Listi berbaring dikasurnya sembari memeluk buku harian Ran yang kini menjadi miliknya. Lembarannya penuh dengan tinta tentang cerita yang dialami Ran yang sebenarnya. Hancur dan sangat hancur hati Listi yang baru mengetahuinya. Sedangkan Ran selalu ada disaat ia terluka. Tapi Listi? Ia merasa begitu bodoh menjadi seorang sahabat.
Air matanya mengalir begitu derasnya. Dia kemudian beranjak dan membuka buku hariannya.
ini tentangmu Ran..
Tentang kisah yang mengenalkan aku akan sebuah persaingan tanpa harus saling membenci. Dunia tahu betapa dekatnya kita, tapi Tuhan mengambil dan memisahkan kedekatan itu. Siapa insan tak akan kehilangan? Ketika seorang sahabat yang selalu ada disampingnya,kini tinggallah bayang-bayang. Betapa hati takkan hancur...betapa air mata tak akan terus mengalir ketika ia tahu bahwa kini rindu tinggallah rindu.Tangis siapa tak akan pecah ketika rindu hanya bisa diobati dengan foto dan tulisan-tulisan itu. Tak akan ada lagi obat diantara rindu-rindu yang menyiksa... Dan selamanya kisahku tentangmu hanyalah rindu..
Apa aku harus menunggu malam untuk bisa melihatmu? Untuk bisa melihat setitik cahaya kebaikanmu...Tak akan ada lagi sosokmu Ran... Dan tak akan ada lagi segala kebaikan tentangmu.. Pada siapa lagi aku akan bersandar nanti? Pada siapa aku akan mengadu? Bercerita tentang segala kisah susah senangku? Siapa yang akan menemaniku menangis lagi? Dan yang kemudian memberiku sejuta tawa untuk melepas semua luka itu??
Ran....
Listi kemudian membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Berharap masih ada figur Ran disana. Satu kunang-kunang beterbangan di halaman rumahnya dan tidak begitu jauh dari kamarnya. Angin terasa membawa suasana damai malam itu, tapi tidak dengan perasaan Listi.
" Aku begitu merindukan canda itu, Ran. Merindukan tawa lepas saat aku bersama denganmu. Apa aku bisa merasakannya lagi? Ran.. mungkinkah aku melihatmu lagi sekalipun aku tak bisa menyentuh dan melihatmu? Aku hanya rindu, Ran.." Gumam Listi.
Lagi- lagi Listi tak mampu membendung air matanya. Rasa kehilangan itu kasih begitu terasa dan akan tetap ada. Bagaimana mungkin seorang Ran yang tak pernah ia rindukan bisa membuanya selalu rindu dan hanya rindu?
Kadang hidup memang sepahit itu. Siapa sangka seseorang yang selalu ada akan tiba-tiba pergi? Dan manusia mana yang dengan mudah bisa menerima kenyataan bahwa orang itu tak akan pernah kembali lagi?
Listi menutup jendela kamarnya dan kemudian berbaring di ranjangnya. Air matanya dibiarkan mengalir sesaat dan kemudian dia menghapusnya. Listi mencoba merenung dan mulai sadar dengan semuanya. Hidup tak ada yang abadi. Yang datang pasti akan pergi. Itu pasti.
Listi, Rinda, dan Lin duduk di bangku kelasnya. Tampak Rinda dan Lin masih begitu sedih dengan kepergian Ran. Sementara, Listi berusaha menghibur mereka. Meskipun kadang Listi merasa ada sesuatu yang hilang ketika melihat bangku di sampingnya yang sebelumya terisi, sekarang kosong tanpa seorangpun yang mendudukinya.
" kenapa kalian diam? Kenapa wajah kalian sedih? Apa karena kepikiran seorang penghibur yang sekarang sudah tenang di surga Tuhan?"
" kamu juga merasakannya, Listi." kata Rinda.
" Bahkan aku merasakan hal yang sama. Tapi apa aku harus larut dalam kesedihan itu? Tak semua bunga bisa mekar, bahkan yang masih kuncuppun bisa mengering. Menangispun sampai air mata habis tak akan bunga itu kembali mekar dengan segala keindahan mahkota, putik, dan sarinya. Begitu juga dengan yang sedang kita hadapi sekarang. Apa Ran akan kembali setelah kalian menghabiskan air mata kalian? Hidup memang kadang tentang tangis, semua juga tentang kehilangan. Tak ada yang tak akan pergi. Tapi, cobalah untuk perlahan menyadarinya. Usah rasakan terlalu dalam."
" Kamu benar, Listi. Tapi semuanya terasa sulit dilakukan. Hati selalu merasa kehilangan, sosok yang selalu membuat hari-hari kita ceria, sekarang tenang bersama Tuhan." Kata Lin.
" Karena ia sudah tenang, maka kalian juga harus tenang. Kalian ingat ini?" tanya Listi sambil menunjukkan benda yang pernah diberikan Ran pada mereka.
" Ya, aku bahkan selalu membawanya." jawab Rinda.
" Sekarang kalian tahu apa maksud Ran? kalian paham kan sekarang betapa berharganya benda ini meskipun hanya berwujud gelang karet?"
" Ya," jawab Lin disertai tetesan air matanya.
" Sudah, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Ran selalu bersama kita. Ran selalu ada diantara kita. Dia sudah janji, sekalipun kita tidak bisa melihatnya lagi. Kita tidak bisa mendengar suaranya lagi, tapi dia ada, dan akan selalu ada, percayalah. Dia selalu di hati kita, dia akan selalu mengingatkan kita dengan gelang karet ini"
Semuanya diam, hening setelah air mata mereka tak menetes lagi. Sampai suara bel memecahkan keheningan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments