Malam sudah menyeruak. Senin pagi yang membawa semangat membara bagi Aji kini berubah menjadi Senin yang membosankan seperti Senin-Senin biasanya. Pesan singkat yang dikirimnya berjam-jam yang lalu tak kunjung berbalas. Nampaknya dia terlalu percaya diri pada yang namanya kekuatan masa lalu. Tak disangka wanita yang dulu mengejarnya, tak mudah diraihnya. Merebahkan tubuhnya yang penat seharian beradu dengan segala ***** bengek skripsi, mulai dari konsultasi, mencari buku-buku referensi, hingga mengedit revisi.
Diraihnya ponsel yang sedari tadi diam, bergeming, membuka sosial media mencari sebuah nama. Trengginas Saraswati. Seketika manampilkan profil wanita ayu nan anggun, yang tak pernah menor di setiap foto yang diunggahnya. Menampilkan wajahnya yang selalu tersenyum dengan dihiasi rambut bergelombang yang terkadang tergerai, terkadang terikat. Cantik. Menyesal selalu datang kemudian, begitu kata pepatah. Mengingat kembali sosok Inas remaja yang sangat polos, walaupun sangat polos waktu itu, Aji tahu Inas punya daya tarik tersendiri karena tak sedikit teman-teman seangkatannya yang menyukainya. Bahkan, Randi, sahabatnya waktu SMP dulu pun juga diam-diam mengagumi Inas.
Apa gue terlalu gengsi ya dulu? renung Aji, dengan sedikit menyesal. Aji sendiri masih tidak tahu apa yang begitu menarik dari Inas. Iya, memang cantik. Tapi di kampus Aji pun banyak sekali wanita cantik yang bisa dia dekati dan malah ada pula yang tengah mendekati Aji. Inas berbeda. Inas memberi kesan yang tidak hanya cantik, tapi lebih dalam dari itu, dan Aji tidak bisa menjelaskannya.
Masih melihat foto-foto Inas, Aji berhenti di salah satu foto yang membuatnya tergelitik untuk memberi komentar. Sebuah foto Inas yang berlatarkan sebuah benteng di kota Y yang sekarang beralih fungsi menjadi museum. Ketika akan mengetikkan sesuatu, Aji kemudian mengurungkan niatnya dan berujung pada pemberian "like" di foto itu. Aji berusaha menahan diri. Jaim laah. Dulu cuek banget gitu masa' tiba-tiba jadi kelihatan ngebet banget, pikirnya mengingat pesan singkat yang dikirimnya belum juga dibalas Inas.
Aji memutuskan untuk mengakhiri aktifitas dengan ponselnya. Mulai menerawang dan menata andai-andai yang terjadi jika di masa lalu dia tidak terlalu mengacuhkan Inas. Mungkinkah mereka berpacaran, kemudian putus, kemudian nyambung lagi. Atau berpacaran, putus kemudian tetap berteman. Atau malah setelah putus tidak ada komunikasi sama sekali. Aji menerka-nerka bagaimana reaksi Inas kalau dia mendekati Inas. Pasti senenglah secara dulu dia beraniin diri pdkt sama gue, pikir Aji percaya diri.
Bangkit dari rebahan dan mengacak-acak rambutnya, berusaha menghilangkan bayangan wajah Inas yang terus memenuhi otaknya sedari semalam. Sia-sia. Berdiri, mengambil bungkus rokoknya dan berjalan menuju teras kamar kosnya. Menyalakan puntung rokok pertama dan duduk menerawang jauh. Mungkin ini yang namanya karma, sesal Aji yang tak bisa disembunyikan lagi.
***
Inas bergeming, menatap kekasihnya yang tertidur pulas sambil memeluknya. Sudah pegal dan kaku rasa seluruh tubuhnya, tak bergerak entah berapa lama. Jam di dinding kos Alex yang ikut bergeming, membuat Inas semakin bertanya-tanya, Jam berapa sekarang? Inas hanya tahu matahari masih menampakkan sinar keemasannya. Menandakan senja yang tengah menghiasi bumi yang monoton.
Ditatapnya kembali wajah kekasihnya itu. Diingatnya kembali kejadian sebelum dia tertidur. Kelembutan dan kehangatannya begitu terasa janggal. Inas tidak memungkiri dia menikmati kehangatan Nathan hari ini. Namun, entah perasaan tidak nyaman apa yang merasuk ke dalam hati Inas. Nathan hari ini hampir saja melebihi batasnya. Dia seperti tak bisa mengontrol dirinya. Mereka memang biasa bermesraan, tapi tidak pernah sampai terlalu intim. Biasanya Nathan hanya mencium bibirnya sambil tangannya bergerak nakal kesana kemari yang selau bisa dikendalikan Inas. Namun hari ini, Nathan seperti tak mau mengontrol dirinya.
"Jangan Nathan." ucap Inas lirih. Nathan tak peduli. Berusaha membuka kancing baju atasan Inas sambil mencium bibirnya. "Nathan!!" tegas Inas sambil menghempaskan Nathan dan melepaskan kecupan Nathan yang semakin memanas. Nathan yang melihat Inas terlihat takut sambil berusaha menutup baju atasannya, tersadar dirinya telah lepas kendali. Nathan teringat kejadian kemarin bersama Trisna dan ingin mencobanya bersama Inas. Nathan ingin tahu apakah sama rasanya. Namun melihat Inas yang gemetar ketakutan, Nathan mendekati Inas perlahan, memeluk dan membelai rambutnya. "Maaf." ucap Nathan lirih.
Inas yang merasai pelukan dan kehangatan Nathan yang kembali seperti biasa mulai lega dan membalas pelukannya sambil mengusap punggung Nathan lembut.
"Kalau ada apa-apa cerita ke Inas ya." pinta Inas lembut.
"Nathan capek, boleh tidur sebentar?" ucap Nathan lemah.
"Boleh, Nathan."
"Peluk." pinta Nathan manja kepada Inas. Inas yang merasai ada yang aneh dengan Nathan hanya mampu memenuhi permintaan Nathan tanpa protes.
Pegel, batin Inas. Inas mencoba menggeliat, berharap Nathan akan terbangun. Nihil. Inas berhasil melepaskan diri dari Nathan, tapi Nathan masih tertidur pulas. Perlahan meraih tasnya yang berada di dekat tempat tidur, Inas merogoh ke dalam dan mengambil ponselnya. Dilihat jam di ponselnya. Hampir jam setengah enam. Kemudian Inas menyadari ada satu pesan singkat masuk. Dari Aji. Inas tidak membukanya. Bukan karena dia ingin menyembunyikannya dari Nathan ataupun karena takut Nathan tahu dan cemburu. Dia hanya sedang tidak ingin membagi waktunya bersama Nathan dengan yang lain meski hanya sekedar via pesan singkat.
Biar saja. Biar dia tahu rasanya dicuekin. Batin Inas sedikit mendendam. Mengira Aji hanya melihat perubahan fisiknya saja. Andai Inas tahu, Aji sendiri pun tak tahu mengapa dia begitu tersihir oleh pesonanya.
Mengembalikan kembali ponsel ke dalam tasnya. Inas menghela nafas dan memandang kekasihnya yang masih terlelap. Sepertinya dia tidak tidur nyenyak semalam, pikir Inas. Rasanya tak tega membangunkan kekasihnya itu, tapi mengingat waktu yang terus bergulir mau tak mau dia mengusap kepala Nathan lembut. "Nathan, bangun. Pulang yuk. Udah hampir malem." Nathan membuka matanya perlahan, menggeliat dan kemudian bangun. "Makan dulu yuk. Sambil ketemu Alex ngasih kunci kos." jawab Nathan sambil berjalan menuju kamar mandi.
Inas bergegas merapihkan diri. Memandang wajahnya di cermin. Berantakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Dessy Azzahrah
ku tunggu up nya thor..
2020-04-24
1