Episode 2

Siang itu Listi dan ketiga sahabatnya belajar kelompok di rumah Rinda. Diantara pelajaran yang sedang mereka pelajari, ada saja candaan yang dilontarkan oleh mereka. Kecuali dengan Ran. Entah mengapa Ran terlihat begitu pendiam hari itu. Dan ketika ditanya, dia hanya menjawab sedang ingin belajar saja.

Listi, Rinda, dan Lin asyik bergurau. Dan diantara gurauan mereka, ibu Rinda datang dan duduk di salah satu kursi disana.

"Ujian Nasional kalian tinggal menghitung hari. Seriuslah belajar,jangan hanya asyik bergurau saja. Semoga sukses nantinya."

"iya ma."

"iya tante." Tambah Listi.

"Ya sudah, lanjutkan belajar kalian! Jangan terlalu asyik membicarakan hal yang tidak penting."

Ibu Rinda kemudian meninggalkan mereka. Dan merekapun mulai serius dalam belajar mereka.

Saat waktu tepat menunjukkan pukul tiga sore, Ran membereskan buku-bukunya dan pamit pulang.

"Aku pulang dulu, ya."

"loh..Pulang barengan aja Ran,lagian aku juga udah mau selesai kok. Kan nanti mau ngerjain matematika juga yang tugas kelompok di rumah aku." Kata Listi.

"Nanti aku ke rumah kamu, ada kerjaan di rumah yang belum aku selesaiin. Duluan ya."

"Ya, sudah. Hati- hati, Ran." Kata Rinda.

...

  Sore itu hujan turun dengan lebat. Ibu Listi menggendong putri kecilnya. Penyakit flex yang ada dalam diri putrinya sejak berumur dua tahun itu membuat ibu Listi selalu gelisah. Ditambah lagi keadaan suaminya yang sedang sakit.

Petir menyambar dengan begitu kerasnya. Karena tak tega melihat kondisi putrinya seperti ini, ibu Listi membawa putrinya masuk ke kamarnya, karena begitu gelap, dinyalakan lampu olehnya. Namun tiba-tiba saja abangnya datang dan mematikan lampunya.

"Kamu pikir menyalakan lampu ini gratis? Kamu kira bayar listrik itu murah? Lihat! Suamimu sakit-sakitan. Siapa yang akan membayar semuanya kalau kamu boros seperti ini? Apa kamu ga ada malu dengan terus mengandalkan hutang dan jualan keliling begitu? Belajar irit! Masih sore sudah menyalakan lampu. Ingat! Kamu numpang disini." Kata abangnya yang terlihat begitu marah.

Ibu Listi hanya bisa menangis mendengar perkataan abangnya itu. Siapa hati tak akan terluka jika dalam keadaan seperti ini abang kandungnya bahkan malah mengucapkan kata- kata kasar kepadanya. Tak ada uluran tangan sedikitpun dari abangnya.

"Ibu jangan nangis." Kata Novi lirih.

"Sayang.. "ibu Listi semakin terisak.

"Sudahlah, Ratri. Biarkan saja. Sekasar apapun dia kepada kita tetap kita harus berterima kasih karena dia sudah mengijinkan kita tinggal disini. Itu merupakan kebaikan yang begitu besar meskipun sikapnya kepada kita tidak sesuai dengan harapan kita."kata suaminya.

"iya, mas."

Ibu Listi mengusap air matanya dan berusaha tersenyum kembali. Meskipun hatinya masih begitu pedih dengan perkataan abangnya tadi. Bahkan saat Listi pulang dari belajar kelompoknya, Ibu Listi tetap bersikap sama seperti biasanya seolah semuanya baik-baik saja.

...

Pagi itu, Listi berangkat sekolah seperti hari- hari biasanya. Ketika Listi membuka pintu rumahnya, dia sedikit kaget. Bukan karena apa. Listi kira Ran masih bersikap sama seperti belajar kelompok kemarin. Tapi ternyata hari ini Ran sudah bersikap sama lagi. Sudah tidak dingin lagi dan bahkan candaannya melebihi canda Rinda dan Lin kemarin.

Langkah demi langkah menuju ke sekolah diiringi oleh candaan Ran yang lebih tidak masuk akal. Tapi Listi bahagia, Ran sudah seperti ini lagi. Meskipun Listi heran karena selama bersahabat, baru kali ini Ran mudah berubah sikap. Dulu Ran selalu sama. Dan Listi mengharapkan Ran yang seperti itu.

Tak terasa langkah mereka sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah. Mereka terus berjalan melewati taman sekolah. Tanpa sengaja Ran melihat Randy duduk di sebuah kursi panjang bersama dengan seorang perempuan.

"Listi, itu Randy kan?" tanya Ran.

"iya.."

Listi tersenyum dan hendak menghampiri Randy. Namun senyumnya pudar dan langkahnyapun terhenti ketika melihat gadis berambut panjang duduk disamping Randy. Bahkan ketika Randy melihat Listipun dia langsung berpaling mukaseolah tak mengenal Listi sama sekali.

Listi menunduk dan beberapa saat kemudian dia berlari menuju toilet sekolahnya. Bahkan dia mengabaikan sura Ran yang memanggilnya berulang- ulang.

Listi berhenti di depan sebuah kaca. Disana dia menangis sejadi-jadinya. Isak tangis tak mampu disembunyikannya lagi. Yang bisa dia lakukan hanya menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Ran datang dari belakang Listi dan kemudian memeluknya.

"Listi, tenangkan dirimu. Mungkin mereka hanya sebatas teman."

"Aku tidak yakin,Ran. Tidak mungkin mereka hanya teman. Setelah menghilang dan tidak mrngucapkan apapun dihari ulang tahunku, sekarang dia mengejutkan aku dengan hal ini.

Apa? Ran terkejut mendengar tutur kata Listi.

Bahkan dia menghilang saat itu, Ran." Jelas Listi disertai isak tangisnya.

"Itulah, Listi. Sedari dulu aku menyarankanmu dengan Rivan yang sudah jelas ingin berstatus denganmu. Sedangkan Randy? Tanpa kejelasan apapun dia berani menyakitimu. Tapi aku juga tahu Listi, hati tetaplah hati. Tidak ada yang bisa memaksakan perasaan. Kamu memilih bertahan dengan Rndy saat itu tanpa ada status dalam hubungan."

"Ran, aku sudah berjanji untuk tidak mencari siapapun selama Randy bersamaku. Meskipun tanpa status apapun. Tapi kita punya komitmen. Kita sudah berjanji untuk menjaga hati sampai saat yang tepat nanti Randy mengucapkannya padaku."

"Janji? Dan sekarang dimana janji Randy itu? Apakah dia menepatinya? Bahkan tanpa rasa berdosa dia memamerkan seorang perempuan dimatamu. Lihat saja tadi. Apa dia berniat mengejarmu? Aku tahu dia melihatmu! Tapi dia berpura-pura seolah kalian tidak ada apa-apa. Sudah cukup Listi.. Jangan menangis lagi. Air matamu terlalu mahal untuk menangisi seorang lelaki sepertinya. Tuhan selalu ada, Listi. Ketika Tuhan menunjukkanmu dengan sesuatu yang salah, yakinlah bahwa suatu saat nanti Tuhan akan menunjukkanmu dengan sesuatu yang tepat. Berterimakasihlah karena Tuhan menunjukkannya sekarang. Sebelum rasamu terlalu jauh, listi."

"Aku menyayanginya, Ran."

"Listi, percayalah. Rasamu akan lapuk termakan waktu. Biar sekarang menjadi pelajaran untukmu membuka hati pada seseorang. Mungkin aku tak bisa memberi ketenangan untukmu sekarang. Kalau kamu ingin merasa sangat tenang, cobalah kamu bercerita pada ibumu. Karena seperti apapun sahabatmu, tetaplah hanya seorang ibu yang benar-benar mengerti perasaan putrinya."

Listi tak mampu berbicara. Yang terdengar hanya isak tangisnya. Ran kemudian memeluknya lagi.

"Listi tenanglah. Kamu menangis disini dan apakah Randy peduli? Dia bahkan mengabaikanmu,Listi! Sekarang cukup,usap air matamu. Jangan buat air matamu seolah tak ada artinya."

"Makasih, Ran. Kamu ada saat aku seperti ini."

"Aku akan selalu ada, Listi. Pasti! Aku selalu bersamamu."

...

Listi duduk dikursi teras rumahnya sore itu. Memandang langit senja yang begitu indah. Dan samakah senja itu dengan kisah Listi saat ini? Yang diberi warna kemerah-merahan indah dalam hidupnya namun beberapa saat kemudian dihitamkan kembali dengan tenggelamnya mentari. Samakah dengan dedaunan yang awalnya terlihat kehijauan kini diterpa gelap tanpa warna lagi? Yang ada hanya pekat. Semua terasa hitam, dan memang hitam.

" Randy, pernah aku ingin menjadikanmu sebagai matahariku yang memberiku secercah cahaya. Memberiku harapan untuk melihat banyak warna. Tapi aku salah. Kau juga bisa tenggelam membawa cahayamu kembali bersamamu. Dan duniakupun akan kembali gelap. Aku salah memilih itu." Gumam Listi.

Listi kemudian ke kamarnya dan diambilnya buku harian miliknya.

Randy...

Lembaranku masih menceritakan tentangmu., Ran. Tentang betapa pedihnya aku berjuang dengan ujung yang pahit seperti ini. Kau tahu Randy? Aku lebih kecewa sekarang. Setelah kau tak mengucapkan apapun dihari ulang tahunku, sekarang kau mengejutkan aku dengan pemandangan itu. Aku menangis Randy. Tapi aku bersembunyi darimu. Aku selalu berusaha untuk tidak terlihat lemah di matamu.

Apa *kamu tahu Randy? Ada sesuatu yang hilang saat kau berubah seperti ini. Kau ingat? Betapa aku berusaha untuk selalu ada, aku selalu berusaha agar kau tak kesepian. Aku selalu mencarimu jika kau menghilang. Tak mengertikah sedikit perasaanku?

Mungkin tak kamu paham betapa kecewanya aku. Mungkin juga tak kamu mengerti akan arti amarah, kecemburuan, dan air mataku

Akupun tak pernah paham jika kisahku denganmu adalah tentang air mata. Yang aku tahu sekarang adalah bagaimana cara untuk melepas, bukan mempertahankan. Akan terasa sakit untuk dikenang dan akan lebih* sakit lagi untuk diperjuangkan.

Terimakasih pernah mengindahkan hari-hariku. Terimakasih pernah memberi warna hidupku dan terimakasih atas semua luka itu.

Listi menutup buku hariannya dan membuka jendela kamarnya. Dipandanginya ribuan bintang di langit pekat. Bulan purnamapun nampak turut menghiasi langit malam itu.

" Randy, aku tak pernah ingin menjadikanmu rembulanku yang hanya memantulkan cahaya matahari. Aku ingin kamu menjadi bintangku dengan sinarmu sendiri. Tapi kamu juga akan hilang ditelan pagi. Kamu tak abadi pada setiap harinya. Dan aku juga salah memilih itu."

Tanpa Listi sadari pintu kamarnya terbuka lebar dan ibunya melihat Listi sedamg berdiri dan bergumam seorang diri. Ibunya bahkan mendengar semua ucapannya.

Listi menangis lagi. Isak tangisnya sedikit terdengar. Namun dia berusaha menahannya. Ibu Listi perlahan menghampirinya.

"Belum tidur, nak?"

Listi kaget mendengar suara ibunya dari belakangnya. Segera ia menghapus air matanya dan berbalik pada ibunya.

"Ibu.. Kok disini?"

"Pintumu terbuka tadi. Sedang apa kamu malam- malam begini buka jendela?"

"Listi hanya melihat bintang saja, bu."

"Ingin mencoba berbohong pada ibu? Sayang.. Ibu dengar semuanya. Ibu mengerti rasamu. Tak perlu kamu sembunyikan dari ibu. Ada saatnya ibu akan menjadi sahabatmu. Bicaralah."

"Entahlah, bu. Semuanya terasa hancur sekarang. Untuk pertama kalinya Listi membuka hati pada seseorang. Tapi Listi telah gagal, bu. Katanya disertai isak tangisnya."

"Kamu tidak pernah gagal, sayang. Hanya saja cinta sedang mempertemukanmu dengan hati yang salah. Tak ada yang salah dengan rasamu. Ibupun pernah mengalami hal ini pada masanya dulu. Tapi, sayang, kamu harus tahu, jika kamu siap membuka hati untuk seseorang, kamu siap untuk jatuh cinta, maka kamu juga harus siap untuk terluka, kamu tahu kenapa? Karena cinta bukan hanya tentang bahagia. Didalamnya juga ada begitu banyak luka. Dan kamu juga harus tahu, sayang kumbang tak hanya menghisap satu bunga. Sekarang usaikan sedihmu. Tak apa kamu menangis disaat luka itu menancap, tapi setelahnya kamu lupakan dan bangkit lagi. Cinta yang kamu rasa sekarang masih bisa berubah-ubah. Perasaan dapat berpindah. Usah risaukan yang akan pergi. Tapi tunggulah yang akan datang."

"Aku hanya terluka, bu. Dan ini untuk yang pertama kalinya."

"Sayang, jadikan ini sebagai pengalaman dan pelajaran untukmu. Suatu saat kamu akan terbiasa dengan rasa itu. Kamu akan menjadi gadis hebat yang tak kenal tangis. Putri ibu tidak boleh sedih. Ada begitu banyak lelaki yang bisa kamu pilih. Jangan tangisi satu orang yang pergi. Mungkin kisahmu dengannya memang sudah usai. Jika kamu menyadari seseorang datang untuk pergi, kamu pasti bisa menerima kenyataan yang kamu hadapi. Tersenyumlah..akan ada sejuta cinta yang datang dibalik satu cinta yang hilang."

Ibu Listi mengusap air mata putrinya. Listi tersenyum dan memeluk ibunya. Rasanya begitu lega setelah mendengar penjelasan sang ibu.

Terpopuler

Comments

👑⁹⁹Fiaᷤnͨeͦ🦂

👑⁹⁹Fiaᷤnͨeͦ🦂

Jejak sampe sini dulu ya kak

2020-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!