Dinda menaruh Arsyad dalam box dan merebahkan tubuhnya di sofa, karena merasa lelah dan mengantuk. Andini juga kembali tidur, sedangkan Rico, dia melihat Arsyad yang sedang berada di box bayi yang juga tertidur pulas. Rico tersenyum melihat putranya yang sangat tampan tertidur dengan mulutnya bergerak-gerak lucu.
Rico merasa kantuknya menyerang dirinya, dia tidur dengan kepalanya di sandarkan di ranjang Andini. Baru saja memejamkan matanya, dia mendengar alarmnya berbunyi. Dia bergegas mengambil ponsel di dalam sakunya, karena dia tidak ingin mengganggu tidur kedua istrinya, apalagi kalau Arsyad sampai terbangun. Rico juga mendengar Adzan Subuh yang dikumandangkan di Masjid yang ada di rumah sakit. Rico melihat Dinda yang masih tertidur pulas, Andini juga tertidur sangat pulas sekali. Rico membangunkan Dinda, dan mengajaknya untuk Salat Subuh.
"Sayang, bangun ... Salat Subuh dulu, yuk?" Rico membangunkan Dinda, dan mengajaknya untuk Salat Subuh bersama.
"Sudah subuh, Mas? Maaf aku ngantuk sekali sampai tidak mendengar Adzan Subuh.” Dinda langsung terbangun saat Rico membangunkannya.
Selesai Salat, Dinda duduk di samping box bayi Arsyad. Dia mengelus pipi Arsyad yang masih tertidur pulas. Andini juga masih tertidur pulas, namun seketika Arsyad menangis, dan Andini langsung terbangun.
“Ndin, Arsyad haus mungkin, mbak bantu kamu duduk, ya? Terus kasih Arsyad ASI,” ucap Dinda.
Dinda membantu Andini untuk duduk. Dia sudah bisa duduk, meski masih menahan sakit di bagian perutnya yang baru saja dijahit. Namun, seketika rasa sakitnya memudar saat melihat Arsyad menyusunya dengan lahap.
“Anak ibu lapar sekali, Ya?” ucap Andini dengan mengelus pipi Arsyad.
Dinda dan Rico melihat Andini sedang menyusui Arsyad. Mereka bahagia melihat kelahiran Arsyad. Terutama Dinda, dia merasa bahagia sekali, suaminya bisa memiliki keturuan meski bukan dari rahimnya.
“Aku ingin kamu selamanya menjadi istri Mas Rico, Ndin. Kalau aku tidak ada, siapa yang akan menjaga dua lelakiku yang sangat aku cintai dan aku sayangi? Siapa yang akan menjaga Mas Rico dan Arsyad kalau aku sudah meninggalkan dunia ini, Ndin?” gumam Dinda.
^^^
Pagi hari, suster mengantarkan makanan untuk Andini. Kata Dokternya Andini sudah bisa minum dan makan. Rico segera mengambil bubur untuk Andini dan akan menyuapinya. Dinda mengambil Arsyad dari pangkuan Andini, dia menggendong Arsyad yang tertidur lagi setelah menyusu ibunya.
“Arsyad sama mama dulu, ya? Biar ibu makan dulu.” Dinda mengambil Arsyad dari pangkuan Andini dan menggendongnya. Dia menimang Arsyad dan terus menciumi pipinya. Rasanya tidak ada yang membuat Dinda bahagia lagi, kecuali bersama Arsyad.
“Ndin, makan dulu buburnya. Aku suapi kamu,” ucap Rico.
“Biar aku makan sendiri saja, Mas.” Andini meminta mangkuk buburnya, tapi Rico tetap ingin menyuapi Andini.
“Aku suapi kamu saja, Ndin,” ucap Rico, Andini hanya menganggukkan kepalanya saja.
Rico menyuapi Andini dengan sesekali melihat ke arah Dinda yang sedang menggendong Arsyad.
“Ndin, sekali lagi terima kasih, ya? Kamu membuat Dinda bahagia seperti sekarang ini,” ucap Rico. “Lihat, Dinda sangat bahagia sekali ada Arsyad, sampai lupa dengan sakitnya,” imbuhnya.
“Iya, Mas, sama-sama. Aku kadang berpikir kenapa Allah memberi cobaan berat pada orang sebaik Mbak Dinda?” ucap Andini.
“Allah sayang sama Dinda, Ndin. Allah meemberi cobaan pada perempuan yang hebat seperti Dinda, dan Dinda dengan sabar menerima cobaan dari Allah,” ucap Rico.
“Mungkin kalau aku jadi Mbak Dinda, aku tidak bisa setegar dan sekuat Mbak Dinda, Mas.” Andini berkata dengan menatap Dinda yang sedang mengajak ngobrol Arsyad, meski Arsyad sedang tertidur.
“Kata siapa? Kamu juga perempuan yang kuat, tegar, dan hebat. Maafkan kami, Ndin, sudah membawa kamu terlibat dalam masalah rumah tangga kami.” Rico mengusap kepala Andini dengan lembut sambil menatap wajah Andini yang masih sedikit pucat.
Andini tersenyum melihat suaminya yang berlaku lembut pada dirinya. Ada perasaan yang sulit diartikan di hati Andini. Cinta. Mungkin ada sedikit cinta yang sudah tumbuh untuk Rico. Tapi, Andini sebisa mungkin menepiskan rasa itu. Andini tahu diri, karena bagaimanapun dia hanya wanita yang disewa rahimnya oleh Rico dan Dinda.
“Mbak Dinda, jangan terlalu capek.” Andini mengalihkan tatapannya pada Rico yang juga menatapnya. Dia takut karena perasaannya semakin tidak menentu saat menatap Rico, apalagi saling menatap seperti tadi.
“Siapa bilang mama capek ya, Syad? Mama senang gendong Arsyad, Bu.” Dinda berkata dengan terus menimang Arsyad. “Utu ... tu ... kok nangis? Arsyad lapar lagi? Mau mimi lagi? Ya sudah ke ibu, yuk? Ibu sudah selesai tuh sarapannya, sekarang giliran Arsyad sarapan.” Dinda membawa Arsyad ke pangkuan Andini.
“Lapar lagi anak ibu, ya?” Andini menyusui Arsyad dengan menatap lekat wajah Arsyad yang mungkin nanti setelah tiga bulan tidak akan menatapnya lagi seperti sekarang.
Dinda merasa badannya sudah pegal dan sudah merasa lelah sekali. Dia memutuskan untuk pulang ke rumah, dan istirahat di rumah.
"Mas, aku pulang ke rumah saja, ya? Mas di sini saja, jagain Andini, tidak usah ke kantor dulu," pamit Dinda pada Rico.
"Kamu tidak apa-apa kalau di rumah dengan Bi Ana saja?" Rico yag sedikit khawatir dengan Dinda, karena dia dari kemarin sakitnya kambuh terus.
"Jangan khawatir, Mas, aku tidak apa-apa," jawab Dinda.
"Mbak, biar aku yang di sini sama Bi Ana saja, Mbak pulang sama Mas Rico," ucap Andini.
"Andini kamu lebih butuh Mas Rico daripada Bi Ana, lagian Bi Ana semalam langsung pulang dengan Pak Agus setelah kamu dipindahkan di ruangan ini, tidak usah khawatir, aku sama Bi Ana saja di rumah,” ucap Dinda.
“Ya sudah, terserah Mbak Dinda saja. Mbak hati-hati pulangnya, ya? Kalau sudah sampai kabari aku atau Mas Rico,” ucap Andini.
“Iya, Ndin,” jawab Dinda.
"Mas Rico, Andini, aku pamit pulang, ya? Arsyad sayang, jangan rewel, ya? Mama pulang dulu." Dinda pamit dan mencium Arsyad.
"Iya mama, hati-hati, ya?" Andini menjawab dengan suara seperti anak kecil.
"Hati-hati ya, Sayang? Kamu sudah pesan taksi?" Rico mencium dan memeluk Dinda.
"Sudah, aku sudah memesan taksi, aku pulang, ya? Assalamualaikum ....”
"Wa'alaikumussalam," jawab Andini dan Rico.
Andini memberikan Arsyad pada Rico yang meminta menggendongnya. Kebahagiaan terpancar dari wajah Rico, meski lelah, tapi rasa lelahnya kalah dengan rasa bahagianya karena memiliki anak.
"Arsyad, ibu tidak salah kalau nanti kamu akan dibesarkan mama dan papamu, Nak. Maafkan ibu, Sayang, doa ibu selalu untukmu. Jadilah laki laki yang taat dengan agamamu, Nak," gumam Andini.
^^^
Dinda sudah sampai di rumah. Dia langsung merebahkan tubuhnya karena merasa sangat lelah sekali. Meski lelah, dia sangat bahagia karena suaminya sudah bisa memiliki keturunan, walaupun bukan dari rahimnya sendiri. Andini sudah memberi kebahagiaan dalam hidupnya yang tidak sempurna.
“Terima kasih, Ndin. Aku benar-benar berutang budi dengan kamu,” ucap Dinda dengan lirih.
Dinda merasakan perutnya semakin sakit. Dia memegangi perutnya dengan merintih kesakitan, dan mengambil obat pereda rasa sakit yang diberikan Dokternya.
“Ya Allah, sakit sekali perutku ... Andini kalau kamu benar-benar mau pergi setelah tiga bulan, lalu kalau aku sudah tidak ada, siapa yang akan menjaga Mas Rico dan Arsyad, Ndin?” gumam Dinda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Febriyantari Dwi
Dinda....ayolah,.....tahan Andini untuk tidak pergi....👍💗👍💗👍💗
2021-05-17
0
Nur Lizza
aku kasihn lihat andini dn dinda😭😭😭
2021-03-10
1
Lovesekebon
knp..?hatiquh tambah sakit..author sukses yaa🥺
2021-03-07
0