Nathan terbangun oleh dering ponselnya. Pesan dari Inas. Nathan membuka pesan dari Inas sambil tetap berbaring di tempatnya.
Udah makan?
Nathan tersenyum kecut. Gadis yang tengah dipacarinya ini entah kenapa menurutnya menarik sekaligus menyebalkan. Seharian dia sengaja tidak mengirim pesan dan begitu malam mulai merayap dia hanya mendapati satu pesan singkat dan itupun bukan pesan yang berarti. Dia tahu Inas tidak akan mendebatnya lewat pesan singkat tentang alasan kenapa dia tidak menghubunginya seharian ini. Inas bukan tipe cewek posesif yang curigaan ketika pacarnya sama sekali tidak menghubunginya. Nathan tahu itu. Masih bergeming. Kemudian dia menatap sosok wanita yang tertidur lelap di sampingnya.
Apa yang aku lakukan? Batinnya.
Seharian Nathan menghabiskan waktu bersama Trisna, wanita yang menjadi obsesinya sejak duduk di bangku SMA. Nathan pernah menceritakan tentang Trisna kepada Inas. Tapi dia tidak menceritakan bahwa obsesi untuk memiliki Trisna belum pudar sedikitpun. Nathan selalu berusaha keras mendekati Trisna sejak SMA, namun Trisna tidak memberi celah untuk hubungan yang lebih dari sekedar kakak adik. Dan seharian ini, Nathan berakhir di ranjang Trisna. Melampiaskan obsesinya selama bertahun-tahun yang akhirnya bersambut.
Masih tetap di ranjang, Nathan menatap langit-langit. Dia ingat kemarin dia mengajak Inas pergi kencan menghabiskan hari Minggu yang menjemukan baginya.
Besok ga bisa, Nathan. Inas mau ngerjain tugas translation sama writing. Dikumpul Senin soalnya. Balas Inas via pesan singkat.
*Ya udah ga apa-apa. Besok buruan dikerjain tugasnya biar ga begadang.
Okay*.
Nathan tahu betul tugas-tugas kuliah yang disebutkan benar-benar menguras waktu dan fokus karena Nathan kuliah di kampus dan jurusan yang sama dengan Inas, terlebih dia satu angkatan lebih tua dari Inas. Menghela nafas ketika tahu hari Minggunya akan membosankan, Nathan pun menghubungi Trisna.
*Besok ada acara Tris?
Ga ada kak. Gimana? Mau jalan lagi?
Aku jemput pagi ya. Bosen di rumah.
Siap bos*.
Rasa bersalah menggelayuti Nathan. Sudah dua hari dia menghabiskan waktu bersama Trisna. Bahkan hari Minggu ini lebih parah hingga berakhir di ranjang. Entah kenapa Nathan menyatakan perasaannya ke Trisna hari ini. "Aku sayang kamu, Tris. Dari dulu. Tapi kamu? Kadang aku bingung dengan sikapmu yang suka manja dan tiba-tiba perhatian sama aku." Nathan sudah tak bisa menyimpan rapat. Hari itu dia begitu bingung. Dimana satu sisi hatinya menginginkan Inas tapi di sisi lainnya dia masih mengejar mimpinya tentang Trisna. Trisna tersenyum tipis. "Kan tinggal bilang gt dr dulu. Kamu sayang aku. Aku sayang kamu. Beres. Udah kenapa pusing." Tak pelak jawaban Trisna membuat Nathan terkejut. "Jadi?" Nathan masih tidak yakin. "Iya. Aku juga sayang kamu, kak Nathan sayang." jawab Trisna sambil menggenggam tangan Nathan.
Sepi yang menemani mereka sedari tadi di rumah Trisna membuat keduanya terbawa suasana haru dan romantis. Nathan dengan perlahan mengecup bibir Trisna yang bersambut dengan hangat. Mereka hanyut dalam perasaan mereka masing-masing. Melupakan sejenak kerumitan kehidupan yang akan terjadi nantinya. Trisna tak pernah tahu Nathan menjalin hubungan kasih dengan Inas. Dia yang dicampakkan cowoknya beberapa hari yang lalu seperti mendapat hujan di tengah kemarau panjang mengetahui perasaan Nathan yang sebenarnya. Semakin larut dalam kemesraan mereka sampai berakhir di ranjang. Baik Trisna maupun Nathan, keduanya hanya meledakkan bom waktu yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi.
Menatap layar ponselnya, Nathan tersadar dari lamunannya dan membalas pesan Inas.
Udah. Inas udah makan juga?
Udah juga. Balas Inas.
Ya udah. Buruan istirahat. Udah malem. Capek kan abis ngerjain tugas. Nathan sayang Inas.
Iya. Inas sayang Nathan. Met malem.
Nathan sebenarnya tidak berbohong ketika mengatakan dia sayang Inas. Jujur, Inas adalah wanita yang sangat membuatnya nyaman. Dia sama sekali tidak mengekangnya. Bahkan ketika Nathan bertemu dengan mantan pacarnya waktu SMP, Inas sama sekali tidak marah ataupun cemburu. Dia malah asyik ngobrol dengan mantan pacarnya itu. Inas juga tidak pernah menuntut apapun dari Nathan seperti misalnya harus menghabiskan weekend bersama karena jarak rumah mereka yang cukup jauh Inas pun selalu mengatakan tak perlu apel atau sekedar mengantar dia pulang kuliah. Nathan sungguh bebas menceritakan apapun dengan Inas. Inas selalu bisa mengimbangi apa saja yang menjadi topik pembicaraannya. Nathan benar-benar sayang Inas.
Sesal membebani hatinya. Sudah dua tahun dia berpacaran dengan Inas, dia tidak pernah melakukan lebih dari ciuman dan raba-raba ketika bersama Inas. Inas selalu bisa mengendalikan nafsunya. Padahal kalau dibandingkan Trisna, Inas memiliki tubuh yang lebih sexy. Tapi sekarang. Dilihatnya Trisna yang masih terlelap. Nathan berdiri perlahan, memakai bajunya dan menyentuh bahu Trisna perlahan. "Aku pulang dulu." Trisna menggeliat perlahan dan menjawab tanpa membuka mata. "Hmmm..." Nathan yang masih ragu untuk pergi kembali duduk di tepi ranjang. "Bangun dulu. Kunci pintunya. Gak ada orang di rumah kan? Bahaya." Perlahan Trisna membuka mata, kemudian bangun dan memakai bajunya.
"Hati-hati pulangnya ya, sayang." Nathan hanya mengangguk, merasa aneh dipanggil sayang. Inas sama sekali tidak pernah memanggilnya seperti itu. Mereka bahkan sama sekali tidak pernah membuat kesepakatan seperti itu dan itu juga yang membuat Nathan nyaman bersama Inas.
Setibanya di rumah, Nathan langsung merebahkan dirinya di kamar. Tampaknya tubuhnya sudah sangat berat menanggung apa yang dialamainya seharian ini. Dia tak pernah ada niatan selingkuh dari Inas, tapi apa yang dia lakukan hari ini sudah terlalu jauh dan parah. Dia tidak mungkin memutuskan Inas dan juga tidak mungkin meninggalkan Trisna.
Serakah. Pikirnya.
Wajah Inas dan Trisna silih berganti di dalam lamunannya, hingga membawanya terlelap jauh dan dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments