"Vier! Tolong stop!" Vaya berteriak dan mendorong Vier sekuat tenaga.
Kekuatan yang mendadak muncul dari diri Vaya ketika terdesak membuat Vier terpelanting ke atas tempat tidur.
Vaya berguling, melompat dari tempat tidur, merangkak menjauh dari tempat tidur.
"Vier! Aku mohon!" Vaya memohon.
Vier berdecih, ia menatap sinis ke arah Vaya. Seringaian yang biasanya selalu menghiasi wajah pria itu, benar-benar sirna.
Vier segera keluar dari kamar itu.
Brak..!
Bunyi pintu yang terbanting benar-benar memekakkan telinga Vaya.
Vaya merasa jantungnya nyaris lepas, rasa takut benar-benar membuatnya seakan tak bisa bernapas. Air mata mulai menetes membasahi pipinya.
Menikah dengan Vier benar-benar keputusan terburuk yang penah ia ambil dalam hidup.
Rasa penyesalan benar-benar datang bertubi-tubi melandanya.
Gawai cerdas milik Vaya berdering, Vaya merogoh tasnya dan segera menjawab panggilan yang ternyata dari ibunya.
"Iya halo, Bu," jawab Vaya.
"Vaya, maaf ya, bukannya Ibu mau mengganggu kamu, Ibu hanya ingin menyampaikan beberapa wejangan, kemarin Ibu benar-benar lupa saking sibuknya," kata Bu Asih.
"Iya, Bu," sahut Vaya.
"Vaya, kamu baik-baik saja?" tanya Bu Asih.
"Iya, Bu, aku baik-baik saja," jawab Vaya.
"Tapi dari suaramu, sepertinya Ibu dengar kamu tidak baik-baik saja," kata Bu Asih.
"Ehem, tidak, Bu, aku hanya baru bangun tidur," sahut Vaya berbohong.
Bu Asih menghela napas berat, nalurinya sebagai seorang ibu tentu saja tidak mudah untuk dibohongi.
"Vaya, jangan bangun terlalu siang, kamu kan sudah menikah, biasakan bangun lebih awal dari suamimu supaya kamu punya waktu untuk menyiapkan sarapan," ucap Bu Asih.
"Baik, Bu," jawab Vaya.
"Lalu, karena kamu sudah menikah, Ibu harap kamu benar-benar berumah tangga dengan baik. Kamu patut bersyukur bisa punya suami yang begitu tampan dan mapan, yang mau menerima kamu apa adanya," kata Bu Asih.
"Baik, Bu," jawab Vaya lagi.
"Oh ya, ngomong-ngomong nanti kalau ada waktu, Ibu ingin kamu mengadakan syukuran kecil-kecilan pernikahanmu, biar tetangga di sini semua tahu kamu sudah menikah," kata Bu Asih.
"Ibu sungguh paham kalau kamu dan suamimu saat ini begitu sibuk dan belum ada waktu, tapi Ibu harap, kamu bisa mempertimbangkannya," lanjut Bi Asih.
"Baik Bu, aku mengerti," sahut Vaya.
"Ya sudah, kalau begitu, sudah dulu ya, sering-sering kabari Ibu," kata Bu Asih sebelum menutup teleponnya.
Bu Asih memandangi layar ponselnya, sebagai orang tua, beliau sebenarnya sangat gelisah karena secara mendadak anak perempuannya menikah. Bu Asih akhirnya menyetujui pernikahan tersebut sebagai bentuk dukungan karena Vaya yang menginginkan pernikahan. Lagipula pria yang menikahi Vaya sepertinya bukan pria sembarangan. Definisi dari pria tampan dan pemberani ada pada diri suami Vaya.
Sementara itu Vaya pun menatap kosong layar gawai cerdasnya.
Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar tidak bisa hidup seperti ini, batin Vaya.
Vaya benar-benar merasa ketakutan, ia segera masuk kembali ke dalam selimut untuk menyembunyikan dirinya. Hidup penuh teror dari Vier benar-benar mengerikan.
Tok.. Tok...
Terdengar ketukan yang membuat Vaya terpaksa beranjak untuk membukakan pintu. Sosok Pak Jo sudah berdiri macam patung selamat datang.
"Bu Vaya, ini makan siang untuk Anda," kata Pak Jo.
Pak Jo membawa masuk kereta dorong berisi makanan ke dalam ruangan itu.
"Silakan dimakan, Bu," ucap Pak Jo sebelum meninggalkan kamar.
Vaya benar-benar kehilangan selera makannya, namun mengingat bahwa sejak kemarin ia belum ada makan, akhirnya ia pun menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulutnya.
...*****...
Kediaman keluarga Vier berada di lokasi yang cukup jauh dari pusat keramaian. Berada di daerah perbukitan dengan pepohonan rimbun sepanjang mata memandang. Bangunannya berupa komplek-komplek paviliun yang luasnya seperti komplek perumahan. Sebuah danau membentang luas di kawasan rumah tersebut. Paviliun utama merupakan rumah utama keluarga Vier. Paviliun ini dihuni oleh Vier sendiri.
Hari sudah begitu gelap saat Vaya diantar oleh kepala staf pengurus rumah utama yaitu Pak Jo menuju ke paviliun barat sesuai permintaan dari Vier.
Paviliun barat merupakan kawasan yang lokasinya cukup jauh dari paviliun utama. Paviliun barat biasa difungsikan sebagai kawasan pergudangan barang-barang bekas.
Pak Jo mempersilakan sebuah ruangan kosong untuk ditempati Vaya. Vaya melongo saat Pak Jo meninggalkannya sendiri di dalam ruangan kosong melompong yang ukurannya dua kali lebih besar dari kamar mess Vaya.
"Mulai sekarang, ruangan ini menjadi kamar Anda, Bu Vaya," kata Pak Jo.
"Ini kamarku?" tanya Vaya.
"Benar, sudah sesuai dengan perintah Pak Vier," jawab Pak Jo.
"Oh begitu," kata Vaya.
"Selamat beristirahat, Bu Vaya," Pak Jo berpamitan.
Vaya melongo, mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar yang nampak tak terawat dan memberi kesan horor yang begitu kentara.
Cat tembok yang terkelupas di sana-sini dengan lumut yang sudah membentuk peta-peta kepulauan.
"Apa Vier benar-benar marah padaku?" Vaya kembali bermonolog.
"Itu artinya dia tidak akan memaksaku untuk melayani kegilaannya! Haha!"
Vaya melompat-lompat kegirangan.
"Itu artinya mulai malam ini, aku akan tidur dengan tenang! Hore!"
...*****...
Vaya terbangun saat mendengar suara ketukan pintu kamar.
"Bu Vaya, ini saya Mike," suara dari lluar memanggil Vaya.
Vaya beringsut bangun, tidur tanpa beralaskan apa pun tentu saja membuat tubuhnya sakit semua.
Ia beranjak dari lantai lalu membukakan pintu untuk Mike.
"Selamat pagi, Bu Vaya," sapa Mike ramah.
Vaya tak menjawab, ia hanya menatap Mike tanpa ekspresi.
"Bolehkah saya masuk? Ada hal yang harus kita bicarakan," lanjut Mike.
Mereka duduk bersila di lantai. Mike bisa melihat bahwa Vaya merasa sangat tidak nyaman.
"Saya menyerahkan dokumen kontrak pernikahan Anda dan Pak Vier," kata Mike menyodorkan sebuah amplop cokelat besar.
Vaya tidak tertarik untuk melihat isinya.
"Jadi kapan kontrak pernikahan ini berakhir?" tanya Vaya tanpa basa-basi.
"Dalam kontrak tidak tertulis kapan pernikahan Anda bisa diakhiri, namun saran saya, Anda tidak perlu terlalu berharap pada pernikahan ini," jawab Mike.
Vaya tersenyum mendengar penjelasan Mike.
"Baiklah, apa itu artinya aku bisa berbuat sesukaku?" tanya Vaya.
"Sayangnya Anda tidak bisa seperti itu," Mike menggeleng. "Untuk lebih lengkapnya Anda bisa membaca sendiri kontrak ini."
"Bisakah kontrak ini dinegosiasikan sebelum ditandatangani?" tanya Vaya.
"Sebuah kesepakatan tercipta jika kedua belah pihak saling setuju," lanjut Vaya.
"Saya tidak bisa menjamin Pak Vier bersedia melakukan negosiasi," sahut Mike.
Vaya mendelik gusar, dasar pria gila itu!
"Pak Mike, apa kau bisa memberitahu, apa yang bisa kulakukan agar bisa bernegosiasi dengan Vier?" tanya Vaya.
Alis Mike berkerut tinggi.
"Saya tentu tidak bisa kan, selama-lamanya main rumah-rumahan seperti ini dengan Vier," kata Vaya.
Vaya menatap Mike dengan penuh harap. Saat ini Vaya perlu kunci kebebasannya.
"Saya bisa memberitahu apa yang kiranya bisa Anda lakukan agar dapat bernegosiasi dengan Pak Vier," kata Mike sambil tersenyum dingin.
Vaya mengulas senyumnya, tak sia-sia ia memberanikan diri untuk bertanya pada orang terdekat Vier.
"Pak Vier adalah orang yang akan memberikan segalanya kepada orang yang dicintainya," lanjut Mike.
Hati Vaya mencelos mendengar perkataan Mike.
"Jangan bercanda kau, Pak Mike, sungguh tidak lucu!" sergah Vaya.
Mike hanya mengedikkan bahunya.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu," kata Mike undur diri.
Mike meninggalkan Vaya yang tampak terbengong-bengong sendiri.
Vaya mulai membuka amplop berisi kontrak pernikahan yang diberikan oleh Mike.
Isi kontrak tersebut menjelaskan secara rinci apa yang harus dilakukan oleh Vaya sebagai istri dari Vier.
"Memakai kostum seksi, bertingkah seksi, dan melakukan hal-hal seksi yang diperintahkan suami ketika berduaan dengan suami adalah keharusan."
"Dasar pria cabul!" Vaya mengumpat kesal.
Oh tidak! Aku benar-benar tidak bisa hidup seperti ini! Apa yang harus kulakukan agar terbebas dari Vier?
Apakah aku sungguh harus mengikuti saran dari Mike yakni membuat Vier jatuh cinta lalu pergi meninggalkan pria itu? Batin Vaya kembali bergelut.
Membuat Vier jatuh cinta padanya adalah sama saja seperti mengharapkan turunnya salju di musim panas.
Menikahi Vier saja sudah merupakan keterpaksaan, bagaimana ia bisa mendapatkan cinta Vier?
Ini sama saja seperti sudah masuk ke kandang singa yang berada di sarang buaya.
Oh Tuhan! Apa yang harus kulakukan?!
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Hanum Anindya
wah vaya kayanya trauma tidur bareng sama Vier jadi dia jingkrak jingkrak dikasih kamar biarpun horor juga.
2022-11-01
0
Kar Genjreng
keliatannya Vier suka dengan Vaya.... cuma dari dulu Vaya tidak tertarik dengan Vier... makanya ketika hendak memberi surat... pria lain Vier marah.... 🌳🌳🌳🌳ngadem biar sejuk hatinya.. 🤣🤣🤣🤣🤣bikin bucin Vaya.
2022-07-05
0
Senajudifa
sesuatu yg dipaksakan memang ngga baik...kutukan cinta mampir y
2022-06-09
1