Hotel Bluemoon.
"Lo yakin ini tempatnya?"
Agnia mengangguk, "Seperti yang dikatakan oleh Cecilia." ucapnya dengan memasukkan kembali secarik kertas yang berisikan nomor kamar itu ke dalam tas selempangnya.
"Apa perlu gue tungguin lo?"
"Gak perlu, lo pulang saja, nanti dicariin nyokap, bisa berabe!" ujar Agnia dengan membuka Seat belt yang membelit di dadanya.
Serly hanya tersenyum dan mengangguk, "Lo hati-hati yaa, kabarin gue kalau ada apa-apa!"
Agnia mengangguk, dia lantas keluar dari mobil dan melambaikan tangan ke arah Serly yang kembali melajukan kendaraannya. Tak lama kemudian Agnia pun masuk ke dalam lobby hotel berbintang lima itu.
Banyak tatapan tajam yang dia dapatkan saat memasuki lobby hotel, gaya Agnia yang terlihat remaja seusianya itu mungkin menjadi penyebabnya, untuk apa gadis seusianya masuk ke dalam hotel sendirian?
Dia pasti seorang pemain.
Pemain sejak dini.
Beberapa suara samar-samar terdengar olehnya, namun Agnia tidak menggubrisnya, tih mereka tidak tahu seperti apa dirinya, dan tidak perlu tahu juga. Dia memilih tetap berjalan memasuki pintu lift yang terbuka.
Agnia terus memainkan ujung kukunya, bertanda dia tengah panik, dadanya bergemuruh hebat, membayangkan seperti apa dia nanti disana.
Ting
Pintu lift terbuka, dia melangkahkan kakinya keluar dari sana, dan berjalan dengan kedua mata yang menyapu selurih lorong panjang yang tampak sepi.
"No 225 ...." Gumam Agnia terus menerus di saat dirinya menapaki lorong sebuah hotel bintang lima yang di tunjukan oleh Cecilia dan juga Nita padanya.
Tak berselang lama, dia menemukannya, pintu kamar bertuliskan nomor 225, tiba-tiba saja jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya.
"Tenang Nia, hanya menemani, setelah itu pergi dari sini, dan semua selesai! Jangan pernah lagi berurusan dengan Cecilia dan juga Nita, jangan so jadi pahlawan dan hiduplah seolah lo tidak mengenal mereka." gumam Nia menenangkan dirinya sendiri.
Tok
Tok
Perlahan Agnia mengetuk pintu berwarna cokelat itu, dan dengan cepat membalikkan tubuhnya. Jantungnya terasa mau lepas, dan keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya.
Jujur saja, ini kali pertama Agnia menginjakkan kaki ke dalam kamar hotel selain bersama ayah dan ibu nya, itu pun sudah lama sekali. Saat dia masih kecil, dan saat keluarganya masih utuh.
Agnia sibuk dengan pikiran masa lalu nya, dan saat itu pintu kamar tiba-tiba terbuka.
Ceklek
Deg
Agnia menoleh ke arah belakang, dimana pintu kamar berwarna cokelat itu sudah terbuka, wangi farpum menyeruak ke dalam hidungnya. Seorang pria paruh baya berdiri dihadapannya, dengan tatapan bak menelanjanginya, menatap Agnia dari atas sampai bawah.
"Kau sudah datang rupanya! Masuklah...." ujarnya dengan memundurkan tubuhnya yang gempal, memberi jalan untuk Agnia bisa masuk.
Perlahan Gadis berambut panjang itu melangkahkan kakinya dengan ragu, kedua tangannya memegangi tali kecil tas selempang yang tersampir di bahunya.
"Ayo ... tidak usah takut, aku tidak akan menggigitmu, sekarang!"
Pria itu mengedipkan matanya sebelah, membuatnya serasa ingin muntah.
"Duduklah, rileks kan dirimu, jangan terlalu tegang begitu, kita saja belum mulai!"
Glek
Agnia menelan saliva dengan susah payah, dia memasuki kamar dengan ranjanh king size, didepsnnya terdapat sofa panjang dan sebiah meja, dia tersentak saat melihat ke arah meja. Matanya mengunci benda kotak berwarna merah bertuliskan tiesta.
Alat yang sering digunakan dua orang dewasa dalam berhubungan, sesuatu yang dia tahu tidak boleh di lakukan sebeluk menikah, namun juga pernah beberapa kali dirinya menonton adegan-adegan ranjang itu bersama teman-teman sekolahnya.
"Maaf Om, Nia mau ke toilet sebentar!"
"Boleh, silahkan ... memang seharusnya kamu bersihkan dulu tubuhmu itu Nona kecil!" ujarnya dengan kembali mengedipkan matanya.
Agnia berjalan masuk ke dalam toilet yang berada di kamar hotel suite room itu, dan menguncinya.
Dia berjalan mondar-mandir, dirinya kini resah bercampur takut, situasi yang membuat hatinya menciut, bagaimana tidak, dia membayangkan apa yang akan terjadi setelah dia keluar dari toilet.
Bagaimana ini, aku harus pergi dari sini, sebelum hal buruk itu terjadi padaku. Sugar Daddy apaan, itu sih lebih cocok jadi opa aku.
Tok
Tok
"Nona kecil, kamu membutuhkan bantuanku? Kenapa begitu lama di dalam? Apa kau Nervous, tenang saja ... aku akan melakukannya dengan pelan-pelan." ucapnya dengan terkekeh.
Agnia kembali ketakutan, tapi dia juga tidak mungkin berada di dalam toilet terus. Dia harus keluar, berlari melarikan diri. Berharap ada seseorang yang membantunya, atau berakhir begitu saja.
Pintu kembali di ketuk dari luar, pria tua itu terus memanggil Agnia.
"Nona kecil kamu tertidur di dalam?"
Ceklek
Agnia keluar dari kamar mandi, dengan langkah berat dia menghampiri pria tua yang lebih cocok jadi kakeknya itu.
Apa begini pekerjaan yang sering di lakukan oleh Cecilia dan juga Nita, miris sekali, gue gak bisa bayangin bagaimana mereka menjalani pekerjaan ini. Batin Agnia.
Pria tua itu menatap Agnia dengan lapar, seolah gadis yang berdiri di depannya itu adalah makanan yang harus segera di lahapnya sampai habis.
"Coba kau berputar?" ujarnya dengan jari telunjuk yang berputar.
Agnia memutarkan tubuhnya, mengikuti arahan pria tua itu, namun isi kepalanya dipenuhi oleh segala macam cara agar dirinya bisa keluar dari sana tanpa tersentuh satu inci pun.
"Balik kiri!" titahnya lagi.
Agnia membalikkan tubuhnya ke arah kiri.
"Sekarang menghadap ke belakang, aku ingin melihat punggung indahmu nona kecil!"
Deg
"Maaf Om, kenapa harus melihat punggungku? Bukankah kita hanya akan mengobrol? Seharusnya Om lihat wajahku saja. Tidak perlu yang lain."
Pria itu tergelak dengan memegangi perutnya yang buncit, "Kau fikir kita hanya akan mengobrol saja? No ... kita seharusnya bersenang-senang, kalau hanya mengobrol, aku bisa melakukannya dengan pasanganku dirumah."
"Kenapa Om melakukan hal ini? Apa Om tidak kasian sama istri Om yang sedang menunggu di rumah? Kenapa tidak lihat melihat pinggungnya saja."
Pria itu kembali tergelak, "Kau polos sekali nona kecil, apa ini yang pertama untukmu?"
Agnia tidak menjawabnya, dia memilih melihat ke arah lain. Dan masih memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa keluar dari sana.
"Duduklah disini!" perintahnya lagi dengan menepuk sofa disampingnya.
Agnia melangkah lagi dengan ragu, dan mendaratkan pantatnya di sofa. Berharap pria tua itu hanya akan mengajaknya mengobrol dan membiarkannya pulang.
"Kau cantik sekali, dan tubuhmu sangat bagus!" ucapnya dengan menarik ujung rambutnya.
Agnia menarik rambutnya kembali, dan mulai menggeser posisi duduknya.
"Kau jangan takut, aku akan jamin tidak akan sakit."
"Tidak akan sakit? Magsudnya?" tanya Agnia penuh penasaran.
Pria tua itu mengelus pipi nya dengan lembut, namun dengan cepat dia menepis tangannya.
"Hentikan Om!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 317 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
wah.. maksa ya . kelihatan barang bagus hehe
2024-08-29
0
Retno Wulandari
hm
2023-01-25
1
Noer Soleha
mudah2n ada yang membantunya
2023-01-09
1