Dinda memanggil Andini di kamar untuk keluar melaksanakan Ijab Qobul. Andini terlihat sedang menangis. Dinda mendekati Andini yang sedang menghapus air matanya karena Dinda melihat dirinya sedang menangis. Dinda tahu perasaan Andini saat ini, ini juga salah Dinda yang memaksa Andini untuk menikah dengan Rico.
“Maafkan aku, Ndin. Aku sudah membuat hidupmu serumit ini. Mungkin bagi kamu ini lebih rumit daripada memiliki utang banyak. Aku yakin setelah ini semua akan baik-baik saja, maafkan aku,” ucap Dinda.
“Mungkin ini sudah ketetapan dari Allah, aku harus seperti ini, Mbak,” jawab Andini dengan suara serak dan menahan tangisnya.
"Semoga ini yang terbaik untuk kita, Ndin. Ayo Andin keluar, Mas Rico dan penghulu sudah menunggumu di luar,” ajak Dinda.
“Iya, Mbak.” Andini langsung menyeka air matanya sebelum keluar dari kamarnya.
Dinda menggandeng Andini dan mendudukan Andini di samping Rico. Mata Dinda sudah tidak bisa lagi menahan air matanya yang sudah mendesak ingin keluar dari sudut matanya. Namun, sebisa mungkin Dinda menahannya agar dia tidak menangis.
“Aku harus kuat, aku ikhlas, Ya Allah ...,” gumam Dinda.
"Ibu Adinda, apa ibu benar-benar rela dan ikhlas lahir batin, serta meridhoi suami ibu untuk menikah dengan saudari Andini?” tanya Pak Penghulu yang duduk di hadapan Mas Rico.
"Saya ikhlas dan ridho, Pak,” jawab Dinda dengan menahan tangisnya. Air mata Dinda terasa memberontak ingin menerobos sudut matanya, namun dia tetap berusahan menahan agar tidak menetes.
"Pak Rico, apa bapak yakin akan menikahi saudara Andini dan menjadikan istri kedua yang sah, serta bisa berlaku adil pada kedua istri Pak Rico?” tanya Penghulu pada Rico.
“Saya yakin, dan Insya Allah saya akan berlaku adil pada kedua istri saya,” jawab Rico dengan tegas, meski dia terpakasa, karena ini adalah permintaan Adinda.
Rico menatap Dinda dengan tatapan sendunya. Mata terlihat berkaca-kaca, namun dia hanya menahan dan diam menatap Dinda yang duduk di sebelah Andini.
“Saudari Andini, apa saudari siap untuk menikah dengan Pak Rico, sebagai istri kedua Pak Rico?” tanya Penghulu pada Andini.
“Insya Allah saya siap, Pak,” jawab Andini dengan menunduk.
Sejujurnya sakit sekali hati Dinda melihat dan menyaksikan apa yang terjadi hari ini. Dia harus menyaksikan pernikahan kedua suaminya dengan wanita pilihannya. Pernikahan yang Dinda inginkan, meski menyakiti hatinya, tapi setidaknya dia sudah memberi kesempatan suaminya agar memiliki keturunan.
Rico mengucapkan ijab qobul dengan lantang dan tegas di hadapan penghulu, wali, dan para saksi. Dinda memegang dadanya yang sesak menahan tangis, mendengar suaminya dengan gagah mengikrarkan janji sehidup semati dengan Andini di hadapan penghulu. Terdengar kata sah dari para saksi yang menyaksikan pernikahan Andini dan Rico.
Air mata Dinda terurai deras dan mengalir di pipinya. Suara isakannya terdengar hingga ke telinga Rico. Rico juga sudah tidak bisa membendung tangisannya. Dia menangis, dan langsung mendekati Dinda lalu memelukanya erat.
"Sayang maafkan aku, maafkan aku yang sudah menyakitimu,” ucap Rico di sela-sela tangisannya.
"Aku tidak apa-apa, Mas. Maafkan aku juga, terima kasih kamu sudah mengabulkan permintaanku. Belajarlah mencintai Andini, seperti mas mencintaiku. Perlakukan Andini dengan sebaik mungkin, seperti mas memperlakukanku sebagai istri mas,” ucap Dinda.
"Iya, Insya Allah, Sayang,” ucap Rico dengan mencium kening Dinda.
Rico kembali duduk di sebelah Andini. Andini mencium tangan Rico. Rico menyematkan cincin pada jari manis Andini, lalu mencium kening Andini.
"Ya Allah, jangan biarkan hati ini sakit melihatnya. Ini semua aku yang meminta. Beri aku kekuatan untuk menjalani hidupku setelah ini," gumam Dinda yang melihat suaminya mengecup kening Andini.
^^^
Pernikahan mereka yang diinginkan Dinda akhirnya terlaksana. Malam ini, Dinda mencoba merelakan dan mengikhlaskan suaminya untuk menunaikan kewajibannya pada Andini. Dinda masih belum juga bisa tidur, dia berdiri di dekat jendela kamarnya, dengan pandangan matanya keluar menatap gelapnya malam dengan tatapan kosong.
Dinda sedikit terjingkat karena tiba-tiba suaminya memeluk dia dari belakang. Rico menenggelamkan wajahnya di tengkuk Dinda, dan memeluk Dinda sangat erat. Terdengar isak tangis Rico di telinga Dinda, dan Dinda merasakan air mata Rico membasahi tengkuknya.
Dinda membalikkan tubuhnya, dia mengusap air mata Rico dan mencium kelopak mata Rico.
“Mas, kenapa kamu masih di sini?” tanya Dinda.
"Aku masih ingin memelukmu, Sayang,” jawabnya dengan mengeratkan lagi pelukannya pada Dinda.
Dinda mengurai pelukan Rico dan mengisyaratkan pada Rico kalau dirinya baik-baik saja. Dia juga meminta Rico kembali ke kamar Andini, untuk menunaikan kewajibannya dengan Andini.
Rico masuk ke kamar Andini, dan melihat Andini sedang duduk di tepi ranjang dengan mata yang sembab seperti habis menangis. Rico mendekati Andini dan duduk di sebelahnya. Andini hanya mengurai senyuman sednunya dan kembali menundukkan kepalanya, karena tidak mau berlama-lama menatap Rico.
“Tidak ada wanita sebaik Mbak Dinda, yang mau berbagi suaminya dengan wanita lain. Padahal suaminya sangat tampan seperti ini. Andini, kamu jangan berpikiran macam-macam. Kamu di sini hanya sebagai rahim pengganti saja, jangan terbawa oleh rasa, Ndin. Kamu harus ingat kebaikan Mbak Dinda,” gumam Andini.
Rico membuang napasnya dengan kasar saat menatap Andini. Dia benar-benar tidak bisa melakukannya dengan wanita yang berada di sampingnya yang sekarang sudah sah menjadi istri keduanya.
"Andin ....” Suara bariton Rico terdengar memanggil Andini dan setengah mengagetkan Andini yang masih memikirkan nasibnya sekarang.
“I—iya, Mas,” jawab Andini dengan gugup.
“Kamu tahu, aku sangat mencintai Dinda, dan aku tidak mau menyakitinya? Namun, sekarang ada kamu, wanita pilihan Dinda, dan kamu adalah istriku juga. Izinkan aku melaksanakan tugasku sebagai suamimu, itu permintaan Dinda, Ndin. Tolong penuhi kenginan istriku yang sangat aku cinta. Aku terpaksa melakukan ini denganmu, karena sedikit pun, aku tidak memiliki rasa denganmu. Aku hanya terpaksa, aku harap kamu bisa mengerti, dan merasakan bagaimana menjalin pernikahan tanpa cinta.” Ucapan Rico begitu menohok di hati Andini. Namun, Andini menyadari keadaannya, dan ia pun tidak bisa menolak permintaan Dinda.
“Jujur hatiku sakit, aku benar-benar sebatas Rahim Pengganti Mba Dinda saja. Bagaimana tidak, Mas Rico mau melakukan hubungan suami denganku hanya karena Mba Dinda? Bahkan, dia terang-terangan bilang terpaksa melakukannya. Bagaimana nasibku setelah ini, Ya Allah. Aku pasrahkan semuanya pada-Mu, Ya Rabb,” gumam Andini.
“Aku tidak memaksakan Mas Rico untuk melaksanakan tugas Mas sebagai suamiku malam ini, jangan melakukannya karena terpaksa, Mas, jika mas belum siap melakukannya, lebih baik jangan," ucap Andini.
"Aku akan tetap melaksanakan tugasku sebagai suamimu sekarang, Andin. Kamu sudah wudhu? Kalau belum, ambil air wudhu dulu, kita shalat dulu, Ndin." Rico menyuruh Andin mengambil air wudhu, dia juga memberanikan diri menyentuh kepala Andin saat tadi menyuruhnya berwudhu.
"Iya, Mas. Aku ke kamar mandi dulu,” ucap Andini.
Andini tercenung di depan cermin yang berada di kamar mandi. Degub jantungnya semakin kencang, dia tidak tahu, harus menolak atau menyerahkan semuanya pada Rico malam ini.
“Jika memang malam ini aku harus menunaikan kewajibanku, semoga dengan semua ini, aku bisa memberikan keturunan yang baik untuk Mas Rico,” gumam Andini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Ayu Andira Jhie
sedih bngt thor
2021-05-23
0
Nur Lizza
yg sabar ya andini di blik ini semu pasti ada kebahagiaan
2021-03-10
0
Lovesekebon
istri" sholeha🥺
2021-03-07
0