****
Terlihat beberapa mobil mewah berjejer rapi di salah satu parkiran Hotel Grand Canyon, malam ini tampaknya akan ada acara yang di adakan di hotel itu. Dekorasi nan apik yang begitu megah, memanjakan mata bagi yang melihatnya.
Di tengah pintu terpasang red carpet yang memanjang hingga ke ambang pintu masuk. Hiasan bunga mawar berwarna ungu menyiratkan kemewahan dan keagungan, telah terpajang sangat rapi di bagian sisi kanan dan kiri karpet.
Tampak beberapa wartawan memenuhi area depan pintu hotel, sepertinya acara akan di hadiri beberapa artis dan pengusaha ternama di tanah air. Tak lupa kamera sudah di siapkan oleh mereka.
Beberapa petinggi sudah memasuki Ballroom Hotel. Tak lupa kamera flash light bercahaya memenuhi area depan pintu.
Suasana tampak riuh, saat mobil mewah dengan eksterior modis dan elegan berhenti tepat di pintu masuk.
Pintu mobil pun terbuka, tampak seorang pria dan wanita keluar dari dalam mobil.
Pria itu adalah Arnold Fabrizio Kardo, salah satu pengusaha ternama yang melejit namanya sejak 3 tahun belakang. Penampilannya begitu mewah dan modis. Di sampingnya, Rissa sedang bergelayut manja menggandeng tangan sang kekasih. Dia mengenakan pakaian sexy yang mengekspos lekukan tubuh. Rissa berjalan melengak-lengokkan tubuhnya.
Kamera Flash Light di arahkan pada 2 manusia yang baru saja memasuki area pintu masuk, mereka berjalan pelan ke dalam Ballroom. Rissa memberikan senyuman terbaiknya. Berusaha mencari muka di awak media, agar citranya tidak buruk. Pasalnya sebentar lagi dia akan menjadi Nyonya Kardo. Breslin tangan kanan Arnold melewati pintu masuk khusus, dia tahu diri. Dia hanyalah bawahan Arnold.
5 menit kemudian.
Terlihat satu mobil mewah lagi memasuki pelataran hotel.
Wartawan memusatkan perhatian, kembali mereka bersiap ingin memotret siapakah yang berada di dalam mobil.
Terlihat 2 pria tampan keluar dari dalam mobil dialah pengusaha yang baru melejit kurang lebih 1 tahun belakang dialah Leon Andersean dan Lexi tangan kanannya.
Busana yang di kenakan 2 pria itu sangatlah mewah. Setelan jas berwarna hitam senada dengan sepatu pantofel yang mereka kenakan. Lengan kekar dan kokoh membuat penampilan mereka semakin sempurna. Sorot mata tajam Leon membius kaum hawa, rahang wajah kokoh yang di tumbuhi bulu-bulu halus serta hidung yang mancung, menjadi daya tarik tersendiri.
Mereka berjalan beriringan. Secepat kilat Lexi meminta kode untuk tidak memotret Leon. Wartawan pun menuruti permintaan pengusaha ternama nomor 2 saat ini di Indonesia.
Lexi mendekat ke arah Leon.
"Tuan, sepertinya tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan?"
Leon hanya menganggukkan kepala, mereka pun berjalan memasuki Ballroom.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di dalam Leon disambut oleh si pemilik acara.
"Selamat datang, Tuan Andersean," ujar pria bertubuh tambun yang berusia sekitar 41 tahun, dia tersenyum dan berjabatan tangan dengan Leon dan Lexi.
Leon menganggukkan kepala.
Lexi tersenyum. "Terimakasih atas undangannya pak," ucap Lexi sebagai juru bicara. Para pengusaha sudah tahu watak dari Leon Andersean, mereka tidak heran lagi.
"Tuan Andersean mari kita bergabung di ruangan VIP."
"Baik," ujar Leon sembari mengikuti langkah kaki si pemilik acara. Lexi pun mengikuti langkah kaki Leon di belakang sambil matanya melirik ke setiap sudut ruangan.
Ruangan VIP.
Ruangan sudah di penuhi beberapa tamu penting. Tampak mereka sedang berbicara tentang masalah pekerjaan ataupun bergosip ria. Minuman champagne dan makanan tersedia di atas meja kaca yang bulat.
Leon duduk tepat di depan musuhnya, siapa lagi kalau bukan Arnold. Dia sengaja!
Sedari tadi ekor mata Arnold memperhatikan Leon yang baru saja memasuki ruangan bersama Lexi.
Leon tak mengubris tatapan dari Arnold. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Lain halnya dengan Lexi, dia menahan amarahnya mengingat perbuatan keji Arnold yang di lakukan kepada Lunna. Tapi dia bersikap profesional, Lexi berdiri tepat di belakang Leon seperti patung.
Ting.. Ting.. Ting.
Suara dentingan gelas.
"Attention please!" ujar pria bertubuh tambun.
Seketika para tamu undangan memusatkan perhatian.
"Terimakasih karna sudah hadir di acara yang saya selenggarakan. Nikmatilah makanan dan minuman yang tersedia. Jika lapar tambahlah lagi," ujarnya sambil terkekeh pelan.
"Terimakasih kembali Pak Toni, ini sudah banyak sekali. Perut ku nanti kembung." Salah satu tamu terkekeh pelan.
Beberapa tamu undangan pun ikut terkekeh mendengar guyonan tersebut. Mereka kembali meneruskan aktivitasnya yang tertunda .
Lexi menawarkan minuman anggur kepada Leon. Leon pun menerima dan meminum hingga tandas.
Sedari tadi Arnold tak melepas pandangan pada Leon.
"Sayang!" panggil Rissa yang berada di samping. Tampaknya Rissa sudah selesai bergosip dengan teman sosialita yang menjadi tamu undangan juga.
"Iya sayang." Arnold menoleh ke arah Rissa.
"Jangan anggurin aku donk!" Rissa berdecak kesal.
"Ngak kok sayang." Arnold mengecup sesaat bibir Rissa.
"Menjijikan!" Celetuk Lexi yang melihat interaksi kedua manusia yang berada di hadapannya.
"Apa kata mu?" Arnold bereaksi terhadap perkataan Lexi. Rissa yang melihat suasana tak nyaman segera berlalu pergi ke tempat teman sosialitanya berada tadi.
Lexi menatap tajam Arnold seraya tersenyum sinis.
"Tuan Andersean sepertinya kau harus mengajari bawahan mu untuk beretika." Arnold menatap tajam Leon.
Leon tampak tenang, dia mengacuhkan perkataan Arnold. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain.
Lexi terkekeh pelan melihat Leon mengacuhkan Arnold.
"Sombong sekali kau Tuan Andersean. Apakah anak mu kembali dengan selamat?" Arnold tersenyum sinis.
Leon bereaksi mendengar perkataan Arnold, seketika sorot matanya tajam dan dingin. Aura kegelapan tampak di sekeliling tubuhnya. Lexi bergedik ngeri melihat reaksi Leon. Lexi juga menahan diri untuk tidak melakukan tindakan bodoh.
Leon menahan amarah, dia berusaha menguasai emosinya. Lexi menepuk pundak Tuannya, berniat menyadarkan Leon.
Leon segera tersadar, untung saja dia bisa mengontrol emosinya. Dia menarik napas dalam.
1 menit kemudian.
"Breslin!" panggil Arnold kepada tangan kanan yang tidak berada jauh darinya.
Mendengar panggilan, Breslin pun segera mendekat ke arah Arnold.
"Ambilkan rokokku. Mulutku sudah kering!" Titahnya.
"Baik, Tuan."
Breslin mengambil tas khusus barang bawaan Arnold. Dia segera mengambil rokok dan memberikan pada Tuannya.
Terlihat kepulan asap mulai memenuhi ruangan, beruntung ruangan tersebut memang di khususkan untuk merokok.
Arnold menghirup rokok itu dengan perlahan. Dia melirik ke arah Leon yang diam tak bersuara, hanya gerakan matanya sesekali mengarah pada dirinya. Entah apa yang dipikirkan rivalnya.
Lantas Arnold menawarkan rokok kepadanya.
"Kau tak ingin rokok." Arnold memegang 1 bungkus rokok mahal favoritnya.
Leon tak bereaksi, dia diam hanya menatap tajam.
"Tuan tak merokok, dia anti dengan asap rokok Tuan Arnold," ujar Lexi menatap tajam.
Arnold tersenyum sinis, dia ingin bermain dengan rivalnya itu.
"Pantas saja, anakmu batuk ketika aku menghirup asap rokok di dekatnya," ujar Arnold pelan. Dia sengaja memancing amarah, agar membuat image Leon buruk di depan tamu undangan.
Leon sudah tak tahan, lantas dia segera bangkit berdiri dari tempat duduk.
BUGH.
Satu tinju mendarat tepat di pipi Arnold. Tampak darah mengalir di sudut bibirnya, dia meludah ke sembarangan tempat. Secepat kilat matanya mengarah ke depan siapa yang berani meninjunya.
"Sial!" Batin Arnold.
Ternyata Lexi lebih cepat dari Leon, Lexilah yang meninju Arnold. Mata Lexi tampak memerah. Dia sudah tak tahan. Pengecut itu dari awal mempermainkan emosi Tuannya.
Terlebih lagi dia membahas Lunna, biarlah dia mati di tangan Tuannya, daripada telinganya sakit mendengar nama Lunna di sebut oleh Arnold.
Seketika para tamu undangan memusatkan perhatian dengan kegaduhan yang terjadi.
"Hei, Leon kau ajari bawahan mu untuk hormat pada ku!" teriak Arnold mulai memprovokasi para tamu di ruangan.
Leon dengan santai menatap para tamu undangan berusaha meluruskan keributan yang terjadi.
"Maaf, para hadirin. Ini kesalahan ku, Lexi sudah ku anggap seperti saudaraku, dia bukan hanya bawahanku. Dia juru bicara ku. Aku yang salah tidak mengajari dia. Maaf atas kegaduhan yang telah terjadi," ujar Leon datar tanpa ekspresi.
Lexi menundukkan kepala, dia malu karna tak bisa profesional. Leon tak pernah merendahkan dirinya.
Arnold menatap tajam pada keduanya, rencana untuk mempermalukan Leon gagal.
Para tamu undangan tampak menganggukkan kepala, mereka kembali sibuk dengan rutinitasnya.
Dikarenakan suasana sudah tak nyaman, Leon mengajak Lexi untuk segera pulang. Mereka pun berpamitan kepada Pak Toni.
Di ambang pintu keluar.
"Tunggu Tuan!" panggil seseorang dari arah belakang.
Leon dan Lexi memutar tubuh, mereka mengernyitkan dahi. Kenapa dengan tangan kanan rivalnya.
Leon memberikan kode pada Lexi, untuk menyusulnya ke dalam mobil. Lexi langsung mengerti dengan maksud Leon.
Breslin mendekati Lexi, dia terlihat ingin berbicara. Dia menoleh ke kanan dan kiri, seperti memastikan sesuatu. Lexi mengernyitkan dahi melihat gelagat Breslin.
"Ada apa?" tanya Lexi menatap tajam pada tangan kanan rivalnya.
Breslin tampak ragu-ragu." Begini, apakah Lunna sudah di temukan?" tanya Breslin tampak khawatir.
"Apa pedulimu?" Lexi tampak heran.
"Nona sudah kembali dengan selamat. Kalian mengharapkan apa?" Lexi tersenyum sinis sembari berlalu pergi meninggalkan Breslin.
Breslin terdiam, entah apa yang di pikirkannya. Sepersekian detik Breslin mengelus dada.
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Ranran Miura
Unch, Breslin care sekalee
2022-05-22
2
Ranran Miura
johh, di depan umum hlo itu 🙈🙈
2022-05-22
1
Ranran Miura
ih, ganteng2 jomblo abadi wkwkwk
2022-05-22
1