Sudah kira-kira dua minggu sejak pesan singkat terakhir yang dikirim Aji malam itu.
Dan baru semenit aku sudah rindu suara tawa mu, nostalgi kecil ku.
Tak ada lagi pesan singkat. Tak ada lagi telepon gombalan. Inas hanya menghela nafas sambil menatap pesan singkat terakhir dari Aji. Terkadang sesal muncul karena tak membalas pesan itu waktu itu. Namun terkadang keteguhan muncul mengingat ada Nathan yang selalu menemaninya setiap hari.
"Kenapa, Nas?" tanya Nathan yang sudah membawa dua piring penuh batagor. Siang itu mereka memutuskan makan batagor di warung depan kampus.
"Eh, gak apa-apa." jawab Inas sedikit tergagap sambil meletakkan ponselnya, tak lupa dibubuhi sedikit senyum di wajahnya.
"Es teh udah pesen?" tanya Inas kepada Nathan.
"Udah. Nanti kuliah sampai jam berapa?" tanya Nathan sambil menyantap batagornya.
"Sampai jam empat nanti. Nathan sampai jam berapa? Pengen jalan-jalan, bosen. Tapi kuliah selesai sore. Hhhh."
"Nathan gak ada kuliah hari ini. Tadi Alex bilang kuliah speaking kosong, cuma disuruh ngerjain tugas aja, santai jadinya." masih sambil terus mengunyah batagor. "Inas pengen jalan-jalan kemana emang" tanya Nathan kemudian.
"Gak tahu. Kemana aja sih." jawab Inas sambil lalu. Dia termasuk tipe cewek yang tidak begitu suka hang out, jadi begitu ditanya pengen jalan kemana pasti dia sendiripun bingung.
"Ya udah, nanti abis kuliah kita jalan ya. Mau?" ajak Nathan seperti tahu kebosanan Inas.
Inas menoleh. Sambil mengangguk dia tersenyum lebar. Kemudian sibuk lagi dengan seporsi batagor di depannya.
***
Matahari sudah beralih, perlahan menuju tempatnya meredup. Inas yang sudah selesai kuliah lima belas menit yang lalu menunggu Nathan menjemputnya di depan fakultas. Sambil sesekali melambai pada teman-temannya yang satu per satu pulang, Inas berdiri sabar menunggu walaupun itu hal yang paling Inas benci. Tak lama kemudian, Nathan terlihat mengendarai motornya menuju ke arah Inas menunggu. Tanpa banyak basa-basi Inas langsung membonceng Nathan.
"Maaf ya. Lama nunggu?" tanya Nathan kemudian.
"Iya lama. Sampe kering." ucap Inas sedikit kesal.
"Nanggung soalnya tadi lagi ngerjain tugas, tinggal dikit jadi selesaiin sekalian."
"Iyaa gak apa-apa. Mau beli apa?" tanya Inas ketika sadar Nathan berhenti di sebuah mini market.
"Udah ayok masuk dulu." ajak Nathan tanpa menoleh ke arah Inas. Inas yang bingung memutuskan untuk mengekor, masuk ke dalam mini market. Nathan sudah berdiri di depan box freezer es krim. Sibuk memilih-milih es krim.
"Kamu pilih yang mana, Nas?" tanya Nathan.
"Terserah Nathan aja." jawab Inas.
"Tiramissu ya. Biar kayak Nathan."
"Iya." Nathan berjalan mendekati Inas. "Kalau es krimnya tiramissu. Kalau aku, I miss you." bisik Nathan sambil berlalu. Sukses membuat Inas tersenyum geli dengan gombalan norak yang bukan ciri khas Nathan.
"Apaan sih." ucap Inas sambil menepuk bahu Nathan yang berdiri di depan meja kasir. Nathan tertawa kecil, tahu kalau gombalannya berhasil membuat kekasihnya itu tak lagi cemberut.
Keluar dari mini market, Nathan menyodorkan es krim cone kepada Inas, menggiringnya duduk di kursi yang disediakan di depan mini market. Asyik menikmati es krim rasa tiramissu yang mendinginkan raga dan juga hati Inas yang semula panas.
"Kita mau jalan kemana?" tanya Inas sambil terus menikmasti es krimnya.
"Rahasia." jawab Nathan sambil menyodorkan tissue yang tadi juga dibelinya kepada Inas, melihat wajah Inas mulai tercemar oleh es krim di sekitar mulutnya. Ya, tidak seperti di novel-novel atau film-film romantis dimana si cowok akan mengelap sisa es krim di ujung bibir si cewek dengan ibu jarinya. Dan Inas juga tidak pernah mengharap kejadian itu terjadi. Lebay, pikirnya. Romantis untuk setiap pasangan berbeda, begitu pula bagi Nathan dan Inas. Rayuan, pujian ataupun hadiah yang tiba-tiba bukan tolak ukur keromantisan, melainkan melakukan hal yang disukai bersama itu baru romantis versi Inas dan Nathan.
Mendengar jawaban Nathan yang sok misterius itu Inas hanya manyun dan terus menikmati es krim tiramissu hingga tak tersisa. Puas dengan es krim yang mereka santap, mereka melanjutkan perjalanan ke entah dimana karena hanya Nathan dan Tuhan yang tahu kemana Nathan akan membawa Inas. Inas menikmati pemandangan sore dengan langit cerah merah kekuningan, menandakan matahari kian turun di titik horizon sebelah barat, tak peduli kemana Nathan akan membawanya.
Setelah sekian menit perjalanan, sampailah mereka di sebuah taman kota yang terlihat lebih ramai dari biasanya. Ternyata di salah satu sisi pelataran taman ada sebuah pertunjukan musik kontemporer dari mahasiswa-mahasiswa seni. Alunan berbagai macam alat musik dan suara khas dari vokalisnya berhasil menyedot perhatian orang-orang yang sedang menghabiskan waktu sore mereka di taman kota.
Inas dan Nathan memutuskan ikut menonton pertunjukan yang epic itu, duduk bersama kerumunan yang sudah mengitari para pelaku pertunjukan yang sedang sibuk memainkan perannya masing-masing.
"Makasih ya." bisik Inas di telinga Nathan. Nathan hanya tersenyum dan menggenggam tangan Inas, menikmati alunan lagu-lagu ciptaan mahasiswa-mahasiswa yang tak kalah hebat dengan lagu-lagu hits ternama. Inas sangat bahagia, walaupun hanya sesederhana itu. Nathan selalu tahu selera Inas, selalu bisa memberikan sesuatu yang Inas sendiri tak tahu apa yang sedang diingininya. Waktu terus berlalu seiring kerumunan yang silih berganti karena senja sudah mulai memudar dan gelap mulai merayap.
"Ayo pulang." ajak Nathan. Inas mengangguk dan berdiri dari duduk, menatap para pemusik untuk terakhir kali. Terimakasih, sudah membungkus senja Senin ini dengan begitu megah.
***
Inas sudah berada di kamarnya. Merebahkan tubuhnya, mengingat senja yang indah di taman kota S. Nathan selalu berhasil membuatnya senang, walaupun di waktu yang singkat dan dengan melakukan hal yang sederhana, namun selalu berkesan. Seperti hari ini. Inas yang hanya bilang ingin jalan-jalan karena bosan dan tidak tahu ingin kemana, dibawa Nathan ke taman kota yang jaraknya sekitar sepuluh menit dari kampus. Menikmati senja yang luar biasa dengan alunan lagu-lagu yang istimewa. Hanya sesederhana itu kebahagian yang diberikan Nathan kepada Inas. Sederhana yang luar biasa bagi Inas. Sederhana yang tak tergantikan. Tak akan pernah dilupakan.
Dering ponsel membangunkan Inas dari lamunannya. Satu pesan singkat masuk. Dari Aji.
Besok kuliah de'?
Menghela nafas panjang. Ponsel masih dalam genggamannya. Inas menatap langit-langit kamarnya, merasai hatinya yang menjadi tersentil dengan pesan singkat dari Aji. Sudah dua minggu atau bahkan lebih tak ada kabar apapun dari Aji dan itu cukup menguatkan hatinya untuk tetap bersama Nathan. Ketika hatinya mulai menutup dan hanya ingin fokus dengan Nathan, kenapa Aji selalu hadir menggoyahkan keteguhan hatinya? Apa sih maunya?
Menimbang-nimbang hatinya yang kalut. Ada rasa benci dan rindu beradu untuk masa lalunya itu. Merasai masihkah ada seberkas cinta di hatinya untuk cinta remajanya itu? Ataukah hanya sekedar bisikkan godaan sesaat?
Tenggelam dalam hatinya yang semrawut, Inas terlelap dalam kalut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments