Tok.. Tok..
Mendengar pintu kamarnya diketuk, Vaya segera beranjak untuk membukakan pintu. Vaya terkejut melihat kedatangan Pak Jo.
Pria paruh baya berparas dingin tanpa senyum itu menunduk sambil memberi salam.
"Selamat siang, Bu Vaya, saya kemari untuk menjemput Anda," ujarnya.
Vaya mengerutkan keningnya.
"Menjemput saya?" Vaya balik bertanya.
"Saya diminta untuk menjemput agar Anda bisa menyantap makan siang," jawab Pak Jo.
Vaya mencebik, rupanya masih ada orang yang mengingat untuk menawarinya makan siang. Vaya bahkan hanya menyantap sereal bar yang selalu ada dalam tasnya untuk sekadar mengganjal perut. Penjara bahkan masih lebih baik dengan menyiapkan makan sehari tiga kali untuk para narapidana.
Mobil yang ditumpangi Vaya terhenti di depan paviliun utama. Vaya segera turun dari mobil, mengikuti Pak Jo yang mengantarnya menuju ke ruang makan.
Ruang makan tersebut bergaya minimalis dan modern. Meja marmer hitam panjang dengan kursi-kursi berwarna putih tersusun rapi. Di atas meja sudah terhidang beberapa menu makan siang untuk Vaya yang kebanyakan berupa aneka salad sayur.
"Saya tidak tahu apakah hidangan ini cocok dengan selera Anda, Bu Vaya," kata Pak Jo. "Namun kebanyakan perempuan modern menyukai hidangan sayur-sayuran segar," terang Pak Jo.
"Terima kasih, ini benar-benar hidangan mewah," sahut Vaya.
Perempuan modern? Aku lebih berterima kasih jika Anda menyiapkan menu nasi campur, daripada sayuran mentah begini, Pak Jo, batin Vaya nelangsa.
Vaya mengunyah saladnya tanpa selera. Sayur-sayuran beraneka warna memang tersaji di piring besar yang begitu estetik. Namun apa enaknya makan sayur-sayuran mentah yang diberi bumbu hanya minyak zaitun, sejumput lada dan garam?
Apa semua wanitanya Vier memakan makanan seperti ini?
Oh tidak! Aku bukan wanitanya Vier!
Vaya sudah selesai menyantap makan siangnya, ia terpaksa melahap habis semua salad itu karena Pak Jo yang diam mengawasinya benar-benar nampak seperti sipir yang akan memberi hukuman kepada narapidana apabila mereka menyisakan makanan.
Vaya merasa begitu tegang hingga ia berinisiatif untuk mencairkan suasana.
"Oh ya, Pak Jo, ngomong-ngomong, kenapa di sini sepi sekali ya?" tanya Vaya. "Saya bahkan belum melihat adanya anggota keluarga Vier."
"Anda tidak akan menemui siapa pun di paviliun ini, Bu Vaya," jawab Pak Jo.
"Oh, jadi maksudnya anggota keluarga Vier tinggal di paviliun lain?" tanya Vaya.
"Benar. Hanya saja saat ini, anggota keluarga Pak Vier semuanya sedang berada di luar negeri," jawab Pak Jo singkat.
"Oh begitu," Vaya mengangguk pelan.
"Oh ya, ngomong-ngomong, Pak Jo, saya ingin pergi ke suatu tempat, apa Anda keberatan untuk menunjukkan arah keluar dari tempat ini?" tanya Vaya.
"Maaf, Bu Vaya, menurut perintah yang saya peroleh dari Pak Vier, Anda tidak diperkenankan untuk meninggalkan rumah ini tanpa izin dari Pak Vier," jawab Pak Jo.
"Apa? Aku tidak boleh pergi?" Vaya terperanjat.
Pak Jo mengangguk mantap.
"Bagaimana bisa, Pak Jo?"
"Ini sudah perintah dari Pak Vier, saya hanya perlu menjalankannya saja," jawab Pak Jo diplomatis.
Vaya kembali menghembuskan napas berat.
Apa-apaan Vier itu? Apa dia sungguh ingin menjadikanku sebagai tahanan rumah?! Batin Vaya.
Kalau aku tidak boleh meninggalkan rumah ini tanpa izin dari Vier, lantas bagaimana dengan pekerjaanku?
Vaya memijat kepalanya, menarik-narik sendiri rambutnya sambil merutuk kesal dalam hati.
Vaya segera mengirim pesan pada Mike.
Aku ingin bicara dengan Vier!!!
Vaya menunggu balasan dari Mike dengan segenap rasa gelisahnya.
...*****...
Hari sudah mulai gelap saat matahari benar-benar sudah kembali ke pelukan bumi. Dari balik jendela besar, Vaya mengedarkan netranya ke arah pekarangan yang menghadap langsung ruang makan tempat Vaya menunggu.
Vaya berkali-kali melirik ke arah layar gawai cerdasnya. Menunggu kedatangan Vier yang belum juga menampakkan batang hidung.
Pak Jo dan beberapa pelayan memasuki ruang makan. Mereka mulai menata meja makan, mengisi meja marmer yang tadinya kosong dengan beberapa hidangan.
"Pak Jo, apa Vier sudah datang?" tanya Vaya.
"Pak Vier sudah menuju kemari, paling lama sepuluh menit lagi," sahut Pak Jo.
Vaya merasakan adanya kelegaan usai mendengar jawaban Pak Jo. Lelah rasanya setengah hari menunggu seperti ini. Mengambil cuti selama tiga hari tanpa melakukan apa pun jelas membuatnya merasa sangat bosan. Untunglah besok ia sudah harus masuk kantor. Hanya saja, Vier menerapkan aturan yang benar-benar sangat aneh untuknya.
"Selamat datang, Pak Vier."
Pak Jo menyambut kedatangan Vier yang memasuki ruang makan bersama Mike.
"Selamat malam, Pak Jo," sapa Vier.
"Oh ya, Pak Jo, tolong tunggu di luar saja," kata Vier.
"Baik, Pak," sahut Pak Jo.
Pak Jo segera keluar dari ruang makan, menyisakan Vaya, Vier, dan Mike.
Vier mengarahkan pandangannya pada Vaya yang sudah duduk di salah satu kursi di belakang meja makan. Wanita itu menatapnya dengan tatapan sinis.
Vier segera menuju ke sudut wastafel untuk mencuci tangan, matanya mengawasi Vaya yang masih tetap melemparkan tatapan sinis padanya. Usai mencuci tangan, Vier segera duduk di kursi yang sudah disiapkan Pak Jo. Ia duduk berhadapan dengan Vaya yang duduk di sudut meja yang lain.
"Vaya, kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Vier berpura-pura terkejut.
"Kau itu ya, harusnya ketika suami pulang, sambutlah dengan senyum yang ceria, bukannya sinis begitu," ucap Vier dengan nada mengejek.
"Entahlah, aku bingung dengan posisiku saat ini. Daripada disebut istri, aku rasa tahanan rumah lebih cocok untukku," sahut Vaya.
Mike yang berdiri di samping Vier merasakan atmosfer menegangkan yang mulai menyelimuti mereka.
"Haha, tahanan rumah? Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?" tanya Vier.
Vier mulai mengisi piringnya dengan salad gulung dan daging panggang.
"Ya, aku merasa bahwa aku menjadi tahanan rumah lantaran aturan yang kau buat, melarangku untuk pergi tanpa seizinmu," ucap Vaya.
Vier mengunyah salad gulung dan juga daging panggangnya sambil tetap menatap Vaya yang terlihat berapi-api. Entah mengapa ia menikmati pemandangan itu.
Tidak usah senyum-senyum begitu! Menjijikkan! Sungut Vaya dalam hati.
"Aku membuat aturan itu untuk memastikan bahwa kau tidak akan kabur dari rumah ini," ucap Vier.
"Apa? Kabur?" Vaya terperangah.
"Ya, karena kau belum juga menandatangani kontrak pernikahan yang sudah kusiapkan," kata Vier.
"Haha, kontrak itu ya," Vaya tertawa berang.
"Ya, apa jaminan bahwa kau tidak akan kabur dari tanggung jawabmu yang telah mengacaukan pernikahanku?" tanya Vier.
Vaya mendelik gusar.
"Vier, bagaimana bisa aku menandatangani kontrak itu tanpa adanya negosiasi?" Vaya balik bertanya pada Vier.
"Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa aku cukup menjadi pengantin pengganti Selena saja?"
"Pengantin pengganti, tidak berarti sama dengan pengantin sungguhan kan?" Vaya tetap mempertahankan argumentasinya.
Vier masih tetap menyeringai, entah apa yang ada dalam pikiran pria itu karena Vaya tak mampu menebaknya.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Hanum Anindya
nasi Padang lebih enak vaya daripada makan sayuran mentah kaya gitumah 😂😂
2022-11-01
0
Hanum Anindya
vaya nggak ada pengantin pengntin, kamu itu udah sah jadi istri vier, itu cuma akal akalan vier aja supaya bisa menikah dengan kamu
2022-11-01
0
Kar Genjreng
jadi tawanan Vier... istri penganti... cuma tidak di kasih nafkah lahir untuk bayar adeknya sekolah dan ibunya buat hidup sehari hari... 😞😞😞😞😞
2022-07-06
0