Hujan di bulan Desember masih menyimpan ingatannya hingga saat ini. Ia tertawa tatkala aku kembali membongkar memori itu. Fasha selalu memberikanku sweater merah mudanya padaku ketika basahnya hujan memeluk dengan dingin. Di balik gemeretak gigiku yang mengigil, ia tersenyum ringan memberikan sweater-nya agar aku menghangat diri. Sungguh, saat itu aku menantikan awan menghintam lalu menumpahkan segala emosi yang ada. Hujan tercipta, momen yang kuinginkan datang.
Rintik hujan yang bernanyi dengan damai itu akhirnya menunjukkan titik akhirnya. Hujan tak lagi memberikan kehangatan yang selalu ingin kurasa, tetapi ia menunjukkan sisi gelapnya padaku. Tetesan demi tetesan yang kuharapkan untuk melambat agar aku memiliki waktu yang banyak dengannya, kini aku ingin tetesan yang jatuh itu kering menguap dalam benci yang kukatakan. Ia tidak lagi memberikan kehangatan itu padaku.
Fasha menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak kukenal. Pria itu selalu ada setiap hujan di halte bus tempat kami biasa menunggu. Tempat yang selalu kududuki kini berganti orang. Senyum yang dulu tertuju padaku, kini berganti haluan. Tidak ada lagi kesempataku untuk menikmati hujan bersamanya. Hujan hanya menyisakan rintiknya untuk sekadar membasahi rambutku, tepat di kejauhan ketika kau menatap pemandangan yang ingin aku hindari. Hingga pada akhirnya, sweater itu tidak lagi membungkus tubuhku ketika hujan. Kini ia memiliki tuan sesaatnya.
Kutuliskan sesuatu di buku catatan kecil sembari mengehembuskan kepulan asap tembakau malam yang kuisap di teras rumah. Lidahku bertambah pahit oleh kopi hitam pekat yang seruput. Kafein mulai mengalir dalam aliran darah. Detak jantungku meningkat, hingga gerak jemariku sedikit bergetar ketika menyentuh pena bertinta.
Demi rasa yang berlabuh
Matamu bagai deru ombak yang menabrak karang
Berembunkan pelangi yang menjulur
Untukmu yang ada di hujan yang kubenci.
Mataku terpaku pada wanita yang sedang menenteng gitar akustik bersenar mengkilat itu. Ia memainkan gitarnya sesaat. Jemari-jemarinya lincah dalam gerakan membentuk alunan yang mendayu. Harmoni melodi yang ia ciptakan merasukiku dalam rentak senyum yang kuberikan. Ia adalah pemeran tokoh utama bait puisi yang kutuliskan.
Ia tidak kalah dengan kontrasnya cahaya rembulan malam ini. Terutama senyumnya itu. Taburan bintang yang ia lewati, menatap malu oleh kecantikannya.
"Hai," ucapnya. "Boleh mampir, kan?"
"Kamu kaya baru pertama kali ke sini aja. Dari mana?" Aku menekan tembakau di asbak untuk mematikannya.
"Baru ngamen di café. Mumpung dapet job buat ngisi acara ulang tahun. Lumayan buat jajan tiga hari."
Jujur, ia anak dari perwira polisi pangkat tinggi. Ia tidak akan pernah kekurangan uang dari orangtuanya. Setiap yang ia minta bisa saja terkabulkan di detik itu juga. Namun, ia masih bersemangat untuk mencari uang di luar.
"Jadi, lebam di muka kamu udah baikan?" tanya Fasha. Ia mendekatkan jarinya ke bawah mataku, namun tidak sampai menyentuhnya.
Aku mengangguk. Senyumku tidak terlalu lebar. "Udah lumayan baikan. Terima kasih juga udah datang waktu itu. Aku senang kamu peduli."
"Iya, sama-sama. Pergi ke suatu tempat, yuk," ajaknya.
"Ke mana?" tanyaku
"Suatu tempat yang pernah kita datangi sebelumnya.."
Tangan Fasha menuntun arah Vespaku untuk bergerak. Aku tidak tahu ia ingin ke mana. Namun, kuharap waktu yang berjalan di malam ini melambat. Senang rasanya bergoncengan berdua dengan orang yang kita suka. Jarak yang sangat dekat ini membuat hatiku mendiskusikan mengenai rasa dan cinta. Hanya aku yang merasakannya.
Tidak akan pernah dia, hanya aku.
Lampu kelap kelip pasar malam mulai menampakkan diri ketika kami berada di tengah kemacetan. Pedagang kaki lima bersorak gembira dengan ramainya pengunjung. Rambu lalu lintas yang berdiri tegak tidak pernah dipedulikan. Orang-orang tetap saja memarkirkan kendaraan sesuka hati. Wangi malam semakin bertambah kuat oleh muda-mudi yang saling berpeganga tangan menuju hiburan yang sangat sederhana.
Tangan Fasha tidak sampai memelukku. Dagunya saja yang menempel di pundakku saat ia berusaha berbicara. Wanginya tubuh begitu kontras dan khas, menyamarkan asap kendaraan yang mengepul. Jarang sekali aku sedekat ini dengannya. Jarang sekali tubuh kami hanya sebatas pakaian yang dikenakan.
Aku membeli sebuah kembang gula besar yang bisa kami maka satu berdua. Jemarinya yang kecil hanya mengambil secuil untuk dimasukkan ke mulut. Matanya memicing saat gula melebur manis di lidahnya.
"Jika, aku ini sebuah kembang gula, kamu bakal makan aku?" tanya Fasha dalam langkahnya yang kecil.
"Iya, kamu bakal aku makan."
"Kamu jahat ... hahaha ..."
Kepalaku menggeleng. Tawanya aku balas lebar.
"Kalau bisa, aku makan semuanya yang ada di gerobak. Aku nyelamatin semua orang di sini biar enggak gendut."
"Jadi, kamu ngatain aku bisa bikin orang gendut?"
Kami berada di wahan lempar bola. Ia memberikan sejumlah uang untuk membeli kesempatan untuk melemparkan bola demi hadiah yang tidak seberapa itu. Lemparan pertamanya tidak mengenai target, begitu pula dengan lemparan keduanya. Target berbentuk lingkaran itu sama sekali tidak bergoyang.
"Tidak hanya gendut, kamu bisa bikin orang diabetes."
"Kenapa?" Alis Fasha naik sebelah. Matanya menafsirkan penantian sebuah jawaban.
"Kamu manis."
Fasha tertawa. Ia kembali melemparkan bola terakhirnya. Target lingkaran itu juga sama sekali tidak bergerak.
"Gombalan kamu receh banget. Belajar dari Candra, ya?" Ia melihatku lemparan bolaku yang buruk. "Pantas saja kalian menjomblo sangat lama."
"Kembang gula itu manis, kan? Bukan berarti kamu yang manis."
Jujur, aku mencoba keluar dari kegagalanku untuk menggombali Fasha. Aku memang tidak ahli dalam menggoda melalui lisan. Namun, tidak dengan tulisan-tulisanku. Tulisanku mengambil dari isi hati yang tidak pernah terkeluarkan oleh lisan. Berisikan goresan keras dari yang patah hati. Namun, kalimat lisanku selalu berhenti diujung lidah. Tidak akan pernah keluar, tidak akan pernah terungkapkan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
𝙒𝙖𝙣𝙩𝙤 𝙏𝙧𝙞𝙨𝙣𝙤
yowww. b
2020-10-21
12
Choi Aerii (ig:@choiaerii99)
uh wow kata-katanya sedap banget
2020-05-14
2
dyokkkk
Bangg jaii keren banget ini mah
2020-05-11
2