bertemu denganku karena dia terpesona padaku! Penampilanku sudah jauh lebih baik daripada saat masih sekolah dulu! Batin Vaya penuh percaya diri.
Seorang pelayan mengantarkan buku menu. Vaya menunjuk cokelat panas sedangkan Yoran memesan es kopi.
"Aku minta maaf atas kejadian di kolam renang beberapa hari yang lalu, sungguh, aku tak bermaksud mengagetkanmu," kata Yoran.
"Tidak apa, itu kesalahanku, aku terlalu terkejut," ucap Vaya.
Hening lagi, sungguh atmosfer yang begitu berat. Vaya terlalu tegang sampai tidak bisa berpikir. Pria yang dipujanya selama lima belas tahun bisa duduk di hadapannya, bukankah ini semacam anugerah dari Tuhan?
Aduh, apa yang harus kubicarakan ya? Jangan mati gaya begini! Ayo, Vaya, apa yang harus kau katakan? Sebelum Yoran kabur karena kau tidak asyik! Batin Vaya.
"Hmm, Yoran, sekarang apa kesibukanmu?" tanya Vaya tiba-tiba memecah keheningan.
"Aku bekerja di Ibukota," jawab Yoran.
"Oh, wah, kau bekerja di Ibukota, pasti kau sibuk sekali, tapi masih menyempatkan diri untuk datang ke acara reuni," kata Vaya.
"Kebetulan ada pekerjaan yang harus kuselesaikan di sini," jawab Yoran.
"Berapa lama kau akan tinggal di kota ini?" tanya Vaya lagi.
"Sebenarnya lusa aku harus kembali," jawab Yoran singkat.
Keheningan menyergap lagi.
"Aku senang bisa berjumpa denganmu lagi. Vaya, bagaimana kabarmu sekarang?" tanya Yoran.
"Ah ya, seperti yang bisa kau lihat," jawab Vaya.
"Oh ya, aku jadi teringat, lima belas tahun yang lalu kau mengatakan ada hal penting yang ingin kau sampaikan padaku?" tanya Yoran.
"Haha ya, aku rasa dulu memang ada yang harus kusampaikan," jawab Vaya.
"Tapi aku lupa, itu sudah lama sekali, aku bahkan tidak bisa mengingatnya," lanjut Vaya.
Yoran menatap Vaya, ia tersenyum.
"Jika yang ingin kau sampaikan padaku itu begitu penting, kurasa kau hanya tidak ingin menyampaikannya."
Vaya merasa wajahnya memerah karena malu. Ia tak ingin mengingatnya lagi. Itu kejadian yang begitu memalukan.
Bagaimana mungkin Vaya bisa melupakan hari di mana ia ingin menyampaikan perasaannya pada Yoran, namun Vier datang dan mengacaukan segalanya. Vier datang tepat di hadapan mereka. Vier merampas surat yang ditulis Vaya dan merobeknya tepat di depan wajah Vaya kemudian dengan santainya Vier melempar robekan surat itu ke wajah Vaya sambil mengucapkan ejekan-ejekan mengerikan.
"Oh, aku rasa, waktu itu, aku ingin mengatakan sesuatu, tapi, saat itu Vier datang dan mengacaukan segalanya. Haha, ya ampun itu sudah lama sekali, sudah lima belas tahun yang lalu," Vaya tertawa.
Vaya tak kuasa menahan rasa salah tingkahnya. Yoran tetap tampan, bahkan semakin tampan dan dewasa.
"Vaya, aku ucapkan terima kasih," kata Yoran.
Vaya menatap Yoran keheranan.
"Aku hargai perasaanmu padaku, aku yakin saat itu kau pasti ingin mengatakannya secara tulus. Aku bisa melihat dari potongan surat yang dirobek oleh Vier," kata Yoran.
Vaya tersenyum kecut, ia sudah bisa menduganya. Bukankah sudah jelas Yoran pasti menolaknya bahkan sebelum Vaya mengungkapkan perasaannya.
"Aku sudah menikah dua tahun yang lalu, apa kau sudah menikah?" tanya Yoran.
Terdengar suara kaca pecah lantaran dilempar batu saat Yoran menanyakan pertanyaan itu. Semua itu hanya ada dalam kepala Vaya. Berat rasanya untuk bernapas saat mendengar kenyataan itu.
"Belum, aku belum menikah," jawab Vaya dengan getir.
Aku belum menikah karena mengira kau juga belum menikah Yoran! Jerit Vaya dalam hati.
"Oh begitu, semoga kau bisa menemukan seseorang yang kau cintai, menikah, lalu menjalani kehidupan yang bahagia," ucap Yoran.
Hati Vaya terasa pedih, sakit, padahal perkataan dari Yoran adalah ucapan yang bermakna positif.
Vaya merasakan kegetiran yang begitu dalam. Pernyataan cintanya untuk Yoran yang belum tersampaikan selama lima belas tahun, akhirnya terjawab oleh Yoran lima belas tahun kemudian.
Ditolak! Ditolak! Lagi-lagi ditolak! Batin Vaya bergemuruh.
Vaya menyeruput cokelat panasnya, lidahnya seketika terbakar karena suhu cokelat yang benar-benar panas.
Namun entah mengapa, dalam hati Vaya merasa lega, bahwa ia kembali menerima penolakan setelah lima belas tahun tak pernah menyatakan perasaan lagi. Ia bahkan tak pernah jatuh cinta lagi selama lima belas tahun terakhir ini.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Hanum Anindya
sabar ya vaya peluk
2022-10-29
0
Hanum Anindya
tenang vaya ada yang lebih baik lagi.
2022-10-29
0
Hanum Anindya
kasihan ditolak lagi sama yoran.
jangan jangan vier lagi yang ehm!!
2022-10-29
0