Panggilan untuk para penumpang, telah di suarakan. Ais memeluk sang Mama dengan begitu erat, seolah tak ingin mamanya pergi. Jangankan lama, Sang Mama bahkan nyaris tak pernah meninggalkan Ais seharipun untuk sendirian.
"Jangan nangis, Mama ngga suka." tegur Mama Linda padanya.
"Ayo, Ma. Lim bawakan barang Mama naik ke Bus."
"Ais ikut."
"Ngga usah, disini aja. Nanti Ais malah ngga mau turun, dan ikut mama." ledek Lim dengan senyum kakunya.
Ais mengepalkan tangan, begitu kesal dengan tingkah suaminya. Serasa ingin menonjok hingga tersungkur, dan meminta ampun padanya.
Entah apa yang di katakan Mama dan Lim di dalam. Tapi begitu lama, hingga Ais bosan dan ingin menyusulnya. Tapi, Lim keburu keluar dan mencegahnya masuk.
"Pulang, Sebentar lagi Mama pergi."
"Biarin, sebentar aja. Sampai bus nya berangkat. Please." mohon Ais dengan sangat.
"Lima belas menit." ucap Lim, lalu duduk di bangku kosong didekatnya.
Perlahan Bus melaju, Ais melambaikan tangan meski Mamanya tak melihat. Ia sempat ingin berlari mengejar, tapi Lim terlanjur menangkapnya.
"Mau ikut Mama, Atau ikut pulang?"
"Kalau bisa, ikut Mama aja."
"Bahkan Mama meminta kamu tinggal." ucap Lim.
"Ngeseliiiin...!" pekik Ais, dengan memukuli dada Lim beberapa kali.
Lim sakit, tapi Ia diam saja. Hingga Ais berhenti dengan sendirinya.
"Sudah?" tanya Lim, dan Ais mengangguk dengan mengusap air matanya yang mengalir derar.
Lim kemudian menggandeng Ais, dan membawanya kembali masuk ke dalam mobilnya.
"Jangan manja. Baru ditinggal pulang kampung aja nangis."
"Ais udah pernah ditinggal Papa beda dunia."
"Aku pun di tinggal Mama meninggal, bahkan sejak aku bayi. Belum pernah lihat wajahnya secara langsung."
"Jawab mulu nih orang." umpatnya dalam hati.
Lim bergeming, dan melajukan mobilnya lagi untuk pulang ke rumah. Disana masih ramai, dengan para tamu yang tak dapat hadir sesuai jadwal. Pak wil yang memberitahunya barusan.
"Mau spaghety." ucap Ais.
"Papi larang kita buat mampir. Aku dilarang makan spaghety karena termasuk junkfood. Itu dilarang."
"Yang makan Ais, bukan Kakak."
"Tapi aku lihat, nanti pengen."
"Ais laporin Papi nih."
"Ngancem? Silahkan. Papi minta kita segera pulang." balas Lim.
"Aaaaaarrrggghhh! Kesaaalnya." pekik Ais dalam hati.
Tiba di rumah. Ais dan Lim turun bersamaan. Mereka menghampiri tamu, dan menyapanya dengan ramah.
"Ini, sahabat Papi dan Papamu. Dulu,. Bekerja selalu bersama mereka." ucap Papi Tama.
Ais duduk, dan mendengarkan semua obrolan itu. Rasanya mengantuk dan bosan, apalagi Ia tak tahu topik pembicaraan orang dewasa. Bukan dewasa lagi, karena mereka semua sudah berusia lanjut. Tapi Ais tetap bertahan demi menghormati semuanya.
"Aku pergi." pamit Lim, dalam bisikannya.
"Mau kemana? Tega ninggalin istri sendirian."
"Ada Papa, dan di rumah ramai. Tak lama, sebentar lagi pulang."
"Ish... Ngga pernah mau kalah." keluh Ais yang semakin kesal.
Lim pergi tanpa menoleh. Menggunakan motor besarnya, dan melaju begitu kencang. Meninggalkan Ais sendiri, ditengah obrolan orang dewasa tak tak pernah Ia mengerti.
Bosan, kesal, lelah. Itu yang Ia rasakan, bercampur sedihnya ditinggal sang Mama. Terfikir olehnya, Mama dimana, sedang apa. Tapi hanya dapat Ia rasakan. Karena panggilanpun tak dijawab hingga beberapa kali.
Kini Ais telah duduk di kamar, dengan rasa kesal yang semakin menjadi-jadi.
Bruuuughhh! Sebuah kantung kresek jatuh tepat di hadapannya.
"Apa ini?" tanya Ais begitu heran.
"Segera makan, dan habiskan. Buang ke tong sampah sisa dan bungkusnya. Aku tak mau, kamar ini berantakan." ucap Lim.
Ia pun keluar meninggalkan Ais yang bengong, tapi bahagia luar biasa.
"Baik juga, meski kayak es beku." ucapnya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
baik juga Si gunung Es, lim
2023-10-27
0
beban suami
oohh..pergi beli spageti to
2022-07-12
0
Yanti Yanti
nama nya jg suami pasti baik dong ais
2022-07-09
1