Sepanjang acara berlangsung, Arga memperlihatkan drama yang begitu sempurna, dia memperlakukan Meira dengan sangat manis layaknya seorang Cinderella yang baru saja bertemu dengan pangeran berkuda putihnya.
Padahal sesungguhnya Meira baru saja masuk ke dalam lubang neraka.
"Nona, mari ikut dengan saya, saya akan mengantarkan nona ke kamar utama nona dengan tuan Arga." Seorang pengawal berbaju serba hitam tiba tiba berdiri disamping Meira setelah pesta selesai, sambil membungkukkan setengah badannya dia meminta Meira untuk mengikutinya.
Meira hanya diam namun tetap menurut dan mengikuti langkah pengawal yang bernama Bram itu menuju lantai atas.
Dilihat dari wajahnya pengawal itu sepertinya seumuran dengan kakaknya Siska.
Meira memperhatikan sekeliling ruangan, terdapat banyak lukisan bergaya eropa tertempel di setiap sudut ruangan, selera Tuan Heru tentang seni memang tidak perlu diragukan lagi, tak lama pengawal itupun berhenti tepat disebuah pintu kamar bercat warna putih.
"Silahkan masuk nona, Tuan Arga akan segera menyusul ke dalam kamar selepas acara selesai." Bram lagi lagi membungkuk setelah membukakan pintu kamar itu untuk Meira.
Meira merasa sedikit tidak nyaman dengan perlakuan seperti itu. Apalagi Bram ini lebih tua darinya.
"Bisakah kau memanggilku dengan namaku saja? terdengar agak sedikit aneh di telingaku saat seseorang yang lebih tua memanggilku dengan sebutan Nona." Ucap Meira.
Bram hanya diam menunduk, matanya sesaat melirik Meira lalu kemudian kepalanya menggeleng cepat.
"Maaf Nona, sekarang Nona adalah istri dari Tuan muda, jadi saya tidak bisa seenaknya, maaf, saya harus kembali ke bawah menyusul Tuan muda" Dengan santun Bram pergi meninggalkan Meira seorang diri.
"Sepertinya dia sangat patuh pada keluarga ini" Batin Meira.
Meira kemudian melangkah masuk ke dalam kamar dihadapannya.
Perhatiannya seketika teralih pada nuansa kamar yang begitu suram. Semua aksesoris didalam kamar itu rata rata berwarna hitam, mulai dari gorden, ranjang dan sofa panjang yang tergeletak di sisi ranjang.
Meira juga begitu takjub pada luas kamar Arga yang mungkin besarnya sebanding dengan luas rumahnya dikampung. Pantas saja Arga begitu sombong, ternyata dia memang benar benar orang kaya beneran.
Klek
Meira spontan menoleh ke arah pintu saat mendengar gagang pintu dibuka.
Degup jantungnya seketika berdetak lebih cepat melihat sosok Arga kini tengah berjalan ke arahnya, dengan seringai mengerikannya Arga menatap gadis dihadapannya dengan sorot mata tajam.
Tanpa sadar, perlahan Meira mundur ke belakang hingga tubuhnya terpojok dan membentur dinding dibelakang punggungnya.
Arga tersenyum sinis melihat ketakutan di wajah Meira. Meira menatap dirinya seakan akan dia akan memakannya hidup hidup. 'Gadis munafik!" gumam Arga dalam hati.
"Kenapa? apa yang lo pikirin?" Arga mulai melepas jas nya dan melemparkan dengan asal ke atas ranjang, sementara matanya masih tak berpaling menatap Meira lekat lekat.
Meira berusaha bersikap tenang, padahal dia sangat takut Arga akan melakukan hal yang macam macam mengingat ini adalah malam pengantin bagi mereka berdua.
"Gak ada! gue gak mikir apa-apa!" Jawab Meira ketus sambil memalingkan wajahnya dari pandangan Arga.
"Yakin?" Arga sengaja semakin mendekatkan dirinya ke arah Meira sambil mulai melepas kancing kemeja miliknya satu persatu.
Meira sudah tidak bisa pura pura tenang lagi.
Dikibaskan tangannya sambil melotot ke arah Arga dengan gaya sok judes, padahal hatinya jelas sangat ciut.
"Diem disitu! jangan maju lagi!" Perintah Meira.
Arga malah tertawa sinis mendengarnya.
"Kalau gue gak mau?" Arga yang mulai tertarik dengan kepanikan di wajah Meira malah semakin mendekat ke arah gadis itu.
"Arga stop! gue bilang jangan maju lagi! denger gak sih!!" Sungut Meira dengan menunjuk Arga menggunakan telunjuknya.
Meira hendak berlari ke sisi lain namun dengan secepat kilat Arga dengan mudah bisa menangkap tubuh mungilnya.
"Mau lari kemana? ini kamar pengantin kita Meira.." Suara Arga yang parau terdengar begitu menyeramkan ditelinga Meira.
Meira mencoba melepaskan kedua tangan Arga yang kini telah melingkar sempurna di pinggangnya. Namun tenaga lelaki itu jelas bukan tandingannya.
"Lepas ga! please! gue belum siap!" suara Meira terdengar mulai mengiba. Arga tersenyum puas melihat ketakutan di wajah gadis itu. Memang itulah tujuan utamanya, membuat Meira merasa tersiksa dengan pernikahan ini.
"Kenapa Meira? emang lo pikir gue mau ngapain?" bisik Arga di telinga Meira.
Arga membalikkan posisi tubuh Meira hingga dia dan Meira kini saling berhadapan satu sama lain.
Arga mengangkat satu alisnya sambil tersenyum getir. Mata meira mulai terlihat berkaca kaca.
"Meira, apa lo pikir gue bakal nyentuh lo? lo terlalu kepedean Meira! ini memang malam pertama kita, tapi asal lo tau, gue gak akan sudi ngelakuin hal itu, bahkan harus seranjang dengan anggota keluarga yang udah bikin kakak gue bunuh diri pun gue gak berminat!" Arga menghentakkan tubuh Meira dengan keras hingga Meira mematung sambil menatap Arga dengan wajah pias.
"Maksud lo apa ga? Siapa yang udah bunuh diri?"
"Lo mau tau kenapa gue ngotot nikahin lo kan?"
Arga berjalan ke arah meja disamping ranjang, dia terlihat membuka laci dan mengeluarkan sebuah foto dari dalam sana.
"Lo liat ini Mei! liat!" Arga menarik kasar tangan Meira dan menyodorkan sebuah bingkai yang di dalamnya ada foto Arga dengan seorang laki laki yang sepertinya usianya hanya terpaut beberapa tahun darinya.
Arga mengepalkan kedua tangannya sambil menatap Meira dengan raut wajah penuh kebencian.
Meira menatap foto itu sambil mencoba mengingat ngingat, karna sepertinya dia sangat tidak asing dengan sosok laki laki yang ada di sebelah Arga.
Lalu ketika Meira berhasil memutar memorinya, dia langsung memandang ke arah Arga dengan sorot mata tak percaya.
Ya, dia sekarang sudah ingat jika cowok yang ada di dalam foto itu adalah mantan kekasih kakaknya siska.
Dia pernah dua kali tak sengaja melihatnya saat Kakaknya janjian bertemu dengan cowok itu di dekat kampusnya.
"Ini kak stefan kan?" Tanya Meira mencoba memastikan.
"Iya, dia Stefan, laki laki yang telah dicampakkan oleh kakak lo siska! lo pasti tau soal itukan?"
Meira menggeleng cepat. Dia sungguh tidak mengerti maksud perkataan Arga. Dia memang benar benar tidak tahu banyak soal hubungan kakaknya Siska.
Siska dan stefan memang menjalin hubungan diam diam alias backstreet. Itu karna Siska tidak ingin ayahnya yang gila harta itu memanfaatkan latar belakang Stefan yang kaya raya. Siska mencoba melindungi Stefan dengan menyembunyikan hubungannya dengan kakaknya Arga itu.
Seandainya ayahnya tau kalau Siska sedang berpacaran dengan orang kaya, mungkin dia tidak akan menjual Siska pada anak temannya.
"Karna ulah kakak lo itu, kakak gue sekarang udah gak ada Mei! dia bunuh diri tepat dihari pernikahan kakak lo!"
Bak disambar petir di siang bolong, Meira tersentak mendengar ucapan Arga barusan. Meira tercengang. Dia benar benar syok, tak menyangka jika ada kejadian yang sangat menyedihkan dibalik pernikahan kakaknya dulu.
Arga tampak emosi, dia mendekat lalu mencengkram kedua bahu Meira dengan kuat, Meira masih tak bergeming saking syoknya.
"Gue janji akan balas semua rasa sakit yang kakak gue terima di hari hari terakhirnya, gue akan bikin keluarga lo menderita termasuk lo Mei, termasuk lo!"
Setelah mengatakan itu Arga mendorong tubuh Meira hingga Meira menabrak sofa dibelakangnya dengan posisi membungkuk. Hampir saja dia akan mencium lantai jika tangannya tidak dengan cepat menyambar sisi sofa itu.
Meira meluruh perlahan, tubuhnya bergetar hebat, tangis yang sedari tadi coba dibendungnya pun pecah seketika.
Perasaannya jelas bercampur aduk, dia tak menyangka jika pernikahannya ini ternyata telah direncanakan sedemikian rupa oleh Arga hanya untuk balas dendam kepada dirinya dan keluarganya.
Ini tidak adil, teramat tidak adil!
Arga melempar selimut dan satu bantal kehadapan Meira dengan kasar. Meira terdongak sambil berusaha mengusap air matanya.
"Tidurlah dimana pun sesuka lo asal jangan mengotori ranjang gue, ini baru awal Meira, bersiaplah! karna masih banyak kejutan esok hari buat lo!" Dengus Arga sambil berlalu meninggalkan Meira sambil menggebrak pintu kamar dengan kencang hingga Meira tersentak kaget karenanya.
Meira hanya terisak pelan sambil menatap sekali lagi pada foto Arga dan Stefan yang ada ditangannya.
"*Kenapa semua jadi kacau begini!?"
bersambung..
Note: Jangan lupa tinggalkan like dan votenya ya 😁😁😁*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments