Rico mengantarkan Andini check-up ke dokter kandungan yang biasa Andini check-up dengan diantarkan sopir pribadi kami. Rico mendaftarkan nama Andini, dan menyuruh Andini dan Dinda menunggu perawat memanggil nama Andini untuk pemeriksaan. Beruntungnya siang ini antrean tidak terlalu banyak kata. Biasanya Andini menunggu lama sekali, karena sudah banyak pasien yang mengantre.
Nama Andini dipanggil oleh suster. Andini langsung masuk, dia tidak meminta Rico untuk ikut masuk, hanya menoleh ke arah Rico dengan tatapan seakan mengisyaratkan menyuruh Rico untuk ikut masuk.
“Mas, ayo ikut masuk,” ucap Dinda.
“Ya sudah kita masuk sama-sama,” jawab Rico dengan menggandengan tangan Dinda dan Andini, lalu masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
"Selamat siang, Bu Andini, silahkan duduk,” sapa Dokter dengan ramah.
“Terima kasih, Dok,” jawab Andini.
"Maaf, bapak suami Ibu Andini?" tanya Dokter pada Rico.
"Iya, Dok," jawab Rico.
“Lalu ibu?” tanya Dokter tersebut pada Dinda
"Ini istriku yang pertama, dan Andini istriku yang kedua, Dok, " jawab Rico.
"Wah ... bapak punya dua istri? Hebat, Pak, bisa memiliki dua istri yang akur dan harmonis seperti ini. Jarang-jarang lho, Pak,” ucap Dokter.
“Dokter bisa saja,” ucap Rico.
Andini merebahkan tubuhnya di bed pemeriksaan. Dokter tersebut memeiksa kondisi kehamilan Andini yang sudah memasuki bulan ketujuh.
"Kandungannya sehat, posisi bayinya juga sudah sempurana. Ibu jangan kebanyakan makan asin dulu ya, Bu? Karena tadi tekanan darahnya cukup tinggi. Untuk sementara jangan mengonsumsi asin yang berlebih dulu, Bu,” sara Dokter.
“Baik, Dok,” jawab Andini.
“Pak, Rico, jaga selalu emosional Bu Andini, jangan sampai stres atau memikirkan yang berat, karena tidak baik untuk kondisi ibunya, dan akan berpengaruh pada bayi dalam kandungannya,” tuturnya.
“Baik, Dok,” jawab Rico.
“Baik, ini saya kasih resepnya, nanti dihabiskan vitaminnya ya, Bu. Dan, saya juga kasih obat untuk menurunkan tekanan darah ibu,” ucap Dokter.
“Iya, Dok, terima kasih,” jawab Rico dan Andini brsamaan.
Setelah selesai pemeriksaan, mereka keluar dari ruang pemeriksaan. Rico menyuruh Andini dan Dinda menunggu di mobil lebih dulu, karena dia akan menebus obat milik Andini di ruan farmasi.
^^^
Hari terus beganti, perut Andini semakin membubcit karena usia kandungannya sudah memasuki bulan kesembilan. Rico juga sudah tidak begitu cuek sekali dengan Andini, sejak dia diberi nasihat oleh dokter kandungan yang menangani Andini.
Rico juga semakin perhatian pada Andini, dia selalu saja membelikan apa pun untuk Andini, padahal Andini tidak memintanya. Apalagi dia tahu, anak yang ada di kandungan Andini berjenis kelamin laki-laki. Setiap pulang kerja, Rico selalu membawakan oleh-oleh untuk Andini, dan perhatian Rico pada Andini sedikit membuat cemburu Dinda, karena Rico juga sering melupakan jadwal check-up Dinda.
Sore hari sepulang kerja, Rico langsung mencari Andini. Andini saat itu sedang bersama Dinda di teras belakang rumahnya. Mereka sedang menikmati sore sambil mengobrol dan menikmati kue yang baru saja Dinda buat dengan Bi Ana.
Rico melihat kedua istrinya mengobrol di teras belakang. Dia tidak langsung menghampiri mereka. Rico lebih memilih masuk ke dalam kamarnya, dan membersihkan dirinya dulu, berganti pakaian, lalu menemui mereka yang sedang asik mengobrol.
Rico menemui Andini dan Dinda setelah selesai mandi. Kadua istrinya tidak tahu kalau suaminya sudah pulang, karena mereka asik mengobrol. Rico membawakan apel yang sudah ia kupas tadi untuk Andini dan Dinda.
“Asiknya ... ngobrolin apa sih?” Rico mencium kedua istrinya secara bergantian dan duduk di tengah-tengah mereka.
"Andini gimana keadaanmu, baik-baik saja hari ini?" tanya Rico
"Iya, baik, Mas,” jawab Andini.
"Sayang, jangan nakal sama ibu, ya?" Rico mengusap perut Andini dan menciumnya.
"Iya, Papa." Andini menjawabnya dengan suara seperti anak kecil.
"Kamu mau apel, Ndin? Ini aku bawakan, buka mulutnya, aku suapi,” Rico menyuap Andini, dan Dinda hanya tersenyum merasa di duakan Rico. Biasanya apa-apa dia yang di utamakan, tapi setelah Andini hamil, dan tahu kalau anaknya laki-laki, Rico kadang melupakan memerhatikan Dinda.
“Apelnya manis?” tanya Rico.
“Iya, ini sangat manis, Mas,” jawab Andini. Rico mengusap sudut bibir Andini yang sedikit basah.
"Manis sepertimu, Mas. Terima kasih di saat-saat terakhirku di sini, kamu memperhatikanku, aku sadar kamu hanya mencintai Mba Dinda, Mas," gumam Andini.
Dinda yang juga berada di sebelah Rico protes dengan Rico karena dia tidak disuapi Rico. Dan, Rico hanya menyuapi Andini dari tadi.
"Aku kok gak disuapi, Mas?" Dinda sedikit merajuk, dan mengerucutkan bibirnya.
"Sini sayang, aku suapi kamu, buka mulutnya aaaa ... manis tidak?" Rico menyuapi Mba Dinda lalu mencium pipinya.
"Manis. Mas. Manis sekali seperti kamu," jawab Dinda sambil mencium pipi Rico, lalu bergelayut manja dan memeluknya.
"Kamu bisa saja, Sayang. Sayang, lihat perut Andini sudah membuncit seperti ini, sebentar lagi aku punya anak, Sayang. Terima kasih, ini semua karena kebesaran hatimu, Sayang," ucap Rico sambil mengusap kepala Dinda yang ada di bahunya.
"Iya, Sayang,” jawab Dinda.
Andini melihat Rico yang sangat mencintai Dinda. Andini tahu, Rico perhatian dengan dirinya karena ada anak Rico dalam kandungannya, tidak lebih dari itu.
“Kadang aku merasakan sesak di dadaku, saat mereka bermesraan di hadapanku. Tapi, apalah dayaku, aku hanya sebatas perempuan yang Mbak Dinda sewa untuk menjadi Rahim Penggantinya,” gumam Andini.
^^^
Akhir-akhir ini, Rico selalu perhatian dengan Andini. Itu membuat Dinda merasa di acuhkan Rico, bahkan Rico sampai melupakan jadwal check-up Dinda ke dokter. Dinda selalu melihat, Rico selalu mendahulukan kebutuhan Andini setiap harinya.
Rico juga selalu memberikan kejutan kecil untuk Andini. Membelikan baju-baju hamil, membeli perlengkapan bayinya nanti, mulai dari baju, popok, celana, bedong, dan lain sebagainya, Rico semua yang mepersiapkannya sendiri. Yang membuat Dinda semakin diacuhkan saat Rico pulang kerja, orang yang pertama Rico cari adalah Andini, bukan dirinya lagi.
Lagi-lagi, Dinda melihat suaminya pulang kerja dan langsung mencari Andini ke kamarnya. Mengajak ngobrol dengan Andini, dan menunjukka semua barang-barang yang ia beli untuk calon bayinya nanti. Sore ini Rico membawakan baby bouncer untuk anaknya yang belum lahir. Dinda yang melihatnya hanya tersenyum getir, karena dirinya merasa Rico sudah tidak memerlukan dirinya lagi.
"Kenapa aku cemburu pada mereka? Padahal aku yang meminta Andini menikah dengan suamiku? Ya Allah, Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku saat aku melihat suamiku dengan istri mudanya seperti itu. Ikhlaskan hatiku, Ya Allah. Beri hamba kelapangan dada dan sabar yang tiada batas untuk melalui semua ujian ini," gumam Dinda dengan menyeka air matanya.
Dinda masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak menyangka ini yang kedua kalinya suaminya lupa mengantarkan check-up ke dokter. Dinda sengaja tidak mengingatkannya, supaya Rico tahu dan ingat, seperti saat dulu sebelum ada Andini di rumahnya. Rico selalu ingat dan bahkan Dinda yang sering melupakan jadwal Check-up nya.
Rico masuk ke kamarnya. Dia melihat Dinda yang sedang duduk di tepi ranjangnya dengan menghunuskan tatapan yang sulit diartikan pada dirinya.
"Mas Rico lupa kemarin hari apa?!" tanya Dinda dengan sarkas.
"Hari kamis sayang." Jawabnya singkat yang semakin membuat Dinda marah dengan dirinya.
“Mas Rico benar-benar lupa!” Dinda sedikit geram dan mengepalkan telapak tangannya.
"Iya benar, kemarin hari kamis mas!” ucap Dinda dengan membuang napas dengan kasar.
"Iya memang benar ini hari Jum’at dan kemarin kami, kan?" ucap Rico dengan bingung karena melihat istrinya kesal.
"Iya benar, Mas! Kamu benar-benar sudah melupakanku. Kemarin kamu lupa kalau aku harusnya check-up. Kan? Mas ini yang kedua kalinya kamu lupa, minggu kemarin kmau juga lupa, kan? Kalau setiap kamis aku check-up? kamu boleh perhatian sama Andini, tapi aku juga istrimu, Mas! Aku juga butuh perhatian mas yang dulu! Dia memang bisa ngasih kamu anak, Mas! Sedangkan aku?! Apalah aku ini? Aku wanita yang tak sempurna, tidak bisa memberikan kebahagiaan kamu, dan memberikan kamu keturunan, Mas.” Dinda tersulut emosinya. Dia sudah lama menahan rasa cemburunya, dan malam ini, dia meluapkan semua pada suaminya.
"Sayang, kamu jangan bicara seperti itu, aku perhatian dengan Anidni karena ada anakku, dan maafkan aku, aku melupakan kamu, Sayang. Maafkan aku, aku yang salah, aku yang tidak bisa adil dengan kamu." Rico memeluk Dinda yang menangis, tapi Dinda menyingkirkan tubuh Rico dan tidak mau dipeluk Rico.
"Dinda sayang, kamu yang meminta aku menikahi Andini, kamu yang meminta aku perhatian dengan Andini, menemani Andini tidur, dan kamu yang meminta Andini hamil, tapi sekarang kamu seperti ini. Apa kamu menyesal setelah sudah seperti ini? Aku juga berhak perhatian pada Andini, ada anaku didalam perutnya sayang. Kamu jangan pernah merasa aku melupakanmu, aku masih sangat mencintaimu, bahkan aku sama sekali tidak ada rasa dengan Andini. Aku hanya memenuhi kewajibanku untuk ankaku, Dinda ...." Rico mencoba menenangkan Dinda, dan memeluk Dinda. Kali ini Dinda mau dipeluk Rico. Memang dia salah, seharusnya dia bisa bicara baik-baik dengan suaminya, tidak seperti ini.
"Maafkan aku, Mas. Maafkan aku yang sudah egois dan marah seperti ini,” ucap Dinda dengan memluk erat Rico.
"Sudah, aku mengerti perasaan kamu. Besok aku antar kamu ke Dokter, ya? Maafkan aku juga, Sayang,” ucap Rico dengan mencium Dinda.
“Kita tidur, yuk? Sudah malam, kamu harus istirahat,” ucap Rico.
Dinda hanya menganggukkan kepalnya, dia tidur di pelukan suaminya. Dinda merasa menyesal sudah semarah itu dengan suaminya, hanya karena suaminya lebih perhatian dengan Anidini dan melupakan jadwal check-up nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Kasmawati S. Smaroni
sdh banyak yg berpoligami tapi sebagian besar gagal
2022-03-29
0
Febriyantari Dwi
Sedih 6a Din?!?......itu dengan izinku lho....apalagi tidak dengan izinku...pasti rasanya akan lebih sakit lagi
👍💗👍💗👍💗
2021-05-17
0
Nur Lizza
jd rumit
2021-03-10
0