Arga langsung menggagas motornya dengan sangat cepat menuju ke arah danau pinggiran kota.
Perasaannya benar benar tidak tenang, dia khawatir jika Meira hendak melakukan sesuatu hal yang nekat di danau itu.
Butuh waktu sekitar lima belas menit sampai akhirnya Arga sampai di danau itu. Arga langsung melompat turun dari motornya dan berlari ke arah perbukitan dimana danau itu berada.
Namun langkahnya seketika terhenti, matanya membulat sempurna saat melihat seorang gadis tengah berdiri di atas pegangan jembatan dengan posisi yang sangat krusial.
Sedikit saja dia salah gerak, sudah dipastikan dia akan jatuh ke dalam danau yang terletak dibawah kakinya.
Arga langsung berlari dengan kencang, dan tepat ketika gadis itu hendak menjatuhkan dirinya, Arga langsung menarik tubuhnya dari belakang.
"Meiraa!!!!" Pekik Arga.
Berbarengan dengan teriakan itu, tubuh mereka berdua jatuh tersungkur kebawah jembatan, Sedetik saja Arga terlambat datang, sudah bisa dipastikan Meira akan tenggelam ke dalam danau.
Tubuh Meira pun langsung jatuh ke dalam pelukan Arga.
"Meira, lo mau ngapain?" Tanya Arga dengan wajah cemas, diguncangkan nya tubuh Meira agar gadis itu sadar bahwa apa yang dilakukannya barusan adalah hal yang sangat berbahaya.
Meira lalu mendongakkan kepalanya, wajahnya seketika berubah emosi saat menyadari ternyata pria yang menariknya barusan adalah Arga, Meira terisak sambil memukul mukul dada Arga dengan membabi buta.
"Gue benci sama lo! lepasin gue! gue mau ngapain aja terserah gue! bukan urusan lo!" Ucap Meira dengan nada emosi.
"Jelas ini urusan gue, lo istri gue!"
"Istri? Lo nganggep gue istri?" Meira tertawa getir ditengah isak tangisnya.
"Mei.."
"Lepasiiin gue!" Meira mencoba melepaskan diri dari pelukan sang pentolan kampus itu.
Meira langsung bangkit dan hendak menghampiri sisi jembatan lagi, namun Arga dengan sigap mencegahnya. Tangannya yang kekar melingkar sempurna diperut Meira.
"Engga! gue gak akan ngelepasin lo!"
"Lepaaas!!!" Sekuat tenaga Meira mencoba menyingkirkan dekapan tangan Arga, namun tenaga pria itu terlalu kuat. Hingga akhirnya Meira berhenti memberontak karna kelelahan sendiri.
Meira terjatuh dengan ditopang tubuh Arga.
Arga hanya diam untuk beberapa saat, sengaja dibiarkannya Meira meluapkan segala sumpah serapah kepada dirinya.
Dia tahu Meira saat ini sedang tidak bisa diajak bicara baik-baik. Gadis ini pasti masih marah kepadanya karna kejadian malam itu.
Entah kenapa dia tidak ingin gadis ini berbuat nekat, apalagi melihat kejadian barusan, sepertinya Meira sangat frustasi.
"Mei.." Ucap Arga ketika melihat Meira sudah sedikit tenang.
Arga berniat mengutarakan kalimat maaf, namun entah mengapa mulutnya terasa sangat kelu. Dia tidak terbiasa meminta maaf pada seseorang dalam hidupnya.
Perlahan Meira menoleh dan menatapnya dengan tajam.
"Apa? lo mau ngomong apa? Arga Alexander, bukannya lo harusnya seneng ya kalau gue lompat dari jembatan ini?! karna otomatis semua dendam lo sama keluarga gue terbayar lunaskan! nyawa dibayar nyawa, gue bakal bayar kematian kakak lo stefan dengan kematian gue, gimana?"
Sontak saja sepasang mata Arga membulat tajam, dia tak menyangka Meira akan mengatakan hal sesadis itu.
"Kenapa lo diem? kalau lo terima tawaran gue, gue bakal lom.."
Arga langsung memotong ucapan Meira dengan membekap mulut gadis itu dengan telapak tangannya yang besar.
Meira meronta, namun seketika nyalinya ciut saat sepasang matanya beradu pandang dengan mata Arga.
Laki laki tampan itu menatapnya dengan intens, tatapan yang Meira sendiri tidak tahu artinya. Namun kali ini tatapan itu bukanlah tatapan kebencian yang biasa dia perlihatkan selama ini.
"Mei, gue akuin gue salah, gue janji gak akan nyentuh lo lagi tanpa seijin lo, tapi gue minta jangan berbuat nekat kaya gini."
Meira terdiam, apa barusan si tengil ini menyadari kesalahannya?
"Ayo kita pulang.." Arga langsung menggendong Meira dan berjalan meninggalkan jembatan itu.
"Gue gak mau pulang, pembicaraan kita belum selesai!" Sergah Meira
"Terus lo maunya gimana?"Tanya Arga mulai dengan intonasi yang meninggi.
"Gue minta, mulai sekarang berhenti ikut campur urusan gue!"
Arga sekuat tenaga menahan emosi yang bergejolak di dalam dadanya. Kalau dia meledak sekarang, maka semua usahanya selama ini akan sia sia.
Dia tidak ingin gegabah, dia harus tetap bersikap kooperatif saat ini agar Meira tidak melakukan hal hal yang membahayakan dirinya sendiri.
"Oke, gue setuju." Ucap Arga akhirnya.
Dengan berat hati dia harus berpura pura setuju, padahal di dalam hatinya Arga sama sekali belum menyerah, dia tidak akan mengalah begitu saja pada gadis dihadapannya ini.
"Gue bilang gue setuju!" Ucap Arga lagi saat melihat Meira seolah tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.
"Oke, bagus kalau gitu."
"Bisa kita omongin ini dirumah aja nggak?"
Ajak Arga.
Meira akhirnya mengangguk setelah yakin bahwa Arga tidak akan macam macam lagi pada dirinya.
Jam menunjukkan pukul 19.30 wib dikediaman keluarga Alexander
Arga dan Meira duduk berhadapan satu sama lain di depan balkon kamar.
Setelah pulang dari jembatan tadi pagi, Arga mengantarkannya pulang dan cowok itu malah pergi entah kemana, dan saat kembali lagi, dia malah langsung meminta Meira untuk bicara empat mata berdua saja.
"Oke, langsung aja ke intinya. Gue gak suka basa basi." Ucap Arga akhirnya membuka pembicaraan diantara mereka.
Meira masih pura pura santai, padahal hatinya ketar ketir juga. Dia takut jika Arga akan nekat lagi seperti malam itu.
Dia harus tetap waspada, meskipun Arga sudah berjanji tidak akan berani menyentuh dirinya lagi tanpa seijinnya.
"Bisa gak, natep gue biasa aja, gue gak semesum yang ada di otak lo!"
"Emang lo mesum!" Desis Meira dengan memalingkan wajahnya. sekarang dia tidak berani menatap mata Arga.
Rahang Arga mengeras, sekuat tenaga dia coba mengendalikan emosinya menghadapi Meira. Gadis ini tidak pernah bisa di atur, selalu berhasil membuatnya kelimpungan.
"Kita terusin pembicaraan kita dijembatan tadi, oke?" Arga mengalihkan topik.
"Pembicaraan apa lagi?"
"Tentang permintaan lo ke gue."
"Kan lo udah setuju!" Sergah Meira, tiba tiba Meira merasa curiga, sepertinya Arga sedang merencanakan sesuatu.
"Iya, tapi ada syaratnya!"
Meira mendelik tajam. Tuh kan!
"Syarat? syarat apa? kok tiba tiba pake syarat segala!" Protes Meira.
"Hei, nona. Gak ada yang gratis di dunia ini."
Arga tersenyum penuh arti, tapi lebih tepatnya dia menyeringai, membuat bulu kuduk Meira meremang.
Arga mendekatkan wajahnya kehadapan Meira hingga hembusan nafasnya yang hangat menerpa wajah Meira yang terlihat mulai kesal kepadanya.
"Gue gak akan nyentuh lo asal.."
"Asal apa?"
"Asal lo jauhin Reihand. Jangan pernah ketemu ataupun kontekan lagi sama dia!"
Meira menaikkan satu alisnya, bingung! Lagi lagi Reihand! Kenapa cowok itu harus dibawa bawa segala kedalam permasalahan mereka. Meira benar benar tidak mengerti jalan pikiran Arga.
"Jawab, mau apa engga?" Tanya Arga tak sabar.
Meira menarik nafas panjang.
"Oke, gue setuju." Ucap Meira akhirnya.
Ya sudahlah, toh dia juga tidak keberatan dengan persyaratan Arga barusan. Lagi pula Reihand juga bukan siapa siapa, hanya laki laki yang kebetulan menyelamatkannya saat tawuran kemarin, dan belum tentu juga dia akan bertemu lagi dengan pria itu.
"Bagus, kalau sampai lo langgar, konsekuensinya lo tanggung sendiri, gue gak akan segan segan nyentuh lo lagi!"
"Kok gitu?" Meira melotot dan bersiap untuk protes lagi namun dengan santainya Arga malah bangkit lalu kemudian meninggalkannya begitu saja.
"Ish tuh anak, gue belum selesai ngomong juga!"
Setelah Arga keluar kamar, tinggal lah Meira seroang diri di balkon kamarnya. Meira menghela nafas berat. Arga benar benar membuat hidupnya jadi kacau balau.
Semua ini gara gara kak Siska. Kadang kadang dia ingin mengutuk kakaknya sendiri dan berteriak lantang dihadapannya.
kenapa harus gue yang nanggung dosa lo sih kak? kenapaa?
Dret dret dret
Hp di saku celana Meira tiba tiba membuyarkan lamunannya.
Meira langsung mengeluarkan ponselnya, dan terlihat di layar panggilan masuk dari riri. Meira mengernyitkan alisnya. Riri? sepertinya dia tidak punya teman bernama riri.
Namun akhirnya Meira menekan tombol hijau dan menjawab telponnya.
"Halo?"
"Halo Mei, lo gak apa apakan?" Terdengar suara laki laki yang sepertinya tidak begitu asing ditelinga Meira.
"Ini siapa? ini riri siapa ya" Tanya Meira lemot.
"Astagaa jahat banget sih, ini gue Mei, Reihand. Kan gue udah bilang riri itu nama samaran gue di kontak lo!" Nada suara Reihand terdengar sedikit kecewa karna Meira ternyata begitu mudah melupakan dirinya.
"Oh, iya gue lupa, sorry sorry.." Ucap Meira buru buru saat teringat Reihand kala itu memang mengsave nomornya sendiri di ponselnya dengan nama riri.
"Iya, lupain aja. Tapi lo gak apa apakan Mei? gue soalnya denger dari temen gue, lo hari ini gak masuk ke kampus ya? apa lo sakit Mei?" Tanya Reihand dengan nada lembut.
Meira menggeleng walau dia tahu Reihand tidak bisa melihatnya. Meira tiba tiba teringat ucapan Arga barusan untuk menjauhi Reihand.
"Mei.. kok diem?"
Meira ragu untuk membuka mulutnya.
"Reihand. Gue rasa mulai sekarang lo jangan pernah hubungin gue lagi ya.."
"Hah? kenapa?"
Meira hanya diam, dia tidak mungkin menjawab kalau Arga lah yang menyuruhnya, karna itu hanya akan menimbulkan masalah baru saja.
"Gue udah bikin salah ya Mei sama lo?" Tanya Reihand.
"Engga Rei, gue.. gue cuman gak pengen kenal lo lagi, gue udah punya suami Rei, dan bagaimanapun gue harus membatasi dirikan?" Ucap Meira.
Yah setidaknya hanya itu alasan yang ada di otaknya saat ini, meskipun ngasal, tapi alasan itu cukup logis bukan? dia memang sudah menikah, dan Meira berharap alasannya ini dapat diterima oleh Reihand.
"Lo bohong, pasti bukan karna itu. Arga ya yang udah ngancem lo?" Selidik Reihand, nadanya yang terdengar lembut tiba tiba berubah tajam.
"Engga bukan, udah ya Reihand, gue ngantuk, gue mau tidur dulu. Selamat malam!" Meira buru buru mematikan telponnya, padahal Reihand baru saja mau membuka mulutnya.
Di rumah Reihand.
Didepan teras sebuah rumah bercat warna putih, Reihand terlihat mengepalkan kedua tangannya. Dijauhkannya ponsel saat sadar Meira telah mematikan panggilan telponnya.
"Ini semua pasti gara gara Arga! gak salah lagi! ternyata Meira sepenting itu buat lo Ga. Oke, kalau gitu, kita mulai saja permainannya!" Reihand tersenyum kecut sambil memandangi langit dihadapannya dengan sorot mata yang tajam.
bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Susilawati
lnjuttt thorrr
2022-04-28
1