Andini sudah sampai di rumahnya. Rasanya baru kemarin Andini merasa hidup tenang dan nyaman di rumahnya sendiri, sekarang dia harus kembali ke rumah Rico untuk menepati janjinya pada Dinda. Bukan hanya menepati janjinya pada Dinda, dia juga terpaksa demi anaknya yang sangat membutuhkan dirinya saat ini.
Andini langsung mengemasi baju-bajunya untuk dibawa ke rumah Rico besok pagi supaya besok pagi sehabis subuh lansung bisa ke rumah Rico.
“Ini demi kamu, Syad. Kuatkan ibu supaya bisa menghadapi sikap dingin papamu ya, Nak?” gumam Andini.
^^^
Rico tidur di sebelah Arsyad. Dia melihat wajah polos putranya yang sangat mirip dengan dirinya. Hasil cetakan yang sempurna sekali, kolaborasi antara dirinya dengan Andini terpahat sempurna di wajah Arsyad.
Rico masih teringat wajah Andini yang hampir saja menangis saat tadi dia bicara dengan sinis padanya waktu Andini akan pulang.
“Bukan aku benci denganmu, Ndin. Aku hanya benci dengan keadaan ini. Aku sudah berjanji dengan Dinda untuk belajar menerimamu dan mencintaimu, tapi aku tidak bisa. Aku sama sekali tidak bisa. Melihat kamu sama saja aku melihat wajah Dinda, sakit sekali rasanya. Aku menepati janjiku pada Dinda, tapi ini semua karena Arsyad, Ndin, bukan karena aku memberi kesempatan lagi untuk kamu menjadi istriku. Itu tidak akan mungkin, dan tidak akan pernah bisa, karena aku sangat mencintai Dinda,” gumam Rico.
^^^
Pagi-pagi sekali Rico sudah keluar rumah. Sehabis salat subuh dia langsung mengambil kunci mobil dan berangkat ke makam Dinda. Hidupnya seakan tidak berarti lagi tanpa Dinda. Sesampainya di pemakaman, Rico langsung turun dan berjalan ke arah makam Dinda. Rico berjongkok dan langsung mengucapkan salam, lalu mencium nisan Dinda.
“Kamu tahu, Sayang. Mulai hari ini Andini akan tinggal di rumah. Itu yang kamu mau kan, Sayang? Tapi, aku minta maaf, aku tidak bisa memenuhi permintaan kamu yang menyuruhku untuk belajar mencintai Andini. Aku tidak bisa, Sayang. Aku hanya mencintaimu, aku menyuruh Andini kembali ke rumah, hanya untuk Arsyad, dia masih sangat membutuhkan ibunya. Mungkin laki-laki di luar sana akan senang memiliki dua istri, tapi tidak bagiku. Tidak mudah aku membagi hatiku dengan wanita lain, meski raga ini sudah terbagi, untuk kamu dan Andini. Namun, hati ini tetap satu untuk kamu, Dinda. Aku pulang, ya? I love you bidadari surgaku,” ucap Rico.
Rico langsung melajukan mobilnya untuk pulang. Dia membayangkan bagaimana nanti di rumah ada Andini. Kembalinya Andini di rumah malah membuatnya selalu ingat Dinda, dan sakit saat melihat Andini.
Rico sampai di rumahnya, dia melihat mobil Andini sudah terparkir di halaman rumahnya sepagi ini. Rico masuk ke dalam rumahnya, dia melihat Andini sedang memggendong Arsyad. Arsyad yang tahu papanya datang, dia langsung merentangkan tangannya karena ingin ikut dengan papanya.
“Arsyad mau ikut papa? Hmm ... mau digendong papa, ya?” ucap Andini saat Arsyad meliukan tubuhnya ke depan seperti meminta digendong papanya.
Namun, Rico hanya melewati Arsyad dan tidak menghiraukan Andini yang bicara, dan Arsyad yang minta di gendong dirinya.
“Maafkan papa, Syad. Papa belum bisa, papa belum siap dengan ini,” gumam Rico.
^^^
Andini menggeleng pelan, dia benar-benar tidak menyangka Rico akan bersikap seperti itu dengan anaknya. Dia bisa terima kalau Rico bersikap dingin dengan dirinya, tapi kalau dengan Arsyad, Andini sangat marah sekali sebenarnya. Tapi, mau bagaimana lagi, Andini hanya bisa diam meski hatinya sakit dan marah Rico bersikap seperti itu pada Arsyad.
“Maafin papa kamu ya, Nak. Papa masih belum stabil hatinya. Nanti kita buat hati papa melunak lagi, ya? Arsayd kan anak pintar. Sekarang Arsyad mainan di kereta dorong dulu, ibu mau menyiapkan sarapan untuk papa,” ucap Andini lirih dengan menaruh Arsyad di kereta dorongnya.
Selesai menata sarapan, Andini melihat Rico keluar dari kamarnya, dia sudah siap untuk ke kantor. Andini langsung memanggil Rico untuk sarapan dulu, tapi Rico cuek dan langsung berjalan keluar. Bi Ana yang baru saja selesai menyuapi Arsyad, juga melihat Rico yang seperti itu sikapnya pada Andini.
“Sabar, ya bu?” ucap Bi Ana.
“Iya, Bi,” jawab Andini dengan mata berkaca-kaca.
Andini langsung tersenyum melihat Arsyad yang sedang tertawa, entah tertawa karena apa, mungkin karena mainannya atau apa. Air mata Andini yang hampir terjatuh, kini bisa Andini tahan karena melihat tawa Arsyad.
“Kamu itu kekuatan ibu, Nak. Ibu sayang Arsyad. Arsyad ikut ibu kerja, ya? Biar ibu tambah semangat kerjanya,” ucap Andini pada Arsyda.
“Ibu kerja di mana?” tanya Bi Ana.
“Di caffe, Bi. Aku enggak enak, kemarin sudah izin, jadi aku boleh bawa Arsyad ke tempat kerjaku ya, Bi?” pamit Andini.
“Boleh dong, Bu, tapi bosnya ibu gimana nanti kalau ibu bawa Arsyad?” tanya Bi Ana.
“Tenang saja kalau itu, bosnya baik kok bi,” jawab Andini.
“Ya sudah kalau gitu berarti aman. Bibi ke belakang dulu, Bu,” pamit Bi Ana.
“Iya, Bi.”
Andini langsung membawa Arsyad ke kamarnya. Andini langsung memandikan Arsyad, dan menata perlengkapan Arsyad untuk di bawa ke cafe.
Andini sudah siap untuk berangkat ke cafe dengan membawa Arsyad, tinggal menunggu taksi online yang ia pesan saja. Tidak mungkin Andini pakai mobil sendiri dengan membawa Arsyad, atau mungkin meminta Pak Agus untuk mengantarnya. Lebih amannya dia memilih untuk naik taksi ke cafenya.
"Semua udah siap, anak ibu udah ganteng, yuk ikut ibu kerja, tapi Arsyad jangan rewel, ya? Kita nunggu taksi datang dulu, oke,” ucap Andini pada Arsyad.
Sesampainya di cafe, Andini langsung masuk ke dalam ruangannya. Andini merasa bahagia sekarang bisa dekat lagi dengan buah hatinya yang sudah empat bulan lamanya berpisah dengannya.
“Mbak, itu anak siapa?” tanya manager cafe yang bernama Iva.
“Ini anakku, Va? Ganteng, kan? Lihat mirip aku banget, kan?” jawab Andini dengan menunjukka Arsyad.
“Mbak jangan ngadi-ngadi ah, masa mbak dah punya anak? Kapan nikahnya?”
“Satu tahun yang lalu, lah! Kamu kira aku belum menikah? Aku sudah punya anak, Va .... Tante Iva mau gendong Arsyad?” ucap Andini.
“Cakep banget kamu, Nak. Sini sama tante.”
Andini memberikan Arsyad pada Iva. Iva masih saja belum percaya kalau Andini sudah menikah dan punya anak, padahal yang Iva tahu Andini hidup sendiri di rumahnya.
“Mbak gak bohong, kan? Mbak kan tinggal sendiri di rumah? Masa mbak dah punya anak dan suami, mbak bohong pasti, ini pasti anak saudara mbak, kan? Iya wajahnya mirip mbak, tapi gak mungkin mbak punya anak dan sudah menikah.”
“Ehm ... ayo ke ruangnku, aku akan ceritakan semuanya biar kamu percaya.”
Andini mengajak Iva masuk ke dalam ruangannya. Dia menceritakan semua apa yang terjadi pada dirinya tanpa di tutup-tutupi lagi. Iva tidak menyangka ternyata kehidupan bosnya yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri sangat pelik dan menyakitkan.
“Sudah tahu kan sekarang?” tanya Andini.
“Iya, Mbak.”
“Ya sudah, nanti habis makan siang adain meeting, ya? Aku mau memberitahukan pada semua karyawanku soal aku yang sebenarnya. Soal Arsyad.”
“Iya, Mbak. Kalau gitu aku pamit keluar, ya?”
“Iya.”
Andini mengerjakan laporan yang kemarin belum ia kerjakan. Beruntung Arsyad tidak rewel. Selesai semua pekerjaannya, Andini mengajak Arsyad ke depan, kasihan dari tadi hanya di ruangannya saja.
“Yuk keluar, biar enggak jenuh di sini terus.” Andini menggendong Arsyad dan membawanya keluar dari ruangannya.
Semua karyawan yang melihat tanya pada Andini soal anak kecil yang lucu yang sedang digendong Andin.
“Bu itu anak siapa? Lucunya?” tanya salah satu karyawan Andini.
“Anak saya dong? Mirip saya, kan?” Jawab Andini dengan mencium pipi Arsyad.
“Masa ibu punya anak? Bukannya ibu belum menikah? Tapi anak ini mirip ibu sekali?” ujarnya.
“Iya, ini anak saya,” jawab Andini. “Ehm ... tadi Iva sudah bilang akan ada meeting sebentar, kan?” tanya Andini.
“Iya, Bu,” jawabnya.
“Ya sudah, sekarang saja, mumpung cafe sedang sepi, yuk sebentar ke ruangan meeting? Ada hal yang ingin saya bicarakan sama kalian semua.”
“Baik, Bu,” jawabnya.
Semua karyawan sudah berkumpul di ruang meeting. Ini saatnya Andini untuk menyampaikan dan memberitahu siapa Andini sebenarnya, dan juga soal Arsyad. Akhirnya semua karyawan Andini di Cafenya sudah tahu, kalau dirinya sudah menikah dan memiliki anak. Tapi, Andini tetap merahasiakan kalau dia adalah istri kedua dari Rico Alfarizi.
Selesai semua pekerjaannya, Andini pamit pada Iva untuk pulang, dia menitipkan semuanya pada Iva, orang kepercayaannya selama dia membuka cafe.
Sesampainya di rumah, Andini langsung membawa Arsyad ke kamarnya. Arsyad tertidur saat perjalanan pulang tadi. Mungkin dia lelah, karena setengah hari menjadi piala bergilir karyawan Andini di cafe. Semua ingin mengajak Arsyad yang sangat lucu dan menggemaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Vivi Bidadari
Rico sok" jual mahal ditinggal Andin dan Arsyad bingung, sedih gaul entar ujung" nya bucin deh kamu Rico lain dimulut lain pula tingkahnya nnti nemplok macam cicak 😄
2023-01-31
0
Aditya Rizky
ngapain andini masih dirumah Rico mending pergi aja drpd gk di anggap
2021-03-12
4
Nur Lizza
andini yg sabar ya hrs semangat
2021-03-10
2