"Lihatlah, permainan di ambil alih Anakku. Membanggakan..." puji Papi Tama, yang samar-samar melihat dari balik tirai.
"Ya, namanya malam pertama. Apalagi, gadis itu masih lugu. Pantas, jika Lim yang mengambil alih permainan."
"Apa kalian tak ada pekerjaan lain. Segera pulang, ini sudah tengah malam." omel Mama Linda pada semua rekannya.
Dan lagi, Ia merasa gerah ketika mereka menonton seperti itu.
"Kenapa tak sekalian di rekam? Dasar gila." sergahnya.
Segerombolan pak tua itu segera membubarkan diri. Mereka pulang ke rumah masing-masing. Mama Linda pun mengantar Papi Tama menuju kamarnya.
"Kau... Jadi pergi, besok?"
"Ya, aku sudah memesan tiketnya. Aku juga sudah berpamitan dengan Ais. Tolong jaga dia, seperti janji kalian pada Mas Udin." pinta Mama Linda dengan penuh harap.
"Ya, itu sudah janjiku dan Lim. Kau, tak perlu khawatir apapun tentang nya."
"Ya, terimakasih." ucap Mama Linda, dengan menyuapkan obat malam pada Papi Tama.
Setelah itu, Ia kembali ke kamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya yang begitu lelah setelah hari ini usai.
"Kakak, tidur dimana?" tanya Ais pada Lim.
"Tidur di sebelahmu. Kau memintaku tidur di lantai? Disini tak ada sofa." jawab Lim, yang sibuk dengan Hpnya.
Ais lalu menyusun bantal guling di tengah mereka. Begitu rapi, takut jika Lim akan melanggar batasan yang Ia berikan padanya.
"Jangan lewat sini. Jangan, sedikitpun." ucap Ais.
"Baiklah..." jawab Lim, tanpa menoleh sama sekali.
Ais kemudian merebahkan diri. Kembali tidur dengan nyenyak di samping suaminya itu. Apalagi, ketika memeluk bantal bayinya. Semakin nyaman, membawanya ke alam mimpi yang indah.
"Begitu cepat, prosesnya menuju tidur. Luar biasa." lirik Lim padanya.
Tak lama kemudian, Lim tidur dengan posisi nyamannya. Lurus dengan tempat tidur, dan tangan Ia silangkan diatas dada dengan begitu tenang.
Satu jam pertama, mereka baik-baik saja. Ais masih begitu tenang memeluk bantal gulingnya yang berada di tengah mereka.
Dua jam kemudian, tubuh Ais mulai menjelajah seluruh ranjang. Berguling dan berputar kesana kemari. Lim pun hanya diam sesekali menatapnya.
Beberapa jam berikutnya, kaki Ais telah berada di perut Lim. Seperti benda keras jatuh, dan begitu menyakitkan baginya.
"Aaakhh, anak ini. Kenapa tidurnya seperti itu?" gerutu Lim.
Lim kemudian bangun. Ia menyeret, dan menggendong tubuh Ais, agar kembali seperti posisinya semula. Lim orang yang prfectionist, seakan tak ingin ada kesalahan sedikitpun. Karena itu akan membuatnya sangat terganggu.
"Gadis kecil, tidur itu yang rapi." lirih Lim, dengan menyelimuti tubuh sang istri.
Usia 19 tahun, masih beberapa bulan lagi. Dan Lim, harus menjaga hati dan hatinya hingga keduanya benar-benar siap.
"Bahkan usiamu di palsukan Satu tahun." ucap Lim.
***
Pagi berselang. Ais masih diatas tempat tidur dan pulas. Sedangkan Lim, sudah rapi dengan jasnya..
"Ais, bangun. Sudah siang." panggil Lim, padanya.
"Bentar lagi, please... Bentar lagi. Ini, hari minggu 'kan?" ucap Ais, tanpa membuka matanya.
"Ais, hari ini antar Mama ke stasiun."
"Mama berangkatnya siang. Ini masih pagi, Kak Lim." rengek Ais, yang masih memeluk bantalnya dengan begitu erat.
Syuuutzzz...! Lim mengambil bantal kecil itu darinya. Seketika Ais pun terbangun dan membulatkan matanya.
"Kembaliin bantal Ais." pintanya.
"Mandi, atau?"
Halim, mengarahkan bantal kecil itu ke arah tong sampah. Dan tanpa sepatah katapun, Ais bergegas mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
"Ini rupanya, senjata termanjur untuk mengaturmu." senyumnya, renyah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Ida Blado
😂😂😂😂😆
2022-11-30
0
beban suami
kelemahannya ada pada guling bayik
2022-07-11
0
Yanti Yanti
hehehe udah nemu kelemahan ais ya kak
2022-07-09
1