Listi menghampiri Putri yang tengah duduk dengan begitu santainya sembari menonton televisi yang ditemani beberapa cemilan disana.
" Putri.." Panggil Listi. Wajahnya tampak sumringah.
" Ya? tumben bahagia."
" Kamu tahu, Put? Vino tadi bilang sayang sama aku?"
Putri kaget, namun bahagia.
" Serius? terus kamu jawab apa?"
" Ya, intinya sekarang kita pacaran."
" Bagus dong."
" Gpp ya? Sebenarnya aku sempat kepikiran. Kamu kan temenan sama dia lebih lama, sedangkan aku baru beberapa bulan. Aku sebenarnya takut kalau kamu punya perasaan sama dia."
" Yaampun, Listi. Kan aku sudah bilang sejak awal. Aku tidak ada perasaan apapun. Semua orang mengira aku pacaran sama dia. Tapi aku cuek, karena aku memang hanya sebatas teman dekat. Perasaanku juga hanya sebagaimana seorang teman menyayangi temannya, tidak lebih."
" Kamu tidak bohong?"
" Mana pernah aku bohong sama kamu."
" Makasih ya, Put."
Listi memeluk Putri dengan sangat bahagia.
" Sama - sama, Listi."
Ternyata memang benar kata Putri dulu. Listi membutuhkan dunia baru. Dan sekarang Listi sudah menemukan dunia itu, kini ia mulai melangkah bersama dunianya.
...
Listi, Vino dan Novi tengah bermain dihalaman rumah. Tiba-tiba seorang tukang pos yang dulu selalu mengirim surat untuk Listi kini kembali memberinya satu surat lagi. Listi merasa lega karena akhirnya sang ibu memberinya kabar.
Sebenarnya, surat bukanlah satu - satunya cara hanya untuk sebuah kabar dimasa sekarang. Namun sang ibu memang memutuskan demikian entah untuk apa. Yang pasti, ini semua adalah untuk Novi.
" Kakak, itu surat dari ibu?"
" Iya, sayang. Kakak baca ya?"
" Iya, kak."
" Halo putri - putri ibu. Apa kabar? Semangat dan terus belajar ya, sayang. Oh ya, maaf ya ibu sekarang sibuk sekali. Jadi susah untuk mengirim surat setiap Minggu seperti dulu. Ibu ada kesempatan pulang, nak. Kalian pulang juga ya. Jenguk ibu."
" Besok kita pulang, kak?"
" Iya nanti kita siap - siap ya, besok kita pulang. "
Ada yang mengganjal, namun entah apa. Ada yang aneh, dan memang aneh.
" Kenapa, Lis?" tanya Vino.
" Entahlah, Vin. Tapi sebelum ibu berangkat ke Singapura, Putri sudah bilang kalau ibu mesti ada kesempatan pulang, ibu pulang kesini saja. Dan ibu sudah janji. Tapi rasanya aneh, kenapa malah ibu yang meminta kita untuk pulang?"
" Mungkin bukan hanya rindu kalian, tapi juga suasana di rumahnya. Jangan terlalu banyak dipikir. Itu hal yang biasa."
Listi diam. Namun perasaanya tidak enak. Dan entah apa, Listi tak tahu.
...
Sebuah mobil berhenti didepan sebuah rumah dimana Listi dan Novi dibesarkan. Mereka melangkah menuju rumah itu. Suara tawa terdengar dari luar rumah. Listi sedikit terkejut karena ada suara laki - laki didalam rumah itu. Akhirnya dengan penuh perasaan curiga ia membuka pintu rumah tersebut dan didapati ibunya tengah duduk bergurau dengan orang asing baginya.
" Listi, Novi... kalian sudah sampai, sayang. Sini duduk. Dan perkenalkan, ini ayah baru kalian."
Listi kaget, sangat kaget. Air matanya tiba - tiba tak terbendung setelah mendengar kata ayah baru. Sedari awal memang ada yang mencurigakan, ibunya yang dulu begitu lugu, penampilannya telah berubah. Sikapnya juga berubah, bahkan Listi hampir tak dapat mengenalinya lagi.
" Ayah baru?? Ibu pamit ke Singapura untuk kerja, bukan untuk mencari ayah baru."
" Listi, dengarkan ibu. Ini demi kebaikan kalian berdua. Ibu tahu kalian butuh kasih sayang seorang ayah, karena itu ibu menerima mas Revan sebagai suami ibu, untuk menjadi ayah kalian."
" Kami tidak butuh semua itu, Bu. Kami tidak ingin ada yang berubah. Kami hanya ingin keluarga yang sesungguhnya. Selama ini kami sudah cukup bahagia."
" Iya karena kalian tinggal di rumah mewah dengan semua fasilitas yang ada, iya kan?"
" Bukan hanya itu, Bu. Tapi juga kasih sayang dari orang tua, kami merasakan semuanya. Dan itu sudah cukup."
" Listi, ayahmu bisa memberi lebih dari yang mereka berikan untukmu."
" Kami sudah cukup bahagia, Bu."
" Oh jadi begitu? Ya sudah. Ikut saja dengan keluarga baru kalian itu."
" Percuma ibu berkata-kata manis di setiap surat yang ibu kirim, kalau ternyata ini ibu yang sekarang."
" Ya, ini ibu. Ibu yang berusaha membuat anak-anaknya bahagia, namun tidak dihargai."
" Bukan begini cara membahagiakan putri - putri ibu. Ibu egois, memikirkan perasaan diri sendiri tanpa peduli dengan perasaan orang lain. Ibu mengambil keputusan sendiri untuk menikah lagi tanpa meminta saran dan persetujuan dari kami, lalu sekarang ibu meminta kami pulang hanya untuk menyaksikan orang asing ini???"
" Jaga bicaramu. "
" Sudah, sayang jangan marah terus. Aku pusing mendengarkannya. Sekarang biarkan mereka cari kebahagiaan mereka sendiri. Kita jalani hidup masing-masing saja."
" Ayo Novi kita pulang ke rumah mama. Ada racun di rumah ini."
Listi menggendong Novi dan membawanya pergi. Novi hanya diam. Mungkin ia belum mengerti akan hal ini.
" Bapak, kita pulang lagi."
" Nggak nginep, non."
"Tidak, pak. Ada racun di rumah ini."
" Baik, non."
Di sepanjang perjalanan Listi masih saja meneteskan air mata. Sementara Novi hanya bisa melihatnya dan sesekali mengusap air mata itu.
" Kakak jangan nangis. Memang kenapa ibu? Apa kesalahan ibu? Novi sebenarnya kangen sama ibu, kenapa kakak tidak memberi kesempatan Novi buat meluk ibu?"
"Sayaaang, Sudahlah. Sekarang kita tinggal sama mama sama papa aja. Jangan pikirkan ibu. Ibu sudah bahagia dengan suami baru."
" Novi tidak mau punya ayah lagi, Novi sudah punya papa."
Novi kini menangis dan Listi hanya mampu memeluk dan menenangkannya. Tak ada lagi yang bisa ia ungkapkan. Rasanya begitu kecewa, sikap ibunya kini sudah berubah. Sang ibu kini menjadi orang yang kasar. Dulu ibunya tak pernah membentaknya seperti itu. Tapi entah apa yang terjadi dengan ibu selama di Singapura, sampai ia menjadi orang asing bagi Listi.
" Yang sabar, Non. Perasaan seseorang memang mudah berubah. Sikap juga bisa berubah bergantung pada orang-orang di sekelilingnya. "
" Sekarang ibu jahat, pak. Bahkan kami tidak bisa mengenalinya lagi."
" Sabar, kan sekarang sudah ada tuan sama nyonya di Bandung. Mereka juga sangat sayang sama non kalau saya lihat. Jadi ya biarkan ibu non sementara seperti itu. Biarkan keadaan yang menyadarkannya. "
" Makasih ya, pak."
" Sama - sama, non."
Novi masih menangis di sepanjang perjalanan. Sampai akhirnya ia lelah dan terlelap. Listi mengelus rambut dan mencium kening sang adik, dalam hati ia berkata
*K*akak bersamamu, sayang. Kakak akan menjadi figur ibu untukmu. Bersabarlah. Kamu gadis yang kuat. Kita jalani semua ini sama - sama ya, sayang.
...
Listi tiba di rumah Putri dengan mata yang begitu sembab. Mama dan papanya kaget karena sebelumnya Listi ijin untuk beberapa hari, namun kenyataannya lain. Listi masuk tanpa ada ucapan apapun, dia langsung menuju kamar.
" Sayang, kok sudah pulang. "
Listi tak menjawab, ia masih terus berjalan sembari menuntun adiknya. Sang adik berhenti mamanya bertanya, dan melepaskan tangannya. Ia berlari menuju mamanya, sementara Listi terus berjalan.
" Listi, kenapa, sayang.. Listi"
" Biarkan, ma. Mungkin dia lelah."
" Novi, ada apa dengan kakakmu?"
" Mama, Ibu punya suami lagi. Tadi ibu berantem sama Kak Listi, tapi Novi tidak tahu apa yang mereka bicarakan."
Mama dan papanya kaget. Pasti Listi sangat kecewa dengan ibunya. Dan mungkin itu juga sebab mengapa mereka tak jadi menginap beberapa hari di Jakarta.
" Ya sudah, nanti biar mama yang sama papa yang bicara sama Kak Listi, sekarang Novi mandi, makan, terus istirahat. Ya!"
" Iya, ma."
" Pa, coba tenangkan, Listi."
" Papa coba, ya."
Papanya berusaha membujuk Listi untuk bercerita, namun pintu kamar masih saja tertutup rapat.
" Mungkin dia butuh waktu sendiri." Gumamnya.
...
Listi masih berdiam diri sampai senja datang. Dia kemudian membuka lebar jendela kamar. Melihat langit senja dengan warna kemerahannya. Senja memang tak pernah bohong akan segala keindahannya. Tapi mengapa senja itu luka? senja air mata baginya? mengapa harus senja? padahal ada seribu keindahan dibalik kedatangan sesaatnya.
" Ibu, ada begitu banyak keindahan diantara senja yang ingin aku tunjukkan kepadamu. Tapi belum sempat aku menunjukkan ya, ibu telah berubah menjadi malam. Ibu yang dulu menjadi matahariku, penerang dalam setiap langkahku, kini ibu menjadi gelap dengan segala keangkuhan ibu. Ibu yang dulu tersenyum secerah sinar mentari, kini menjadi gelap seperti langit pekat. " gumam Listi.
" Listi... buka pintunya, sayang." Suara seseorang dari luar kamar Listi.
Listi beranjak dan membukakan pintu. Ia mendapati papanya sudah berdiri di depan pintu.
" Boleh papa masuk?"
Listi menganggukkan kepalanya. Ia membiarkan pintunya sedikit terbuka.
" Apa yang terjadi?"
" Papa, Ibu menikah lagi dan ibu tak memberitahu kami akan hal ini. Ibu egois, ibu hanya memikirkan perasaan diri sendiri. Tanpa ibu berpikir kami akan kecewa dengan keputusan ibu. Sekarang ibu sangat kasar, dulu ibu begitu lugu, tak pernah marah. Tapi sekarang secara fisik maupun bukan, kami hampir tidak mengenali ibu. Ibu sudah berubah."
" Listi, ibu juga membutuhkan cinta seorang suami. Dia ingin bahagia."
" Lalu, ibu mengambil keputusan tanpa bertanya pada kita? jujur Listi tidak setuju, pa. Bahkan ayah baru Listi menjadi racun untuk ibu. Ibu melepaskan kami untuk hidup bersama orang lain karena pengaruh dia. Kami anaknya, darah dagingnya. Tapi ibu sampai Setega itu hanya karena lelaki jahat sepertinya."
" Sudah, Listi. Papa tahu perasaanmu sekarang. Suatu saat kamu akan bisa menerima kenyataan ini, biarkan waktu yang menghapus rasa kecewamu, dan biarkan keadaan yang menyadarkan ibumu. Disini masih ada papa, ada mama ,ada Putri yang juga keluargamu. Kamu bisa merasakan bukan betapa dekatnya kita semua? Kamu masih punya keluarga yang utuh, sayang. Kamu anak papa"
Papanya kemudian memeluknya. Diantara kecewa yang begitu besar, ada rasa beruntung dihati Listi karena telah dipertemukan dengan keluarga yang begitu baik dan penyayang. Meski Listi telah kehilangan sosok ayah dari hidupnya, namun ia masih merasakan kasih sayangnya melalui papa disini. Meski ia merasa telah kecewa dan kehilangan kasih sayang seorang ibu, namun ia masih mempunyai cinta mama yang begitu besar kepadanya. Ada sosok Putri yang selalu siap menjadi kakaknya, teman bersandarnya. Ada Novi yang akan selalu membuatnya lupa akan segala rasa kecewanya. Meski keluarga sesungguhnya telah hancur, namun masih ada keluarga yang membuat Listi merasa tetap utuh.
" Jangan larut dalam kesedihan. Semua menunggumu di ruang makan."
" Iya, pa."
Papanya kemudian meninggalkan Listi sendiri disana. Sementara Listi mengusap air mata dan mencuci mukanya. Matanya sembab,hidungnya merah, terlihat oleh cermin dihadapannya. Sesaat ia tersenyum dan menarik napas panjang.
" Tidak ada lagi yang hancur sekarang, aku masih mempunyai keluarga. Aku tak pernah kehilangan siapapun dan apapun. Semua disini, bersamaku dan akan selalu bersamaku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
👑⁹⁹Fiaᷤnͨeͦ🦂
Aku datang lagi kak, semangat!
2020-08-08
1