Embun pagi menetes dari dedaunan hijau dihalaman rumah Listi. Bunga-bunga pagipun ikut bermekaran menyambut terbitnya mentari pagi. Listi bersiap- siap untuk pergi ke sekolah.
Listi bergegas lebih cepat karena ingin banyak bercerita pada Ran,tentang betapa tenangnya saat ia bisa bercerita pada ibunya,tentang kebenaran yang diucapkan Ran sebelumnya.
Listi berjalan cepat menuju halaman rumahnya dan berpikir bahwa Ran lasti sudah menunggunya. Tapi nyatanya kosong. Listi sedikit tercengang disana. Apa mungkin Ran terlambat hari ini? Pikir Listi. Listi bermaksud untuk ke rumah Ran, namun belum sempat Listi melangkah, ibunya memanggilnya.
" Listi tunggu sebentar, nak! Ibu hampir lupa."
" Ada apa, bu?"
"Ibu Ran menitipkan surat ini pagi- pagi tadi. Sampaikan ke wali kelasmu. Katanya Ran sedang sakit."
" Sakit?" gumam Listi seolah tak percaya.
Ran, sahabatnya tak pernah menyembunyikan apapun darinya. Dan hal yang istimewa darinya, Ran tak pernah sekalipun tidak masuk sekolah dengan alasan sakit sekalipun. Sampai terlihat begitu pucatpun, Ran tetap ada dibangku sekolahnya. Namun, datangnya surat ini seolah membuat Listi tak percaya. Karena kemarin, Ran terlihat baik-baik saja. Tapi siapa bisa menyangka? Apapun bisa terjadi.
Terpaksa Listi berangkat seorang diri. Terasa sepi dalam kesendiriannya. Keramaian teman-teman bahkan sahabatnya terasa kurang tanpa adanya Ran disampingnya.
Listi beranjak dari duduknya dan berdiri di depan pintu kelas. Ia memandangi sekelilingnya. Tampak beberapa murid berlalu lalang dihadapannya. Satu pria lewat didepannya dan masuk ke kelasnya, membuat matanya berkaca- kaca seolah ingin menumpahkan air mata. Segera ia berlari menuju toilet sekolahnya.
Bukan lain, dia adalah Randy. Sosok yang pernah menjadi mimpi baru dalam hidupnya. Yang sekarang tanpa tahu sebab dan masalahnya, sikapnya begitu dingin padanya.
" Ran, andai kamu ada sekarang. Mungkin aku kamu bisa menggantikan figur seorang ibu saat aku keluar dari atap rumahku."
Listi terus meneteskan air matanya. Ternyata melupakan tak semudah itu. Setenang apapun, hal yang baru terjadi akan masih membuatnya kecewa. Bahkan tersenyum apapun Listi sebelumnya, teringat kejadian sebelumya masih tetap membuatnya rapuh,sekalipun dia meyakinkan diri bahwa dia sudah lupa, tetap air matanya jatuh tak tertahan ketika ia masih belum sepenuhnya mengikhlaskannya.
Segera Listi menghapus air matanya ketika mendengar bel masuk berbunyi. Ia berlari menuju kelasnya. Ternyata ada Rinda dan Lin yang menunggunya didepan pintu kelas.
"Listi, dari mana saja kamu? Kami mencarimu. Kami pikir kamu dikantin." Kata Rinda.
Listi menunduk takut matanya terlihat sembab oleh kedua sahabatnya. Namun, mereka tak mudah dibohongi. Tetap saja mereka tahu apa yang terjadi. Karena sahabat tetaplah sahabat.
" Listi, kamu nangis? Kenapa?" tanya Lin.
"Tidak, tak ada apa- apa."
"Ceritakan di kelas nanti, dan jika itu karena Randy, jangan terlalu larut bersedih. Mulai sekarang sedikit demi sedikit kamu lupakan dia. Cinta itu juga tentang keikhlasan, Listi. Cukupkan sedihmu. Kamu akan mendapatkan yang lebih baik setelahnya. Kata Rinda
Dan tambah lagi, jangan terlalu dipikirkan. Sebentar lagi akan ujian,jika pikiranmu masih terbebani olehnya, kamu akan terlalu banyak pikiran,sekarang fokuskan saja pada sekolahmu. Jangan yang lain." Tambah Lin.
" Ya, satu lagi. Ran kan ga masuk sekolah, dia sakit. Pulang sekolah nanti kita jenguk dia ya." Kata Rinda.
Pelajaran demi pelajaran mereka lalui. Dan saat pulang sekolah tiba, mereka langsung menuju rumah Ran. Dan betapa terkejutnya Listi dan kedua sahabatnya ketika mereka tiba di rumah Ran dan melihat ibu Ran tengah menangis histeris sembari memeluk Ran yang tengah terbaring di kasurnya dengan mata terpejam. Wajah Ran tampak pucat. Air mata mengalir membasahi pipi Listi dan kedua sahabatnya. Terlebih Listi, hatinya hancur ketika menyadari ibunya dan beberapa tetangga sudah ada disana.
" Listi.. "panggil ibu Listi yang kemudian memeluk Listi.
" Ran kenapa,bu? Apa yang terjadi dengan Ran? Dia baik- baik saja kan? "tanya Listi.
" Ikhlaskan Ran ya, sayang. Ran sudah tiada."
Listi sangat terkejut mendengar tutur kata ibunya. Ia kemudian mendekati Ran yang kini sudah tak akan membuka matanya lagi. Begitu deras air mata Listi melihat wajah pucat Ran. Sangat sakit hatinya mengingat hari-hari bersama Ran. Listi masih tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini.
" Ran bangun! Kamu hanya tidur kan, Ran?! Ran..kamu masih dengar suara aku? Ran, bangun!! Raaaaannn..!!!"
Isak tangis Listi pecah menerima kenyataan bahwa ia telah kehilangan satu sahabat yang sangat disayanginya. Ya, Ran memang tidur. Namun tidur untuk selamanya.
Ingin rasanya Listi melihat senyum terakhir Ran. Ingin memeluk Ran yang masih bisa berkata-kata indah kepadanya, ingin pula melihat wajah Ran yang selalu berseri-seri. Ingin juga melihat semua kebaikan Ran. Tapi sudah terlambat, semua telah berakhir. Kini Ran telah tiada.
...
Hari mulai malam. Sementara Listi masih terdiam di teras rumahnya,melihat bintang-bintang yang bertaburan menghiasi langit pekat.
"Ran, aku seperti melihatmu diantara ribuan bintang itu. Apakah itu benar kamu? Apa aku hanya berkhayal? Ran..aku tak pernah percaya kamu pergi. Bukankah ujian sudah diambang mata, Ran? Kita akan kuliah setelah ini. Bukankah itu yang kamu tunggu? Tapi apa, Ran? Kenapa kamu tinggalkan semua harapan itu? Siapa yang akan menjadi sandaran susah senangku, Ran? Siapa lagi yang akan menasehatiku dengan kata-kata indah itu? Ran... "gumam Listi disertai tetesan air matanya.
" Listi.." panggil ibunya yang tiba-tiba sudah duduk disampingnya.
"ibu."
Ibunya memberikan sebuah buku diary kepadanya.
" Ibu Ran sudah menceritakan semuanya pada ibu, dan satu hal yang harus ibu sampaikan padamu, nak. Ibu Ran bilang, katanya Ran ingin buku itu menjadi milikmu setelah dia tiada."
" Berarti ibu tahu semuanya? Apa yang diceritakan ibu Ran pada ibu? Dan apa yang sebenarnya terjadi pada Ran?"
"Kamu akan tahu setelah kamu membaca diary itu, sayang. Kata Ran pada ibunya, jangan biarkan kamu tahu dari orang lain, biar kamu tahu sendiri. Oh ya, didalam buku diary itu ada sebuah surat yang harus kamu baca pertama kali.
Ibu Listi meninggalkan Listi disana. Sementara Listi terdiam dan membuka buku itu. Sebuah lembaran surat sudah tertera halaman pertama buku itu dan terpisah dari bukunya. Listi membacanya. Hatinya tersayat memandang tulisan indah Ran.
*Listi, sebelumnya maafkan aku karena aku tak pernah bercerita apapun tentang aku dan deritaku. Sebenarnya aku sudah mengidap penyakit kanker otak selama dua tahun lebih. Tapi aku tak pernah menceritakannya padamu maupun Rinda dan Lin.
Dokter pernah berkata bahwa umurku tak akan bertahan lama, tapi aku beruntung karena Tuhan masih memberiku dua tahun untuk merasakan kehidupan bersama orang-orang yang aku sayang. Ibu, ayah, kamu, Rinda, Lin dan yang lainnya. Hariku terasa sempurna, aku merasa puas dan bahagia hidup di dunia.
Maaf juga untuk belajar kelompok hari lalu, aku sebenarnya ingin ikut bergurau bersama kalian, tapi ada sakit yang tak bisa kutahan. Sampai akhirnya aku hanya diam. kukira waktuku habis dihari itu, Listi. Tapi lagi- lagi Tuhan memberiku kesempatan untuk terakhir kalinya memelukmu, dan bergurau lagi bersama kamu dan dua sahabat lainku. Itu adalah salah satu kebahagiaan terbesar yang aku bawa sebelum aku pergi.
Listi, maafkan aku untuk hal ini. Bukan aku bermaksud membohongimu dan juga Rinda maupn Lin. Tapi aku tak ingin kalian khawatir akan diriku. Karena itu aku selalu berusaha terlihat baik-baik saja sekalipun kadang aku terasa sangat rapuh. Tapi kebersamaan dengan kalian adalah salah satu obat untuk mengurangi rasa sakit itu.
Berjanjilah padaku untuk tidak menangis hanya karena kisahmu dan kisahku di dunia sudah berakhir. Aku selalu ada, Listi. Pasti! Berjanjilah untuk tetap tersenyum meskipun tanpa aku.
Aku menyayangimu..sangat menyayangimu*.
Air mata Listi mengalir deras setelah membaca surat itu. Ran begitu kuat. Ran mampu merahasiakan luka yang lebih darinya.
" Ran, maafkan aku yang tak pernah paham akan keadaanmu. Betapa aku terlalu buruk untuk dianggap sebagai seorang sahabat. Kamu bisa menyembunyikan hal yang begitu besar. Sedangkan aku? Aku hanyalah Listi yang begitu lemah dimata semua orang. Dan sesalku.. Kenapa aku baru mengetahuinya sekarang? Kenapa aku tak mencari luka dibalik senyuman itu? Rann...Aku lebih menyayangimu, Ran. Selamat jalan.. Doaku selalu menyertaimu."
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Krisna Wan
sedih sih😓😓
2020-07-06
2