Beberapa hari lagi Listi akan berangkat ke Jogja. Semakin hari ia semakin khawatir akan adiknya. Entah apa yang akan dihadapinya setelah ini. Sementara Listi akan pulang setelah beberapa bulan dan akan tinggal di rumah dalam beberapa hari saja. Rasanya sesak jika membayangkan yang akan terjadi setelah ini. Dimana ia akan kesepian dan adiknya juga merasakan hal yang sama ditambah sakit karena dibohongi olehnya.
Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Matanya masih sulit terpejam memikirkan adiknya. Dia beranjak dari kasurnya dan membuka jendela kamarnya lebar-lebar.
" Rasanya aku begitu merindukan senja, rindu akan cahaya dan terbenamnya. Tapi rasanya, aku ingin menikmatinya bersama adikku, sebelum aku pergi." gumam Listi.
Malam semakin larut. Sementara Listi masih menikmati bintang-bintang di langit. Tiba-tiba saja dia teringat akan sahabatnya.
" Ran.." gumamnya.
Ada satu bintang yang begitu terang persis di dekat bulan. Listi memandanginya tanpa berkedip. Batinnya damai seolah menemukan cahaya terang dari bintang itu.
" Apa itu sosokmu, Ran? " gumamnya lagi.
Liati teringat akan diary milik Ran yang ada bersamanya. Dia mengambilnya. Membuka dan membacanya lagi.
" Tulisanmu indah. Kalimatmu lebih indah. Sayang, aku tak bisa melihat tulisan barumu. Aku juga tak bisa lagi mendengar kata-kata indah itu. Hanya ini yang tersisa, Ran. Hanya ini."
Air mata Listi terjatuh membasahi lembaran diary ditangannya. Bukan hal yang mudah bagi Listi untuk melupakan seorang sahabat.Dan bahkan bukan hanya sahabat, bahkan kadang ia masih mengingat seorang Randy yang sudah melukai hatinya.
" Ibu bersamamu, nak" kata ibunya yang tiba-tiba sudah ada didepannya.
" Ibu."
Ibu Listi duduk disampingnya dan mengusap air matanya.
" Kenapa hidup putri ibu sekarang selalu tentang air mata? Apakh putri ibu akan selamanya seperti ini? Apa putri ibu tidak mau tersenyum lagi?"
"Entahlah, bu. Semuanya semuanya tentang tangis, dan hanya tangis. Seolah aku telah kehilangan kebahagiaan itu, bu."
" Tidak, nak. Tidak ada yang hilang. Semua akan tergantikan dengan hal yang lebih indah. Percayalah pada ibu. Satu hal yang pergi tak boleh mengubah banyak hal dari dirimu. Kamu akan mendapatkan yang lebih dari ini. Percayalah pada ibu."
" Listi percaya, bu. Tapi siapa bisa tahu, semuanya begitu sulit untuk Listi jalani."
" Tuhan tahu kamu bisa melewatinya, nak. Karena itu Tuhan memberikan cobaan ini padamu. Bersabarlah. Ada waktunya nanti kamu akan berbahagia sebagai hasil dari kesabaranmu."
" iya, bu."
Listi memeluk erat tubuh ibunya. Pelukan yang pasti akan ia rindukan ketika ia jauh nanti. Kasih sayang dan nasihat yang juga akan jarang ditemukannya nanti.
...
Siang yang terik dihari libur Listi. Yang seharusnya Rinda dan Lin datang kerumah Listi kini lebih senang menghadap kipas angin di rumah mereka masing-masing. Padahal hari ini adalah hari terakhir Listi ada di rumah. Dan pada akhirnya Rinda dan Lin memutuskan untuk datang di sore hari nanti.
Listi pun mengurung diri dikamarnya. Mengambil kesempatan untuk menyendiri ketika sang adik sedang tertidur di kamarnya sendiri. Ia mengemasi sedikit barang-barangnya agar besok tidak terlalu repot bersiap-siap. Karena besok sore dia sudah harus berangkat ke Jogja.
Listi membiarkan pintu kamarnya terbuka lebar. Lama Listi membereskan barang-barangnya. Ada sebuah album foto yang tersimpan di lemarinya. Kenangan kebersamaan dengan keluarga, sahabat, dan sosok yang pernah menjadi mimpi baru dalam hidupnya.
Listi melihat isi album itu. Ada begitu banyak foto bersama dengan adiknya. Yang ini akan bisa menjadi pengobat rindu ketika dia di asrama nanti. Ada luka, dan pasti akan ada tangis nantinya. Ia menyisipkannya di salah satu tas yang akan dibawanya. Ada yang tertinggal, dan ia lupa. Ia mengambil kembali album foto itu. Mengambil beberapa fotonya ketika ia bersama Randy dan hendak membakarnya. Listi membalikkan badannya dan hendak menuju ke halaman rumah, namun ia terkejut ketika melihat ada Novi disana sembari meneteskan air mata.
"Sayang,,"
Listi berlari kecil dan memeluk adiknya.
" Kakak bohong sama Novi, kakak bilang kakak ga akan pergi tapi kakak kemasi semua barang-barang kakak. Kakak bohong!!"
suaranya lemah sembari ia meneteskan air matanya. Isak tangisnya terdengar begitu jelas.
" sayang..."
Listi tak mampu berkata-kata lagi. Air matanya semakn deras mengingat segala kebohongan kemarin dan yang terjadi saat ini.
" Kakak udah janji buat terus nemenin Novi. Kakak bilang akan terus ada buat Novi. Tapi kakak bohong. KAKAK BOHONG!!!" teriak Novi yang kemudian berlari ke kamarnya dan mengunci pintunya.
Listi mengejar namun terlambat. Novi sudah menutup rapat pintu kamarnya.
" Novi, buka pintunya, sayang. Kakak disini. Kakak ada buat Novi. Kakak ga bakalan pergi. Kakak bakalan terus nemenin Novi."
Listi terus berusaha mengetuk pintunya. Berharap Novi mau membuka pintu untuknya. Tapi tak ada jawaban apapun. Tak ada suara apapun. Sesak didadanya tak mampu ia tahan lagi. Air matanya mengalir semakin deras. Lagi-lagi adiknya menangis karenanya.
...
Listi menghempaskan tubuhnya di kasur. Malam sudah menjelang. Tapi Novi tak kunjung menemuinya. Biasanya dia akan datang. Entahlah. Novi pasti sangat kecewa karenanya. Rencananya pun gagal. Ia sempat berpikir untuk mengajak Novi melihat senja seperti yang selalu ia lakukan. Tapi ia menghancurkan hari ini. Ia menghancurkan hari terakhir sebelum ia pergi. Ia juga menghancurkan kebersamaan dengan Novi yang seharusnya sekarang masih ada.
Menyayat,sangat menyayat. Luka teramat dalam yang pernah Listi rasakan. Semuanya hancur. Tak ada kesan indah, tak ada kenangan bahagia. Semuanya kosong.
Isak tangis Listi tak mampu ia tahan lagi. Sampai sang ibu mendengar dan menghampirinya.
" Listi, ada apa,nak?"
Listi tak mampu berkata apapun. Ibunya memeluknya.
" Tenangkan dirimu."
"Ibu..bu..Novi.." Kata Listi sembari masih menangis.
"Sayang.. Ibu sudah berusaha membujuknya. Dia menangis tadi. Tapi ibu berusaha memberi penjelasan untuknya. Mungkin sekarang dia kecewa. Tapi dia pasti akan terbiasa setelah ini. Percayalah pada ibu, nak."
"Novi pasti sangat benci sama, Listi."
" Dia tak akan benci, sayang. Dia hanya kecewa. Tenangkan dirimu. Dia pasti akan kembali setelah dia bisa menerimanya. Dia masih kecil, sayang. Apa yang dia lakukan itu hal yang wajar. Tapi, setelah dia bertambah umur nanti pikirannya pasti akan berkembang. Jangan khawatirkan dia."
" Tapi, bu."
"Sudahlah.. Dia hanya butuh waktu untuk sendiri sekarang. Besok dia pasti akan seperti biasa lagi."
" Ibu yakin."
" Ibu akan mengusahakan itu terjadi, agar kita sama-sama yakin."
" Makasih, bu."
Rasanya selalu tenang ketika ibunya sudah berkata-kata padanya. Sedikit lega dan sedikit hilang beban yang ada dalam dirinya.
Sebuah mobil berhenti di halaman rumah Listi tepat jam empat sore. Barang-barang Listi sudah siap. Semuanya sudah masuk dalam mobil. Tapi dia masih duduk di kursi teras rumahnya. Ada yang sedang dia tunggu. Ada yang sedang dibujuk oleh ibunya. Lama Listi menunggu. Akhirnya ibunya keluar menghampirinya. Tapi Listi kecewa, tak ada Novi. Bahkan saat Listi sudah harus beranjakpun Novi tak ada sama sekali.
" Sudahlah, Listi. Mungkin dia tak mau melihatmu pergi. Berangkatlah. Biar nanti ayah yang bicara sama Novi." kata ayahnya.
Listi sangat kecewa. Air matanya jatuh tak tertahan. Tapi dia berusaha agar isaknya tak terdengar.
" Iya, ayah, ibu. Listi berangkat ya. Doakan Listi."
" Hati-hati dijalan, nak. Doa ayah ibu menyertaimu." jawab ibunya.
Ketika Listi memeluk ibunya, Ia melihat Novi berjalan menghampirinya dengan isak tangisnya.
" Kakak jangan pergi." kata Novi lemah.
" Sayang..."
Batin Listi semakin tersayat mendengar kalimat adiknya. Suaranya lemah penuh harap. Ia memeluk erat tubuh adiknya dan menangis sejadi-jadinya.
" Novi mohon kakak jangan pergi." pinta Novi lagi.
" Sayang, kakak akan pulang lagi. Kakak janji. Nanti kalau kakak pulang kakak bawa oleh-oleh buat Novi, ya. Novi mau apa? Cokelat? Boneka? Apa mainan?"
" Novi gamau semua itu, kak. Novi cuma pengen kakak disini."
Isak tangis Novi pecah. Listi semakin erat memeluknya. Tak ada lagi kata-kata yang bisa ia ungkapkan. Ia hanya mampu menangis dan menangis. Dadanya sesak merasakan sakitnya kejadian hari itu. Ditambah lagi luka karena telah mengecewakan seorang adik yang sangat disayanginya.
" Kakak... Benar akan pergi? Mana janji kakak??" Kata Novi lagi.
" Maafkan kakak, sayang. Tapi kakak harus pergi. Kakak janji, kakak akan pulang setiap ada kesempatan. Biar kita bisa main-main lagi. Ya??"
" Aku ga mau. Kakak pasti bohong lagi."
" Kakak janji, sayang. Kakak ga akan bohong lagi. Percaya sama kakak. Kakak pasti pulang."
" Kakak janji? Kakak ga akan bohong?"
" Iya, Novi. Kakak janji. Sekarang kakak harus berangkat. Jaga diri baik-baik ya. Nurut kata ayah ibu. Jangan nakal. Kakak akan merindukanmu." kata Listi sambil tersenyum.
" Novi juga akan rindu kakak. Jangan lama- lama disana."
List mencium adiknya dan meninggalkannya setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya.
Di sepanjang perjalanan, Pikiran Listi tak lepas dari seorang adik yang sangat disayanginya. Tentang tawa dan tangisnya. Entah kesepian apa yang akan Listi setelah ia menginjak dunia baru nanti. Rasanya berat. Seperti ada penyesalan. Namun penyesalan apa yang ia rasakan, ia sendiripun tak paham.
Rasa ada yang tak ingin ditinggalkan. Rasa tak siap beradaptasi dengan segala hal yang baru. Rasa takut sendiri. Rasa tak bisa jauh dari segala kebiasaan yang selalu ia lakukan.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Krisna Wan
suka banget😁😁😁
2020-07-06
2