Episode 4

Tiga hari lagi Listi akan menghadapi ujian nasional dan dia mulai mempersiapkan diri dengan belajar di rumahnya, kadang dia belajar sendiri, dan dan kadang bersama Lin dan Rinda. Pikirannya mulai terfokuskan pada ujian, sekalipun kadang dia termenung memikirkan kehidupan pahit yang menerpanya. Seolah sedang tentang kehilangan. Setelah ia merasa kehilangan sosok Randy, kini dia kehilangan seorang sahabat yang sangat disayanginya. Sahabat yang bisa menggantikan figur seorang ibu sementara. Dan yang benar-benar selalu ada.

Kadang air mata Listi mengalir dengan sendirinya ketika ia terlalu merindukan Ran. Tapi dia berusaha untuk menghapus dan tidak menjatuhkannya lagi. Apa yang dikatakannya pada kedua sahabatnya juga harus dia terapkan dalam dirinya. Sekalipun itu sulit dan sangat sulit.

" Listi, makan dulu, nak!" panggil ibunya.

" iya, bu."

Sembari menikmati makan malam, Listi dan kedua orang tuanya berbincang-bincnag tentang kuliah Listi nantinya.

" Ayah, ibu. Listi boleh masuk asrama seperti yang tetangga ceritakan kemarin?"

" Listi, ayah sebenarnya tak tega kalau kamu terlalu jauh dari rumah apalagi itu di Jogja, nak.Jujur ayah tak bisa berkata iya untuk pertanyaan itu."

" Nak, dengarkan ibu. Ayah sama ibu pasti akan berusaha untuk sekolahmu. Ibu sudah janji, nak.ibu pasti berjuang untuk masa depanmu. Masih ada ayah ibu yang bertanggung jawab untukmu."

" Ayah, ibu..Ini kesempatan Listi untuk mengurangi beban ayah ibu. Disana ada donatur yang akan membiayai kuliah Listi. Lagipula biaya kuliah itu mahal, sebentar lagi, Novi juga mulai sekolah. Beban ayah ibu pasti akan begitu berat kalau masih memikirkan kuliah Listi, dan pasti itu yang terberat. Listi mohon doa ayah ibu, ijinkan Listi."

Kedua orang tuanya terdiam mendengar perkataan putrinya. Perasaan tak tega bercampur khawatir menyayat-nyayat hatinya. Ada rasa takut putrinya putus kuliah lantaran ledua orang tuanya tak mampu membiayainya. Namun ada juga rasa khawatir ketika mereka tak bisa menjaga dan mengawasi putrinya dengan alasan jarak.

" Listi janji, Listi akan pulang dengan segala kesuksesan buat ayah ibu, seperti yang pernah Listi katakan, pasti!"

" Jika itu niatmu, pergilah, nak. Doa ayah menyertaimu."

Listi tersenyum bahagia dan kemudian menoleh pada ibunya, berharap sang ibu juga mengijinkannya.

" Keputusan ayah adalah keputusan ibu, doa ibu selalu bersamamu."

" Ayah, ibu. Kakak mau pergi?" tanya Novi.

" Tidak, sayang. Kakak hanya ingin bersekolah." jelas ibunya.

" Ayah menyebut Jogja tadi, itu dimana, bu?"

" Itu tidak jauh, nak."

" Benarkah, ayah?"

" iya,"

" Kakak katakan kalau ayah ibu tidak bohong."

Mata Listi berbinar-binar dan ingin meneteskan air mata. Mengingat sang adik yang selalu berteriak-teriak ingin bermain dengannya. Dan ketika malam menjelang ia akan tiba-tiba berdiri didepannya untuk minta ditemani tidur. Bagaimana hari-harinya nanti jika lama tak akan terjadi? Apakah Listi tak akan rindu?

" Kakak!"

"eeemm.., iya, sayang. Ayah ibu benar."

" Sudah, lanjutkan makan!" kata ibunya.

...

Ini adalah hari-hari dimana Listi melewati perjuangan akhir di sekolah itu. Selama itu pula Listi mengurung diri di kamar dan menyibukkan diri dengan membaca buku-buku materinya. Sampai hari akhir ujian iapun masih mengurung diri.

Beberapa saat kemudian sang ibu mengetuk pintu kamarnya.

" Nak, buka pintunya, sayang!"

" iya, ibu."

Listi beranjak dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya.

" Ada apa, bu?"

" Bukankah ujian sudah berakhir? kenapa masih mengurung diri? Adikmu mencarimu, nak. Kasihan dia."

Listi menunduk, air matanya ingin mengalir. Namun ia menahannya.

" Listi, ada apa, nak?"

" Semuanya terasa sulit, bu." Katanya dengan air mata yang tak mampu ia tahan lagi.

" Apa yang sulit? Katakan pada ibu. kalau kamu masih ragu, kamu bisa membatalkan keinginanmu sekarang. Ini belum terlambat nak. Katakanlah."

" Bukan ragu, bu. Tapi rasanya sulit meninggalkan Novi nanti. Apa yang akan dia katakan ketika dia mencariku? Bagaimana hari-harinya tanpa aku?"

" Dia akan baik-baik saja, nak. Dia bersama ibu. Fokuskan saja kuliahmu nanti. Yang penting kamu sukses."

Listi terdiam, tak mampu lagi ia menyembunyikan tangis yang ditahannya.

" Sudah, masih ada waktu, beberapa minggu lagi kamu berangkat, apa kamu tidak mau menghabiskan waktu dengan adikmu selama masih di rumah? Pergilah, nak."

" Iya, bu."

Listi berjalan menghampiri adiknya yang sedang bermain ayunan di samping rumah. Bukan, langsung mendekatinya, Listi berhenti dan memandanginya dari kejauhan. Adiknya sendiri, diam, terlihat sedih.

Maafkan kakak, Novi.. Kakak tahu akan membuatmu seperti ini setiap hari setelah ini.. Batin Listi.

Novi menoleh dan melihat kakaknya. Raut wajahnya sumringah setelah melihat kakaknya ada disana.

" Kakak, kesini. Novi nungguin kakak dai tadi." teriak Novi

" Iya, sayang."

Listi perlahan berjalan mendekati adiknya.

Ada air mata yang tertinggal di wajah Listi. Ini membuat adiknya curiga dan bertanya padanya.

" Kakak nangis?"

Listi mengusap wajahnya, ia baru menyadari ada air mata disana.

" Nggak, Novi. Kakak tadi cuci muka. Mungkin ini air yang tertinggal tadi, padahal kakak udah keringin pake handuk kok."

" Kakak bohong!" teriak Novi.

" Sayang, kakak bukannya bohong. Kapan kakak bohong sama Novi?"

" Sejak kakak berubah, sejak kakak ngurung diri di kamar tanpa ngasih waktu buat mainan sama Novi."

"Sayang,, dengarkan kakak..."

" Kakak harusnya juga dengerin Novi" Novi menangis disana.

Listi memeluk adiknya. Air matanya mengalir deras setelah ia mendengar kalimat terakhir adiknya itu. Rasanya begitu menyayat, ada perih tersendiri ketika melihat adiknya menangis karenanya.

" Sayang, kakak disini. Kakak bersamamu. Kakak selalu ada buat main sama Novi. Kakak udah ga sekolah lagi, sekarang waktu kakak cuma buat mainan sama Novi.".

Novi berhenti menangis setelah mendengar kata-kata kakaknya, diusapnya air matanya.

" Kakak nggak bohong?"

" Kakak nggak akan pernah bohong, sayang."

" Kakak janji?"

" Janji."

Rasanya ingin kembali menangis setelah kebohongan itu diungkapkan oleh Listi. Namun dia berusaha menahan untuk adiknya. Yang dipikirkannya adalah kebahagiaan sang adik sekarang dan selama bersamanya.

...

Ini adalah hari bahagia paman Listi. Karena hari ini ia menikah dengan seorang gadis yang baru berapa bulan menjalin hubungan dengannya. Ya, sekalipun paman Listi adalah seorang duda, namun masih ada gadis yang mau dengannya. Apalagi gadis itu terbilang mapan dan sudah mempunyai penghasilan dari pekerjaanya. Istri pamannya ini terlihat sangat baik, dan terlihat sederhana sekalipun kaya. Ini pula sebab paman Listi berubah menjadi lebih baik, dan tak pernah marah- marah lagi. Mulai bisa berpikir untuk membantu keadaan ekonomi adiknya.

Setelah acara pernikahannya selesai, Paman Listi mengemasi baran-barangnya dan tinggal bersama dengan istrinya.

" Abang beneran jadi pindah sekarang?"

" Iya, Ratri. Satu pesanku padamu, jaga rumah ini baik-baik. Kalau butuh apa-apa bilang padaku. Jangan sungkan. Dan maaf kalau sikapku selama ini terlalu jahat sama kamu dan keluargamu. Sekarang rumah ini milikmu. Aku akan carikan uang untuk menjadikannya lebih baik, lebih nyaman ditempati."

" Semoga bahagia dengan kehidupan barumu, bang. Dan terimakasih untuk segala kebaikan ini. Begini saja rasanya sudah bersyukur. Tak perlu repot untuk memperbaikinya. Rumah ini masih layak untuk dibilang bagus."

" Aku tak bisa kalau aku bisa berkehidupan mewah sedangkan adikku berada jauh dibawah kebahagiaan yang aku punya. Sekalipun kamu sudah berkeluarga tetap aku akan membantumu. Orang tua kita menitipkanmu padaku, dan sampai kapanpun aku masih bertanggung jawab untukmu."

Ibu Listi sangat bahagia dengan perubahan abangnya ini. Dia menangis haru setelah mendengar kalimat abangnya yang jauh berbeda dari beberapa bulan lalu.

" Makasih, bang."

" Aku jalan sekarang, jaga diri baik-baik."

" Hati- hati dijalan, bang."

Istri abangnya juga berpamitan padanya. Ia sangat ramah, menghormati yang lebih tua meskipun statusnya adalah kakak ibu Listi, tetap saja ia memanggil Ibu Listi dengan sebutan "kak".

Batin ibu Listi bahagia. Abang satu-satunya mendapatkan seorang malaikat yang bisa merubah sikap abangnya menjadi lebih baik dan sangat baik. Hatinya terasa damai setelah kejadian ini.

Terpopuler

Comments

Krisna Wan

Krisna Wan

puitis☺️☺️

2020-07-06

2

Demons08

Demons08

hai author...ceritamu bagus,aku udah like cerintanya,mampir juga keceritaku yaa,langsung ketik profil aja.. kutunggu kritik dan sarannya:)) semangat terus thoorrr...

2020-06-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!