Sepi sudah biasa menyambut Nathan di rumah. Rumah yang hanya ditinggalinya bersama Leon, adik laki-lakinya yang masih SMP tak pernah memberi kehangatan sedikitpun kepada Nathan. Sejak kedua orang tuanya memutuskan bercerai dan masing-masing menikah lagi, Nathan dan Leon memutuskan untuk tinggal berdua, di rumah peninggalan orang tuanya yang kini tersisih sama seperti dua anak yang dulu diidam-idamkan dan sekarang tak diperhatikan.
Ayah Nathan masih bertanggung jawab untuk urusan finansial Nathan dan Leon. Ayah mereka tidak pernah terlambat memberi jatah keuangan setiap bulannya. Meski begitu Nathan tidak memungkiri bahwa dia kehilangan pegangan ketika kedua orang tuanya bercerai. Dia sendiri harus berusaha kuat untuk adiknya Leon yang masih sangat kecil ketika kedua orang tuanya bercerai. Itulah mengapa Nathan menjadi sangat tertutup untuk bercerita apapun kepada siapapun. Dia mulai kehilangan kepercayaannya kepada siapapun. Bahkan kepada Trisna yang selama ini menjadi tempat peraduannya.
Nathan memasuki kamarnya. Sepi. Jam masih menunjukkan pukul 20.00. Nathan yang tadi berniat mengantar Inas pulang, tiba-tiba ditolak oleh Inas.
"Nathan pulang aja. Inas naik bus gak apa-apa." pinta Inas ketika mereka sedang makan.
"Nathan kelihatan capek. Buruan pulang aja ya. Nanti kalau nganter Inas, sampai rumah udah malem banget." jelas Inas. Memang butuh waktu hampir dua jam dari rumah Inas ke rumah Nathan, dan Nathan memang tidak memungkiri bahwa raganya sangat lelah setelah kejadian kemarin. Tapi, Nathan masih ingin menghabiskan waktu bersama Inas.
"Gak apa-apa. Nathan anter aja ya." masih bersikeras mengantar Inas. "Kan tadi Nathan juga udah tidur lumayan lama, jadi gak capek lagi." sambungnya meyakinkan Inas bahwa dia tidak apa-apa.
"Gak usah. Lain kali aja ya. Nathan masih butuh banyak istirahat. Tadi kalau gak Inas bangunin kan masih tidur. Jadi, abis ini pulang aja ya, lanjutin tidurnya." kata Inas sambil tersenyum.
Nathan tak bisa menolak lagi. Dia tahu Inas tetap akan menyuruhnya pulang karena memang dia masih terlihat kuyu. "Baiklah. Besok Nathan anter ya. Kita pulang agak awal biar gak kemaleman." Inas hanya menjawab dengan anggukan semangat.
Nathan sangat merasa bersalah mengingat kejadian di kos Alex. Nathan yang selama ini menghargai dan menjaga Inas telah lepas kendali karena mengingat kebersamaannya bersama Trisna kemarin. Dia merasa sangat bersalah kepada Inas. Dia ingin merasakan kehangatan dan kelembutan Inas lebih jauh untuk membuatnya melupakan apa yang telah dilakukannya bersama Trisna. Ketika sedang tenggelam dalam lamunan dan rasa bersalahnya, ponselnya berdering. Trisna menelepon.
"Halo, sayang. Lagi apa?" sapa Trisna hangat dari seberang.
"Lagi tiduran aja ini, capek seharian kuliah." jawab Nathan sedikit berbohong.
"Udah makan? Ini aku lagi makan bareng temen-temen abis kerja kelompok."
Nathan melirik jam di dinding kamarnya. Sudah hampir jam sembilan malam. "Jam segini baru selesai ngerjain tugas kelompok? Berapa orang? Sama cowok?" tanya Nathan sedikit curiga. Atau cemburu. Entah. Nathan sendiri tak memahami perasaannya.
"Iya, sayang. Harus ke lapangan dulu tadi, terus abis dari lapangan nyusun data yang di dapet. Ini aja belum selesai sebenernya, tapi gegara laper jadi istirahat makan dulu." jelas Trisna, tak menjawab pertanyaan terakhir Nathan.
"Sama cowok?" tanya Nathan lagi, dengan intonasi lebih tegas dan dingin.
"Iya ada cowoknya. Kan emang satu kelas banyak cowoknya, sayang. Mau gimana lagi. Yang nyusun kelompok juga dosen, bukan kita sendiri kok." jawab Trisna santai.
Nathan tahu Trisna memiliki banyak teman cowok karena dia kuliah di jurusan teknik. Meski begitu Nathan tetap tidak suka Trisna sering pergi dengan teman-temannya itu. "Oke. Selain ngerjain tugas gak usah main sama temen cowok apalagi sampai malem. Tugasnya selesain besok pagi aja. Abis makan pulang terus istirahat." ucap Nathan dengan nada jengkel.
"Iya, sayang. Ini juga pada mau balik aja katanya. Udah capek semua."
"Ya udah. Buruan pulang. Sama temen cewek aja. Aku mau istirahat dulu."
"Okay, sayang. Met malem." Dan telepon terputus.
Baru beberapa menit yang lalu dia memikirkan Inas, merasa bersalah karena telah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya bersama Trisna. Kini, mendapat telepon dari Trisna dan membayangkannya bersama beberapa cowok rasanya membuat hatinya ingin meledak. Nathan tak memahami perasaannya sendiri. Sulit membedakan cinta dan obsesi. Sulit baginya karena sudah lama Trisna mengisi setiap ruang di hati dan pikirannya. Dan ketika cintanya kepada Trisna tak bersambut ada Inas yang dengan lembut dan hangat menyambutnya tanpa syarat.
Egois. Serakah. Nathan sendiripun tak mengenali dirinya yang sekarang. Teringat pertama kali dia bertemu Inas di pelataran fakultas. Cewek polos yang ceria dan mudah bergaul dengan kakak-kakak tingkatnya. Nathan sempat mengira Inas memiliki hubungan dengan Dion, teman sekelasnya. Tapi ternyata tidak. "Engga. Gue cuma deket aja sih. Dia cewek yang lumayan asyik diajak ngobrol." kata Dion waktu Nathan bertanya hubungannya dengan Inas. "Lu suka? Kalau suka, ayok gue kenalin. Kalik cocok. hehehe." tambah Dion. Nathan yang waktu itu tak terlalu tertarik dengan Inas tak begitu memperhatikan godaan Dion, lagipula dia masih gencar pdkt dengan Trisna.
Suatu sore ketika kuliah usai, Nathan, Dion, dan teman-temannya yang menuju tempat parkir motor berpapasan dengan Inas yang kebetulan sedang ngobrol seru bersama teman-temannya. Dion tanpa canggung menyapa Inas.
"Nas, belum pulang?"
"Eh, kak Dion. Belum nih kak. Mau nongkrong di depan sebentar sama temen-temen ini. Ikutan yuk. Tambah rame kan tambah seru." ujar Inas semangat.
"Boleh. Ikutan adik tingkat nongkrong di depan yuk guys." ajak Dion kepada teman-teman segerombolannya, termasuk Nathan. Tanpa banyak protes semua oke dan berangkatlah mereka ke warung kopi depan kampus tempat biasa para mahasiswa nongkrong sore.
Dalam hiruk pikuk para mahasiswa yang sibuk memilih jajanan untuk disantap sembari nongkrong sore, Nathan diam-diam memperhatikan Dion dan Inas yang asyik ngobrol sambil memilih menu ringan yang ditata di meja. Nathan tampak penasaran. Dion termasuk mahasiswa populer dan cukup pandai di fakultasnya. Wajar kalau banyak cewek yang mendekatinya, bahkan mungkin termasuk Inas. Tapi, Dion bilang mereka tidak ada hubungan apa-apa. Keasyikan mereka membuat Nathan menilai Dion sedang pdkt dengan Inas.
"Lu pdkt sama dia ya?" tanya Nathan ketika Dion sudah mendekat ke arahnya.
"Hah? Enggaa. Kok lu bisa nanya gitu?" jawab Dion sambil tertawa lepas.
"Kelihatannya asyik banget gitu ngobrolnya. Kalau dia yang pdkt sama elu gak mungkin."
"Darimana lu tahu? Elu dukun ya?" tanya Dion masih sambil tertawa.
"Kelihatan. Lihat aja dia gak cuma ngobrol sama lu doang. Dia santai juga ngobrol sama anak-anak, berarti dia kan gak ngincer lu. Kalau pdkt sama elu, pasti tuh cewek udah ngekor terus sama elu. Eh, ngomong-omong kok anak-anak bisa sih ngobrol santai sama dia, udah pada kenal banget sama dia?" Nathan mulai penasaran.
"Kan gue udah bilang, Inas itu enak diajak ngobrol. Apa aja. Selera humor dia juga tinggi, jadi wajar dia bisa cepet ngeblend sama anak-anak yang pada selengekan kayak mereka." kata Dion menjelaskan.
"Gue kenal dia waktu acara penerimaan mahasiswa baru dulu. Dia sama temen-temennya kan dapet bagian pentas fashion show buat acara penutupan. Nah, kelompok dia punya ide unik, fashion show horor, jadi semua anggota kelompok dia make baju-baju hantu gitu. Dia nembusin ke gue, waktu itu kan gue ketua panitia penyelenggaranya. Dia minta sama gue buat ngluarin kelompok dia di urutan terakhir aja, jadi biar penutupan acara penerimaan maru berkesan, gitu. Kebetulan ide dia kan bagus tuh, bisa buat kejutan panitia-panitia yang lain, soalnya yang tahu cuma gue, wakil gue sama sie acara pentas seni. Dan ide Inas itu beneran sukses bikin ruangan dan acara jadi riuh, bro. Dari sejak itu gue kenal Inas, deket aja, gak ada niat apa-apa. Si doi juga kayaknya gak tertarik sama gue. Katanya gue terlalu populer gak level sama dia. hahaha."
Nathan jadi penasaran, seenak apa ngobrol sama Inas. Larut dalam penasarannya, sampai Nathan tak menyadari Inas sudah duduk di depannya dan Dion karena dipanggil Dion.
"Kenapa kak?" tanya Inas pada Dion.
"Belum kenal sama yang ini kan?" tunjuk Dion ke arah Nathan.
"Oh, Inas, kak." ucap Inas sambil mengulurkan tangan ke arah Nathan.
"Nathan." Nathan yang tak siap dengan perkenalan tiba-tiba hanya menyebutkan namanya singkat. Terkesan dingin.
"Nathan ini sukanya ngeband sama si Alex." terang Dion.
"Oh. Keren dong. Pegang apa kak?" tanya Inas langsung kepada Nathan.
"Vokal." lagi-lagi menjawab singkat.
"Wow. Kapan-kapan bisa request dinyanyiin nih. Biasanya latihan dimana kak? Boleh sekali-kali ikut gitu? Bosen juga nongkrong cuma makan terus gini, hahaha." ucap Inas mencoba mencairkan Nathan yang terkesan dingin.
"Biasanya di studio musik belakang kampus. Boleh ikut. Tapi ya mungkin selera musik kita gak cocok di telinga mu." kata Nathan.
"Emang biasanya mainin lagu siapa kalau latihan?"
"Macem-macem sih. Ada MCR, Muse, 30 Seconds to Mars, dan sejenisnya lah." ucap Nathan, yakin kalau Inas gak bakal paham dengan band-band yang disebutkan tadi.
"Pas dong. Aku sukanya dengerin 30 Seconds to Mars sih kak. Tapi yang lain juga kadang dengerin. Kalau MCR aku sukanya yang Famous Last Word itu. Kapan-kapan kalau latihan request itu ya?"
Jawaban Inas cukup mengejutkan Nathan. Tak disangkanya cewek yang dari luar terlihat polos itu memiliki selera musik yang sama dengannya. Nathan mulai nyaman ngobrol dengan Inas. Keduanya larut dalam perkenalan pertama yang seru, sehingga tak memperhatikan Dion yang diam-diam menyingkir dari samping mereka. Memberi ruang untuk saling mengenal.
Sejak saat itu, Inas menjadi candu bagi Nathan. Oase di tengah kehidupannya yang gersang, tanpa kasih sayang. Nathan merasakan kesejukan dan kenyamanan setiap kali berada di dekat Inas, membutnya ingin setiap hari bertemu dengannya dan berbagi segala macam beban di hatinya. Dan tanpa Nathan sadari, dia tak bisa membayangkan hari tanpa Inas. Inas yang berhasil masuk ke dalam dan menyentuh sisi kesendiriannya. Inas yang mampu meluluhkan beku hatinya selama ini, membuatnya dapat sejenak melupakan Trisna. Inas yang tanpa banyak bertanya selalu dapat menenangkan kegelisahannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Dessy Azzahrah
mantabbb..
2020-04-24
0