Aji sudah berdiri di depan auditorium. Urusannya dengan job fair sudah cukup. Pikirannya sudah tidak di sana sejak membaca pesan masuk dari Inas. Dilihatnya jam di tangannya. Kok belum sampe sih? cemas karena yang ditunggu tak kunjung tiba. Dibukanya lagi pesan dari Inas.
Aku otw kak. Paling sejam lagi sampai.
Dan sekarang sudah satu jam lebih. Aji baru membalas pesan Inas lima menit yang lalu bahwa dia akan menunggunya di depan auditorium. Sudah tidak sempat untuk ke depan kampus, pikir Aji sewaktu membalas pesan singkat Inas, mengingat tempat parkir motornya yang cukup jauh dan penuh. Tidak sabar bercampur cemas, akhirnya Aji menelepon Inas. Gak diangkat. Dicobanya sekali lagi.
"Halo, kak?"
"Aku di depan auditorium de'."
"Oh oke. Baru aja turun dari bus ini."
"Kamu dari gerbang depan jalan?" Aji baru ingat kalau Inas berangkat dan pulang kuliah naik bus. Dan jarak antara gerbang depan kampus dengan auditorium cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki.
"Iya kak. Biasanya juga gitu."
"Aku jemput aja kalo gitu."
"Gak usah kak. Bentar lagi juga udah sampe situ."
"Ya udah kalau gitu."
Tak berselang lama setelah menutup telepon, Aji melihat sosok wanita yang selama ini hanya dikaguminya lewat foto-foto di akun sosmednya. Inas terlihat anggun tapi sporty, mengenakan kaos berkrah warna hitam dipadukan dengan rok rempel warna abu-abu dengan motif bunga-bunga hitam yang menutupi sampai lututnya, tak ketinggalan sneakers putih yang dikenakannya menambah kesan formal tapi santai. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai sampai ke bawah bahunya, dibelai perlahan oleh angin ketika dia berjalan.
"Hai, kak." sapa Inas dengan senyum yang menambah ayu penampilannya. Aji yang semula membatu tersihir oleh Inas, tersadar ketika Inas menyapanya, sudah di depannya.
"Eh, hai. Lupa kalau kamu ke kampus naik bus de'. Tahu gitu tadi aku jemput di depan."
"Hahaha. Gak apa-apa kak. Udah biasa. Eh, gimana job fairnya kak?"
"Kok gak enak banget ya ngobrol di sini." balas Aji memberi Inas sinyal untuk bergegas pindah tempat dari hiruk pikuk keramaian di depan auditorium.
"Oh. Ke sana aja ya kak? Samping audit ada kantin." ajak Inas sambil berjalan perlahan menuju kantin di samping kiri auditorium. Sebenarnya Aji ingin mengajak Inas keluar dari area kampus. Ya sudahlah.
"Mau pesen apa kak?" tanya Inas.
"Es teh aja de'." jawab Aji sambil berjalan menuju meja yang kosong di sudut kantin.
"Gak makan kak?" tanya Inas setelah kembali dari memesan dua gelas es teh.
"Kamu?"
"Masih kenyang sih. Sebelum berangkat makan dulu tadi. Kalau kamu mau makan tak temenin, tapi aku gak makan. hehehe."
"Gak enak makan sendiri. Ntar aja. Aku kira kamu ga mau ketemu aku."
"Ngapain gak mau, kak?" tanya Inas sambil tertawa kecil.
"Ya kan cowok mu kuliah di sini juga. Kali aja kamu takut cowok mu cemburu gitu."
"Tuhan lagi baik sama kamu. Sudah ditakdirkan begini." jawab Inas, tersenyum.
"Kok?" bingung dengan jawaban Inas yang ambigu.
"Makasih, mbak pesen mie rebus pake telur sama sayur satu. Kamu mau makan apa kak?" tanya Inas kepada Aji ketika pelayan kantin mengantarkan pesanan es teh mereka.
"Eh, sama aja mbak." jawab Aji yang bingung mau pesan apa.
"Jadi, Nathan hari ini gak ke kampus kak. Mau ngurus ijin magang di salah satu instansi di kotanya." jawab Inas setelah meminum es teh manisnya.
"Oooh... pantes kamu mau diajak ketemuan. Kalau cowok mu ngampus pasti gak mau ketemu aku kan?"
"Hahaha. Ketemu lah. Berangkat lebih pagi dari yang ini tadi malah. hehe."
Mendengar jawaban Inas Aji merasa mendapat lampu hijau untuk lebih mengenal Inas. Tak disangkanya Inas akan ramah dan hangat kepadanya yang dulu pernah cuek dan dingin kepada Inas. Dua mangkok mie rebus sudah datang di hadapan dua insan yang sedang saling mengenal kembali, tanpa malu-malu, tanpa rasa canggung.
"Makasih ya de'. Udah nemenin makan." ujar Aji.
"Tahulah aku kalau kamu laper kak. Dari pagi kan di sini? Makan dulu yuk."
"Sambil ngobrol. Kan ketemu cuma bentar doang."
"Mau ngobrolin apa?"
"Ntar pulang bareng aku ya? Aku anter sampe rumah."
"Kamu nanti nunggu aku kelamaan kak. Aku naik bus aja."
"Sampe jam 4 kan? Gak lama. Nanti aku keliling-keliling dulu kemana gitu baru jemput kamu gitu."
"Mmm... kamu balik ke rumah?" tanya Inas memastikan, karena kalau Aji kembali ke kosnya di kota Y pasti akan membuat Aji lelah, meskipun arah ke kota Y searah dengan rumah Inas. Rumah Aji dan Inas lumayan dekat, hanya sepuluh menit perjalanan dengan motor.
"Iya kayaknya. Udah lama ga balik juga. Sibuk ngurus skripsi. Kenapa emang de'?"
"Gak apa-apa kak. Kalau balik ke kota Y kan capek. Dua jam lebih kan?"
"Ada kamu bikin gak capek." Aji dengan gombalan yang jadi ciri khasnya.
"Hahahaha. Eh, ngomong-ngomong skripsi udah bab berapa emang kak?" Inas mencoba tidak terlalu merespon gombalan Aji.
"Bab empat sih. Masih on process tapi. Kamu sendiri gimana kuliahnya?"
"Semester depan baru magang. Belum kepikiran juga magang dimana. Abis itu penelitian baru skripsi."
"Santai aja. Sambil jalan ntar juga dapet pencerahan. Eh, gimana nanti pulang bareng ya?" pinta Aji lagi.
"Mmm... engga aja deh kak. Aku naik bus aja."
"Cowok mu punya mata-mata ya?" goda Aji.
"Nah itu tahu. hahaha." balas Inas.
Hampir dua jam mereka ngobrol. Membahas apapun yang bisa dibahas. Aji tak henti-hentinya menatap mata Inas ketika mereka berbicara. Indah, pikirnya. Tawa dan senyum Inas yang tak dibuat-buat semakin membuat Aji enggan menyudahi pertemuan mereka. Sayang, hampir pukul 13.00 dan Inas harus masuk kuliah.
"Bolos aja sih." ajak Aji, sedikir menggoda.
"Dosennya ganteng kak. Sayang kalau bolos." jawab Inas sambil tertawa kecil. "Kapan-kapan kalau aku ke kota Y, aku kabari. Ntar temenin aku bener lho." sambung Inas, membuat Aji mau tak mau harus merelakan pertemuan mereka hari itu berakhir.
"Ya udah deh."
"Makasih ya kak buat hari ini." ucap Inas sebelum berlalu.
"Aku yang makasih de'. Pulang kuliah hati-hati ya."
"Sip. Dah." Inas pun berlalu. Aji menatap punggung Inas yang perlahan menjauh. Masih terlihat saja, aku sudah rindu. Gila.
***
Meninggalkan cinta remajanya, Inas berjalan menuju fakultasnya. Berat sebenarnya. Masih ingin menghabiskan waktu bersama. Tak apa. Memang harus diakhiri pertemuan mereka yang menurut mereka sangat singkat itu. Masih banyak waktu.
Seiring Inas berlalu, sajak-sajak bermunculan di otaknya. Mengalir begitu saja.
Kala masa lalu memberi candu rindu
akankah kau berpaling, berlabuh
meninggalkan sepenggal kisah masa kini
tanpa peduli
Mungkin bukan hatinya saja yang terluka
hatimu pun juga bisa merasa
bahwa selalu ada beda
antara masa lalu dan masa kini yang kau campakkan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments