Iseng atau Serius?

Aji masih menikmati rokoknya, entah puntung yang kesekian, kopi hitam yang dibuatnya pun sudah tinggal ampas teronggok di dasar cangkir. Mematikan puntung terakhir rokoknya, kemudian masuk ke kamar kos dan meraih ponselnya. Wajah yang semula kusut menjadi berbinar melihat satu pesan masuk di ponselnya. Dibukanya dengan senyum terkembang.

Udah kak. hehe. Maaf kak baru sempet pegang hp.

Dilihatnya jam pesan singkat itu masuk. 21.00. Gila, tujuh jam kemudian chat gue baru dibales, batin Aji. Masa' iya kuliah dari pagi sampe malem? Hmmm...pacaran nih mesti, pikir Aji. Sudah setengah jam yang lalu pesan singkat Inas masuk ke ponselnya. Dia yang tadi asyik di teras menerawang ke masa lalu ditemani rokok dan kopi hitam sukses tidak mempedulikan ponselnya. Sudah siap mengetik balasan, namun ada pikiran lain yang terbesit. Dia ingin mendengar suara Inas, berbincang langsung dengannya. Apakah sama seperti waktu SMP dulu? Malu-malu dan tak banyak bicara atau malah sebaliknya?

Aji menekan nomor Inas. Terhubung. Belum tidur kan ya? Tak lama kemudian ada suara yang lembut menyapa.

"Halo."

Aji tersenyum dan merasakan jantungnya berpacu lebih kencang. "Halo. Kamu baru selesai kuliah de'?"

"Hahaha. Engga lah kak. Udah dari tadi setengah tiga selesai kuliahnya. Nanya apa nyindir?"

"Hehehe. Ya kalik ada kuliah malem. Sampe gak sempet pegang hp gitu."

"Biasa tadi abis kuliah nongkrong dulu kak. Sambil pacaran. Hehe" Sudah ku duga, batin Aji.

"Oh, pantes. Terus baru pulang juga tadi kamu chat aku?"

"Sampe rumah jam delapanan sih tadi. Terus baru inget ada chat masuk. Gimana konsul dosennya kak?"

"Parah. Disuruh nyari lebih banyak referensi lagi. Udah gitu revisi banyak. Capek seharian. Mana ngechat cewek gak dibales-bales. Ternyata ditinggal pacaran."

"Kan sekarang gak ditinggal. hihihi. Kepedean ya aku. hahaha. Kaget kamu telepon kak."

Ini cewek asyik juga diajak ngobrol. Beda dari yang waktu jaman SMP dulu, batin Aji. Merasa ketagihan untuk terus ngobrol dengan Inas, Aji menanyakan hal-hal kecil dan sepele yang direspon Inas dengan asyik. Terkadang Aji tergelitik untuk menggoda Inas, meluncurkan gombalan-gombalan ringan yang tidak terkesan norak.

"Suara kamu emang kayak gini ya de'?"

"Kayak gimana emang kak?"

"Enak gitu didenger. Bikin pengen ngobrol terus."

"Hahaha. Iya. Banyak juga yang bilang gitu. hahaha."

Digombalin mantan gebetan kok kayak gak ngaruh gitu, pikir Aji sedikit sebal tapi malah semakin ingin menggoda. Ingin rasanya segera bertemu dengan Inas. Aji ingin tahu apakah kalau ngobrol secara langsung akan semengasyikkan seperti sekarang saat ditelepon. Aarrghhh... gue gak mau nutup telepon. Tapi udah setengah jam teleponan. Gak enak juga, disangka gue ngebet banget, jaim laah, pikir Aji.

"Keasyikan ngobrol sampe ga kerasa udah hampir setengah jam teleponan. Udahan dulu gak apa-apa ya de'?"

"Iya gak apa-apa kak. Udah malem juga, mau tidur aku."

"Oke. Inget ya, kalau kesini kabar-kabar, ntar aku temenin jalan-jalan."

"Iya kakak ku." Lucu banget sih kamu de', batin Aji mendengar jawaban Inas yang terkesan gemas dengannya.

"Hehe. Ya udah met malem. Met tidur. Makasih ya."

"Iya kak, sama-sama. Met malem."

Tak disangkanya, menelepon cewek yang pernah mengidolakannya akan seseru itu. Senyum terus berkembang bahkan ketika ponsel sudah tak di tangannya lagi. Masih terngiang-ngiang suara Inas yang lembut tapi terkesan ceria. Membayangkan kalau mereka bertatap muka. Mungkin Aji tak akan sanggup menahan perasaannya jika mereka bertemu. Baru mendengar suaranya saja hatinya sudah sangat kacau dan tak bisa berhenti memikirkannya. Tak mampu menghilangkan perasaan hatinya yang tak bisa dia gambarkan sendiri, Aji meraih ponselnya lagi. Mengetik sesuatu dengan senyum di wajahnya yang tak pudar sejak tadi.

Dan baru semenit aku sudah rindu suara tawa mu, nostalgi kecil ku.

Kirim dan menghela nafas panjang. Kenapa gue jadi gini sih? Dia udah punya cowok, mana mungkin dia nanggepin gue yang mungkin dikiranya cuma main-main, gumam Aji dalam hati. Dirinya pun masih abu-abu tentang perasaannya kepada Inas. Apakah hanya sensasi nostalgia masa remaja ataukah benar-benar ingin mendapatkannya, bukan sekedar tempat persinggahan untuknya bemain-main. Aji tak peduli. Yang dia tahu saat ini pikiran dan hatinya dipenuhi Inas. Memenjarakannya dalam rasa sesal dan kegelisahan dalam satu waktu.

Tak ada balasan lagi dari Inas. Langsung tidur kah? Pikiran dan hatinya yang kacau membuatnya kembali mengambil kotak rokoknya yang ternyata sudah kosong. Inas tak hanya menyita pikirannya, tapi juga menguras habis rokoknya yang biasanya bisa untuk beberapa hari. Baru beli kemarin. Menyambar jaket dan kunci motornya, Aji melajukan motornya. Entah kemana. Nyari rokok yang jauh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!