Dinda merasa kesepian sejak Andini meninggalkan rumahnya. Satu bulan telah berlalu, namun Dinda merasakan satu bulan seperti satu tahun tidak ada Andini di rumahnya. Beruntung Arsyad tidak rewel saat ditinggal Andini. Dia mau minum susu formula setelah stok ASI Andini habis. Dinda duduk di sofa yang berada di ruang tengah setelah menidurkan Arsyad. Dia menunggu Bi Ana membuatkan teh untuknya sambil berbalas pesan dengan suaminya.
“Sepi sekali tidak ada kamu, Ndin? Biasanya kalau jam segini, Arsyad sedang tidur, dan Mas Rico masih di kantor, kita ngobrol di sini, atau menyiapkan menu untuk makan siang dan makan malam bersama. Aku kangen kamu, Ndin. Ingin aku ke rumah kamu, tapi keadaanku tidak bisa keluar jauh-jauh dari rumah. Dan, belum tentu juga Mas Rico mau mengantarkan. Kamu di sana baik-baik kan, Ndin?” gumam Dinda.
Bi Ana menaruh teh yang ia buatkan untuk Dinda dengan membawakan cemilan untuk Dinda. Meski selera makannya semakin hari semakin buruk, Dinda tetap saja berusaha makan agar ada tenaga di tubuhnya.
"Bu, ini tehnya." Bi Ana menaruh teh untuk Dinda di meja
"Terima kasih, Bi. Sepi sekali ya, Bi? Baru juga satu bulan Andini pergi, rasanya aku kesepian sekali. Dari pertama sih aku merasa kesepian. Lama-kelamaan bukannya tambah bisa lupa dan tidak merasa sepi, ternyata aku semakin kesepian tidak ada Andini. Katanya kalau sudah terbiasa nantinya bisa lupa, tapi kenapa aku tidak bisa ya, Bi?” ucap Dinda.
“Sama, Bu. Bibi juga ngerasa kesepian tidak ada Mbak Andini. Biasanya jam segini kita bertiga sedang bercanda di dapur, metikin sayuran, bikin kue. Tapi, sekarang tidak bisa lagi. Bibi juga kangen sekali sama Mbak Andin,” jawab Bi Ana dengan membayangkan kenangan bersama Andini.
“Mau bagaimana lagi, Bi? Andini mintanya seperti ini. Keputusan dia sudah bulat untuk pergi dari sini, meski aku memohon dan meminta Andini untuk tetap di sini. Tapi, aku yakin, suatu hari nanti Andini pasti kembali ke sini, Bi. Kita bisa sama-sama lagi, bercerita sambil bercanda bersama,” ucap Dinda.
“Iya, Bu, bibi juga berharap Mbak Andini mau kembali ke sini. Ya sudah, Bu, saya pamit ke belakang lagi, masih banyak pekerjaan,” pamit Bi Ana.
"Iya bi."
Sekarang kembali lagi seperti dulu, Dinda hanya dengan Bi Ana saat Rico sedang bekerja. Meski ada Arsyad, tapi Dinda masih sangat kesepian tanpa Andini di rumahnya.
“Aku kira, setelah aku memiliki Arsyad, aku tidak kesepian seperti ini, Ndin. Aku kesepian sekali tidak ada kamu, Ndin. Biasanya kita bercanda bersama dengan Arsyad, sekarang semua ini hanya bayangan saja. Terima kasih untuk waktu yang sesingkat ini, Ndin. Terima kasih untuk semuanya,” gumam Dinda.
^^^
Rico baru saja pulang dari kantor. Sudah satu bulan Rico hanya di sambut Dinda saja sepulang kerja, selama satu tahun dia di sambut oleh kedua istrinya yang cantik. Sejak Andini pergi, Rico pun sebenarnya merasa kesepian, tapi dia hanya diam memendam sepinya sendiri.
“Sudah satu bulan kamu pergi dari rumah ini, Ndin. Dan, sebulan lamanya aku tidak pernah tahu kabar kamu, karena memang aku tidak ingin tahu soal kamu lagi. Aku akui, aku merasa sepi, merasa berbeda tidak ada kamu selama satu bulan ini. Aku harap kamu bisa menemukan bahagia di luar sana, di kehidupanmu yang baru,” gumam Rico.
Rico keluar dari kamarnya, dia menemui Dinda yang sedang berada di teras rumah dengan memangku Arsyad.
“Anak papa ... enggak rewel kan hari ini?”
“Enggak dong, Pa ... kan Arsyad anak pintar.”
“Kamu jangan kecapaian, Sayang? Kalau ada apa-apa biar Bi Ana yang mengerjakan.”
“Iya, Mas, aku gak kecapaian kok. Paling kan kek gini tiap hari,” jawab Dinda.
“Itu kopinya diminum dulu, Mas. Tadi Bi Ana yang buatkan,” ucap Dinda menyuruh Rico meminum kopinya.
“Oke, aku minum dulu.” Rico mengambil cangkir yang berisi kopi hitam. Mencium aroma wangi kopinya, dan menyesapnya.
Selama satu bulan Rico kembali meminum kopi buatan Bi Ana. Selama ada Andini, Andini lah yang selalu membuatkan kopi untuknya, bahkan Rico merasa, tidak ada kopi seenak buatan Andini.
“Kenapa aku selalu ingat Andini saat aku minum kopi? Memang sih, tidak ada kopi yang seenak buatan Andini. Takaran kopi dan gulanya sangat pas, dan cocok sekali di lidahku. Ah, aku jadi merindukan Andini. Rindu bukan berarti cinta, kan?” gumam Rico dengan mengulas senyuman dengan pandangan kosong ke depan.
Dinda tahu, Rico selalu memikirkan Andini saat dia sedang menikmati kopi. Dinda pun tahu, Rico memang lebih suka kopi buatan Andini. Dinda sama sekali tidak cemburu, karena bagaimana pun Andini juga masih istri dari suaminya.
"Mas kok melamun?"
"Siapa yang melamun?"
"Mas aku tahu, kamu kangen sama Andini, kan? Sama aku juga iya. Satu bulan lamanya, bukannya aku semakin lupa dengan Andini, malah aku semakin kengen sama Andini. Rasanya aku ingin main ke rumahnya, cerita-cerita dengan Andini lagi seperti kemarin saat dia masih di sini, Mas.”
“Ya, memang keberadaan Andini di sini ‘kan sangat berarti untuk kita, Sayang. Jadi ya kita susah untuk lupa. Kamu cemburu kalau aku ingat Andini?”
“Enggak? Kenapa cemburu, dia masih istri kamu, Mas. Malah aku ingin main ke rumah Andini. Kapan-kapan kita ke sana ya, Mas?” pinta Dinda.
“Kalau kamu sehat, kita ke sana. Kamu kan akhir-akhir ini sedang tidak vit, Sayang. Sabar, ya? Nanti ketemu Andini kok.”
“Ya sudah, kapan-kapan saja kita ke sana, Mas.”
“Aku tahu, kamu tidak ingin bertemu Andini lagi, Mas. Aku tahu kamu takut aku membawa Andini ke sini lagi. Mungkin karena kamu tidak bisa adil dengan adanya dua istri dalam rumah ini. Aku paham itu,” gumam Dinda.
“Bukan aku tidak mau mengajak kamu ke sana, Din, aku hanya tidak ingin Andini semakin memiliki perasaan lebih terhadapku, yang nantinya akan menyakiti Andini sendiri. Karena, aku selamanya tidak bisa menicntainya. Aku hanya mencintaimu, Dinda,” gumam Rico.
^^^^
Sudah hampir empat bulan Andini meninggalkan rumah Rico. Empat bulan bukan waktu yang sangat singkat bagi Andini untuk menjalani hidupnya setelah melahirkan Arsyad dan meninggalkan Arsyad bersama Dinda dan Rico. Empat bulan lamanya Andini harus menyimpan rindunya pada putranya. Ingin rasanya dia datang menemui Arsyad, tapi dia tidak ingin mengusik ketenangan rumah tangga Rico dan Dinda lagi. Terlebih Andini tahu, kalau Dinda pasti akan terus meminta dirinya untuk kembali hidup bersama di rumahnya.
“Maafkan ibu ya, Syad? Ibu tidak pernah menjenguk kamu di rumah mama dan papamu. Ibu sangat merindukan kamu, Nak. Ibu janji, nanti ibu akan ke sana, menemui kamu, kalau ibu sudah menemukan waktu yang tepat,” gumam Andini.
Andini sekarang memiliki Cafe. Uang sisa tabungannya ia sisihkan untuk membeli sebuah ruko kecil untuk membuka Cafe. Dia melakukan itu karena dia tidak ingin berdiam diri di dalam rumah dengan merindukan Arsyad. Sudah dua bulan Andini membuka Cafe, dan Cafenya semakin hari semakin bertambah pengunjungnya.
Malam ini Cafe milik Andini sangat ramai pengujung, jadi dia pulang agak malam. Lelah, itu yang Andini rasakan, tapi lelahnya seketika sirna saat melihat potret putranya di ponselnya.
“Lelahnya ibu hilang, Syad, kalau ibu sudah lihat foto kamu. Kamu sehat-sehat di sana dengan mama dan papa. Insya Allah minggu depan ibu akan menemui kamu, Nak. Ibu sayang sama kamu,” gumam Andini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Febriyantari Dwi
Wanita2 berhati mulia ...Dinda dan Andini
hati seluas samodra...👍💗👍💗👍💗
2021-05-17
2
Nur Lizza
selalu merindukan
2021-03-10
1
Lovesekebon
aqu sampe engap..😔
2021-03-07
0