Mentari Senin pagi menyeruak di ufuk timur memberi kehangatan dan semangat baru bagi kehidupan di bumi yang nampak monoton dan membosankan. Senyum terkembang di wajah ayu sesosok wanita yang sedari subuh sudah bangun dari mimpi-mimpinya tentang masa lalu. Tak menyangka akan sebahagia itu semalam bertukar pesan singkat dengan seseorang di masa lalu yang bahkan tidak meliriknya sedikitpun. Menikmati sarapan dan sambil menatap layar ponselnya, membaca ulang pesan-pesan singkat semalam yang memberi efek luar biasa di hatinya.
Satu pesan singkat masuk. Senyumnya terkembang lebih lebar. Dibukanya pesan tersebut.
Pagi de'. Udah berangkat kuliah?
Bahkan kekasihnya jarang sekali mengiriminya pesan singkat sepagi ini.
Nanti kak jam 9. Ada kuliah jam 11.
Acara sarapan pun terhenti karena Inas sibuk berbalas pesan singkat dengan Aji.
Kuliah jam 11 kok berangkat jam 9?
Iya kan dari rumah ke kampus naik bus butuh waktu sekitar satu jam kak. Belum nunggu busnya lama.
Loh kamu gak ngekos?
Gak dibolehin mama.
Kok naik bus? Gak naik motor sendiri gitu? Atau berangkat bareng cowok mu?
Naik bus enak bisa tidur kak. hahaha. Cowok ku rumahnya jauh kak, rumahnya di kota X, kan gak searah.
Jauh juga ya. LDR an berarti ya?
Engga juga sih kak. Tiap hari ketemu di kampus. Satu jurusan. hehe. Kamu gak ke kampus kak?
Ini lagi di kampus. Nunggu dosen mau konsultasi. Bosen.
Haha. Sabar kak. Eh, aku mandi dulu kak.
Inas memutuskan untuk menyudahi bertukar pesan. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 08.00. Inas biasa berangkat lebih awal karena dia berangkat naik bus umum dia mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan terjadi di jalanan. Terkadang menunggu bus datang saja sudah lama dan melelahkan. Inas bergegas mandi dan bersiap berangkat. Sudah berdiri menanti bus di halte, Inas mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan pesan singkat. Bukan untuk Aji, tapi untuk Nathan.
Inas berangkat. Nathan kuliah jam berapa?
Dimasukkannya kembali pomselnya ke dalam tas karena dari kejauhan bus yang dinanti sudah terlihat. Di dalam bus yang tidak terlalu penuh itu, Inas mengambil tempat duduk di pinggir jendela. Perjalanan masih jauh, dia memutuskan untuk bersandar ke jendela bus dan terlelap.
***
Nathan yang masih enggan bangun dari tempat tidurnya menatap pesan singkat dari Inas yang menghiasi layar ponselnya. Masih berpikir untuk berangkat atau mangkir dari kuliah karena kekacauan di hatinya yang membuat dia enggan melakukan apapun selain rebahan. Terlintas sejenak wajah Inas. Dia merindukannya. Merindukan aromanya. Tawanya yang lepas dan genggaman tangannya yang menenangkan.
Perlahan Nathan bangkit dari tempatnya. Berjalan menuju tepi jendela, menatap hari yang cerah yang sama sekali tidak menggambarkan suasana hatinya. Masih menggenggam ponselnya. Masih ragu membalas pesan dari Inas. Masih menatap nanar ke luar jendela. Dan sedetik kemudian dia dikejutkan dering ponselnya. Panggilan dari Trisna. Sedikit malas mengangkat karena dia masih membutuhkan waktu untuk sendiri beberapa menit lagi. Panggilan berakhir tanpa Nathan menerimanya. Kembali menatap ke luar jendela. Terlintas kembali wajah Inas. Entah kenapa dia begitu merindukannya. Mungkin karena rasa bersalah. Ataukah ini yang disebut cinta? Panggilan dari Trisna kembali membangunkan Nathan dari lamunannya.
Halo?
Halo, sayang. Udah bangun kan?
Udah. Kenapa sayang? balas Nathan berusaha bersikap hangat.
Kamu berangkat kuliah jam berapa? Bisa anter aku ke stasiun dulu? Mau balik kosan ini.
Kereta jam berapa?
Jam 11, sayang. Bisa?
Iya aku mandi dulu abis itu jemput kamu terus ke stasiun.
Okay. Makasih ya sayang.
Nathan menutup telepon. Masih merasa aneh. Padahal selama ini dia terobsesi dengan Trisna, tapi begitu mendapatkannya mengapa jadi ada yang aneh. Sama sekali tidak seseru waktu dia masih pdkt dulu. Teringat pesan singkat Inas yang belum dia balas, Nathan segera mengetikkan balasan.
Nathan kuliah jam 1. Nanti jam 11 Nathan otw ke kampus. Nathan kangen Inas.
Mengirim pesan kemudian beranjak mandi dengan lunglai. Malas bertemu Trisna. Tak biasanya. Entah.
***
Inas terbangun. Bus masih berjalan santai menapaki jalanan kota yang tak pernah sepi. Inas memandang keluar jendela memastikan tujuannya belum terlewat. Masih sekitar 15 menit lagi dia sampai di kampus. Merogoh tasnya, mencari ponselnya, berharap sudah ada balasan dari Nathan. Satu pesan masuk.
Nathan kuliah jam 1. Nanti jam 11 Nathan otw ke kampus. Nathan kangen Inas.
Inas tersenyum tipis. Dia merasakan ada perasaan hangat yang menyelimuti pesan singkat yang dikirim Nathan. Inas pasti bisa merasakan perasaan Nathan meski hanya lewat pesan singkat yang dikirim, dia bisa tahu Nathan dalam keadaan bad mood, marah, atau biasa saja. Bukan indera keenam. Lebih kepada firasat. Mungkin.
Inas kuliah jam 11 sama jam 1 aja hari ini.
Sebelum kuliah jam 1 temenin Nathan makan ya. Laper. Di rumah gak ada apa-apa.
Iya. Tapi makannya di kantin aja ya. Mepet jamnya.
Iya yang penting ditemenin Inas.
Hati-hati nanti berangkatnya. Inas udah sampe kampus ini. Mau nonton film bentar di perpus.
Berjalan menyusuri pelataran kampus yang hijau, Inas merasa senang hari ini akan bertemu kekasihnya. Sudah dua hari mereka tidak bertemu, dan dalam dua hari itu pula Nathan terkesan dingin lewat pesan singkatnya. Mungkin hanya perasaannya saja yang berlebihan. Atau memang ada yang disembunyikan Nathan darinya? Inas tak peduli.
***
"Kenapa sayang?" tanya Trisna sambil mengulurkan sebotol minuman dingin. Melihat Nathan yang tak banyak bicara hari ini membuatnya sedikit curiga.
"Gak apa-apa. Cuma agak capek aja." jawab Nathan dengan senyum sedikit tersungging di wajahnya.
"Beneran? Aku tinggal gak apa-apa?" tanya Trisna memastikan tak ada yang disembunyika kekasih barunya ini.
"Iya. Gak apa-apa. Toh kamu kudu kuliah juga kan? Masuk jam berapa hari ini?"
"Hari ini kosong sih, cuma nanti sore ada kerja kelompok bareng temen-temen."
"Ya udah buruan masuk, ntar ketinggalan kereta."
"Oke. Aku berangkat dulu ya. Love you." ucap Trisna sambil mengecup pipi kiri Nathan. Melihat punggung Trisna sudah tak terlihat di kejauhan, Nathan kembali menuju tempat parkir motornya. Ada sedikit perasaan lega Trisna mengenyam pendidikan di ibukota. Jaraknya empat jam perjalanan dari kota X menggunakan kendaraan pribadi. Dan Trisna lebih suka naik kereta untuk pulang pergi. Yang lebih melegakan Nathan, Trisna tidak pulang setiap seminggu sekali. Bisa dibilang hubungan mereka terpisah jarak, lebih jauh daripada dengan Inas. Entah mengapa beban di hatinya sedikit berkurang melihat Trisna pergi.
Melihat jam di tangannya. Masih jam 10.15. Kalau berangkat ke kampus sekarang masih kepagian sampainya. Kalau pulang dulu nanggung juga, pikirnya. Nathan mengeluarkan ponselnya, mengirim pesan kepada Alex, sahabatnya.
Di kos bro?
Baru aja sampe kos bro. Gimana?
Ya udah gue otw dari rumah. Mampir kosan lu dulu ya.
Oke.
Nathan memacu sepeda motornya menuju kota S, tempat dia akan meluapkan bebannya. Menuju kekasihnya yang sudah begitu dirinduinya. Menuju ke tempat dimana dia akan meninggalkan semua kebohongannya jauh, terlelap di sudut stasiun yang menjadi saksi bisu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
AtinyRyesa24
sudah ku boom like sama ku bintang lima
2020-04-20
1
Angelina kk
Hi kak aku udah mampir dan like nih, mampir juga ya ke novelku, jangan lupa like, comment and vote terima kasih 😊
2020-04-20
1