Dirumah Mama Linda, telah ramai beberapa orang Papi Tama. Mereka menjemput, untuk memboyong Ais ke rumah besar mereka. Begitu juga dengan Mama Linda, meski hanya akan tinggal di sana selama beberapa hari saja.
"Sudah semua?" tanya Pak Wil.
"Sudah. Yang ini, biar saya pegang." ucap Mama Linda, dengan sebuah bantal guling bayi dalam pelukannya.
Bantal bayi itu kesayangan Ais. Ia tak dapat tidur jika tak memeluknya erat. Meski sempat di buang, akhirnya Mama Linda memungutnya kembali dan Ia bersihkan. Ais, bahkan sempat terserang demam parah hanya karena bantal itu pergi.
Sepanjang jalan, Mama Linda hanya diam. Ia hanya menjawab seperlunya, ketika Pak Wil mempertanyakan sesuatu. Hingga tiba di rumah besar, dan tampak begitu ramai dengan segala persiapan pernikahan disana.
"Mereka memang tak main-main. Mereka menepati janji pada Mas Udin. Mereka tak akan pernah menyia-nyiakan Aishwa, nantinya." batin Mama Linda.
Ia kembali masuk, menuju kamar yang telah di persiapkan untuknya. Kamar yang besar, hampir sebesar rumah yang Ia tempati saat ini.
" Tak kebesaran? Saya hanya sendiri."
"Tak ada, Nyonya. Kamar yang kecil, hanya kamar bibik di belakang. Tak pantas jika Nyonya disana." jawab Pak Wil.
Mama Linda lalu membereskan pakaiannya. Hanya separuh, dan beberapa pakaian untuk akad esok hari. Setelah itu, Ia akan pamit pergi. Ya, pergi ke tempat yang akan membuatnya tenang. Tapi bukan berarti, Ia membuang Ais untuk ketenangan dirinya sendiri.
***
"Hhh, laper." keluh Ais, di sela jam pulang menjelang les nya.
"Emang ngga bawa bekel?" tanya Nisa.
"Tadi buru-buru, nyaris kesiangan." jawabnya dengan begitu lemas.
Nisa pun membagi makanannya, dengan menaruh sebagian di tutup wadah bekalnya.
"Nih, makan. Dikit-dikit, yang penting bisa buat ganjel perut." ucap Nisa.
Ais mengulurkan senyum, lalu memakan bagiannya dengan lahap. Ia begitu bahagia, mendapat sahabat yang mampu berbagi suka dan duka dengannya. Karena memang, hanya Nisa lah yang dengan setia mau menemaninya yang ugal-ugalan itu.
"Woy preman pasar. Kelaperan loe? Ngga dapet duit malak hari ini?" tanya seorang teman kelas Ais dengan segala hinaannya.
Ais tak menjawab, karena fokus pada makanannya. Tapi bukan berarti tak dengar. Ia hanya tak ingin cari masalah, demi kebaikan bersama. Apalagi, besok hari pernikahannya bersama Lim.
"Woy, budeg loe ya? Gue nanya kagak di jawab!"pekiknya kuat.
" Perlu gue jawab, gitu? Loe nanya, tapi loe tahu jawabannya. Gue ngga pernah malakin orang. Bokap loe noh, korup." jawab Ais dengan lantang.
Braaaakkkk! Gadis bernama Zia itu menggbrak meja. Mengenai makanan Ais hingga tumpah. Ais pun melirik tajam pada gadis sombong itu.
" Ais, udah. Ngga usah di lawan. Ini, kita bagi dua lagi." tegur Nisa, menarik tangannya.
" Gue lagi ngga mau melawan siapapun hari ini. Apalagi loe, males banget. Ngga ada untungnya. Gue juga ngga akan pernah di keluarin dari sekolah lagi. Ini sekolah terakhir gue. " jawab Ais.
Zia mencebik bibirnya kesal. Ia pun menghentakkan kakinya lalu meninggalkan Nisa dan Ais yang masih melahap makanan mereka.
Ais dan Zia memang bermusuhan sejak lama. Hanya gara-gara cowok keren yang beda jurusan dengan mereka. Padahal, cowok itu yang mendekati Ais, tapi Ais tak pernah memberi tanggapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
febby fadila
ngapain diam klw harus ditindas trus...
2024-12-27
0
Endang Priya
ais mungkin hanya membela diri.
tp karna dia dr kelas bawah maka selalu dia yg dikorbankan.
2022-06-24
4
@sulha faqih aysha💞
Ais yang urakan dan suka berkelahi hanya untuk membela dirinya karena Ais tidak mau di tindas
2022-06-20
2