"Huah! Lelahnya... " An berjalan dengan sesekali meregangkan otot di tubuhnya yang sedari tadi kaku.
Awalnya dia tak menduga bisa keluar dari sarang lalat busuk itu, An tidak mau mengakuinya, tapi jika bukan karena Jiao Yun yang datang ke sana, ia tak akan bisa keluar dengan tubuh yang masih utuh.
"Aku sedikit merasa bersalah meninggalkan Jie dan Nuan, tapi mereka kan sudah ahli dalam bidang itu." batin An terkekeh.
"Yang terpenting saat ini adalah, tidur!" An berteriak kencang, ia tak menghiraukan jika ada yang mendengar ucapannya, itu bukan urusannya, yang gadis itu pikirkan hanyalah kepuasan pribadinya seorang.
Tanpa memikirkan para kakaknya yang masih terjebak di sarang lalat, An tetap berjalan dengan riang menuju surga miliknya.
An bahkan tidak peduli meski telah merasakan aura membunuh yang sangat kuat sedang mengamatinya dari jarak yang cukup dekat.
"Maaf, maafkan aku... Aku benar-benar minta maaf... " gumam orang itu lalu menghilang.
Beberapa saat kemudian, An sudah berada di kamarnya dan segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena baru saja keluar dari tempat yang kotor.
"Nikmatnya! Rasanya tubuhku menjadi lebih ringan setelah mandi!" ucap An puas.
Gadis itu selesai mandi dan keluar dari kamar mandi kecil yang ada di dalam kamarnya, ini adalah kali pertama dia merasakan mandi yang begitu nikmat.
Sejak pertama datang, An bahkan tidak bisa menikmati waktu luangnya sendiri, dia pasti selalu di ikuti oleh beberapa manusia berkulit badan dan bermulut rubah yang tak hentinya membuntuti.
"Dasar para senior sialan, mereka terus saja mengganggu hanya karena aku yang paling bungsu di sini." cibir gadis itu kesal.
Untuk sesaat An merasa jengkel ketika wajah madam Kaili terlintas dipikirannya, dia selalu bertanya-tanya kenapa para orang berstatus tinggi seperti wanita itu selalu terlihat santai dan tak memiliki pekerjaan.
Setelah beberapa menit mengoceh tanpa henti, An merasa puas. Pikirannya yang semula kusut menjadi lebih lega, dia termenung sejenak memandang kamarnya yang tampak agak berbeda.
Entah mengapa, langkah gadis itu kini tertuju ke jendela kamarnya, dia membuka jendela perlahan dan angin kencang langsung masuk menyerbu kamar sempit itu.
"... Sepi sekali ya? Padahal sedang festival... " racau An sambil melirik sekilas ke belakang.
"Apa kau tahu alasannya? Karena semua orang lebih memilih menikmati festival, dibandingkan menyelinap ke kamar orang lain untuk membunuh seseorang." sambung gadis itu tertawa kecil.
Baru saja dia mengatakannya, sebuah belati melesat tepat ke wajah An, dengan segera gadis itu menundukkan badan dan kepalanya selamat dari hantaman benda tajam itu.
Tidak mudah menghindar dengan tubuh lemah seperti itu, tubuh An hanya unggul dengan kemampuan energi dalamnya saja. Gadis itu bernafas lega karena dia sudah melatih energi chi, karena kalau tidak, wajah An pasti sudah terbelah menjadi dua.
"Hei, hei, kau sungguh tidak ramah ya, tidakkah kau mau mengobrol denganku dulu?" bujuk An pada orang asing yang sedang menatapnya tajam.
Orang itu berperawakan pendek dan memakai pakaian serba hitam, rambut panjangnya terikat dan wajahnya tertutup masker hitam ketat, sangat menunjukkan jika orang itu adalah wanita.
Orang asing itu tak mengindahkan, dia terus menyerang secara membabi buta, setengah barang An sudah hancur karena hantaman orang itu.
An mengernyitkan keningnya kesal, dia bisa saja dimarahi sang pemilik kedai saat kamarnya ketahuan menjadi sangat berantakan seperti ini.
Karena sadar dia tak bisa terus menghindar, An mencoba untuk membalasnya, agak susah memang menyerang di ruang yang sempit. Apalagi tubuh wanita itu gesit dan kecil, kecepatannya patut diacungi jempol, tapi kemampuannya sangat buruk.
"Kau ini bagaimana? Kalau mau menyerang itu, jangan tunjukkan celahmu pada lawan." ucap An dingin lalu langsung memukul perut bawah orang itu.
Pembunuh amatir itu terdorong ke belakang, dia meringis kesakitan, tapi dengan segera langkahnya kembali cepat, kali ini orang itu mencoba untuk mengincar leher belakang An.
An yang menyadari hal itu hanya bisa menghela nafasnya lelah, dia muak karena sedari tadi hanya seperti meladeni anak kecil yang ingin merebut permen darinya. An mengunci kaki orang itu dan segera mematahkan lengannya searah jarum jam.
"AKH!" orang itu berteriak kesakitan, ia mencoba untuk tak bersuara, tapi tampaknya dia gagal.
Bahkan untuk mengurangi rasa sakit, dia menggigit bibirnya sendiri sampai darah tembus keluar dari masker hitam yang dia kenakan.
"Kau bodoh ya? Kalau sakit teriak saja, tak perlu kau tutupi seperti itu." ejek gadis itu kasihan.
Saat An menurunkan kewaspadaannya, orang itu dengan cepat meraih saku bajunya dan berusaha untuk menyiram An dengan sebuah botol berisi cairan beraroma menyengat, itu adalah racun.
"Hah! Si Jalang ini!" seru gadis itu terkejut.
Di waktu yang sama, Jiao Yun telah selesai melakukan tariannya, tak seperti yang dia bayangkan, respon orang-orang terbilang biasa saja, dibandingkan dengan malam malam pentasnya yang lain.
Para pria itu hanya bertepuk tangan seadanya dan malah terus menggodanya untuk tidur satu ranjang bersama mereka.
"Sial! Sebenarnya apa yang terjadi?! Kenapa sekarang mereka hanya menatapku seperti pelacur?" batin gadis itu agak panik.
Terlintas dalam pikiran Jiao Yun, seorang gadis menyebalkan yang telah menghancurkan hidupnya itu.
"Benar, ini pasti ulah bocah sombong itu! Jika dia tidak datang, ini tak akan terjadi." Jiao Yun menggigit bibir bawahnya karena rasa kesal yang tak dapat dia bendung.
"Aku akan mengambil semuanya darimu... " Jiao bergumam.
Kemudian salah seorang tamu mengangkat tangannya untuk mengajak Jiao Yun bersama hingga pesta berakhir, dia adalah seorang menteri yang tadi sempat ribut memperebutkan An.
"Hei Nona penari, kau sudah selesai bukan? Bagaimana jika kau melayaniku sekarang, kau mau berapa? Aku akan membayar tubuhmu mahal, hahaha!" remeh pria itu penuh nafsu, tatapan mesumnya sangat akut pada Jiao Yun.
Karena tak mau kalah, para tamu lain juga mulai ribut mempertanyakan hal yang sama, pertanyaan memuakkan yang selalu muncul di setiap pentasnya, Jiao Yun bahkan merasa bahwa kali ini lebih parah.
"Menjijikkan, mereka menjijikkan! Aku rasanya mau muntah setiap kali mendengarnya, tapi jika tidak begitu, tidak ada yang mempedulikanku." batin gadis itu gelisah.
Jiao Yun mengepal tangannya kuat dan menghembuskan nafas pelan. Dia mencoba untuk menjaga ekspresi jijiknya sekarang.
"Aku tidak mau kembali ke masa itu, tidak, meski hanya satu menit saja." lanjut Jiao Yun penuh tekad.
"Aih, maafkan Jiao ya semua! Tapi Jiao sudah memiliki orang pilihan Jiao sekarang!" seru Jiao Yun membuat suaranya lebih lembut dari sebelumnya.
Dan terjadi lagi, banyak tamu kecewa mendengar apa yang gadis itu katakan. Rasa tidak terima, kesal, bercampur aduk di hati mereka. Bagaimana tidak? Ini adalah kali keduanya mereka ditolak secara bersamaan dalam satu malam.
Jie yang mendengar hanya bisa diam dan terus melanjutkan pekerjaannya, sesekali dia mengumpat karena geram dengan gadis itu.
"Dasar tidak berguna, padahal tadi dia berjanji untuk memuaskan para tamu. Tahu begini aku kurung saja dia dikamarnya sampai pagi tiba!" pikir gadis itu menyesal.
Jiao Yun berjalan dengan elegan dan mengambil arak yang telah disiapkan para dayangnya, ia mulai melewati satu persatu tamu dan akhirnya sampai ke depan tamu tujuannya.
Gadis itu tersenyum ramah, "Permisi Tuan! Apa saya boleh menuangkan minuman ke gelas Anda?" goda Jiao Yun mencoba bertampang imut.
"Silahkan saja," Lun mengangguk dan membalas senyum yang diberikan oleh Jiao Yun.
Jiao merasa bahagia, ia berpikir ternyata mendekati tamu khusus itu sangatlah mudah. Dia sampai bertanya-tanya, kenapa selama ini dia tidak mencoba untuk melakukannya.
Jiao Yun segera mendekat, lalu dengan semangat ia menuangkan arak ke dalam gelas Lun.
Karena mengira telah berhasil menggoda Lun, Jiao Yun berinisiatif untuk mendekatkan diri dengan Lun lebih cepat dari yang dia pikirkan sebelumnya.
Gadis itu menatap rambut Lun yang terikat dengan indah, dengan segera dia mendapat ide untuk menggoda pria dihadapannya.
"Tuan, Tuan! Rambut Anda sangat cantik, saya seperti tersihir olehnya!" seru Jiao Yun tertawa lepas.
Lun yang baru selesai menghabiskan araknya hanya melirik gadis itu malas, dia mendecih pelan karena tak suka dengan tatapan Jiao Yun.
"Anda kekanak-kanakan sekali ya, Nona." hina Lun halus.
"A--apa?" Jiao terlihat syok mendengar jawaban itu, dia tak menyangka pria seindah ini akan membuat hatinya sangat sakit, ia seakan tak menduga jika kata-kata itu ditujukan untuknya.
"Di--dia pasti hanya bercanda kan?" batin gadis itu masih mencoba berpikir positif.
"Ti--tidak kok! Bagaimana kalau saya menyentuh rambut Anda? Mu--mungkin saya dapat menghilangkan sihir yang Anda berikan... " ucap Jiao meyakinkan.
Tanpa berpikir panjang, Jiao Yun mencoba meraih rambut Lun dengan hati berbunga-bunga. Ia senang karena dapat melayani seorang tamu khusus, dia juga senang karena berhasil menyaingi An. Namun, hal tak terduga terjadi.
Sebelum gadis itu berhasil menyentuh ujung rambut Lun, sebuah sengatan listrik kecil menyambar Jiao Yun, gadis itu terkejut hingga dia jatuh tersungkur ke lantai.
Mendengar suara berisik, para tamu dan pelayan sigap memutar kepala mereka untuk melihat apa yang terjadi, betapa terkejutnya mereka ketika melihat Jiao Yun yang terduduk dengan wajah pucat berkeringat dan tubuhnya gemetar.
"No--Nona Jiao? Ada apa denganmu?" tanya salah satu tamu khawatir.
"Astaga Kak Jiao! Ada apa?!" seru panik beberapa pelayan yang segera menghampiri Jiao Yun.
Semua kebingungan menatap Lun yang tengah memandangi Jiao Yun dengan tatapan jijik lalu kembali tersenyum manis, Jie dan Nuan kemudian datang dan segera membopong Jiao Yun untuk pergi dari sana.
"Maafkan kami, sepertinya nona Jiao sudah lelah dengan pestanya. Saya dan teman saya akan membantunya sampai ke kamar, sekali lagi maafkan kami." dalih Jie tak enak hati.
"Apa apaan energi kuat tadi? Apa yang dilakukan Jiao Yun sampai membuat tamu khusus nyonya murka seperti itu?!" batin Jieru ketika mereka sudah keluar ruangan.
Jiao Yun masih termenung, dia masih mengingat jelas sebuah bisikan suara yang berbisik padanya sesaat sebelum dirinya keluar dari sana.
"Jika kau berani menyentuh nona rubahku, aku tak akan mengampunimu." ucap suara itu dingin.
Bulu kuduk Jiao Yun berdiri, ia melirik pelan Lun yang sedang tersenyum tipis padanya. Karena merasa ketakutan, Jiao Yun berlari pergi meninggalkan Jie dan Nuan yang sudah berusaha untuk memapahnya.
"Kak, apa aku boleh meminta sesuatu?" bisik Nuan yang masih ternganga melihat tingkah Jiao Yun.
Jieru mengangkat sebelah alisnya dan berdeham menjawab pertanyaan Nuan.
"Apakah aku boleh libur Kak?"
"Tentu saja tidak, kau mau libur selamanya?" sahut Jieru mengancam.
Setelah perbincangan singkat itu, mereka berdua masuk kembali dengan perasaan, mental, dan fisik yang tak terhitung lagi lelahnya.
...•...
...•...
...•...
...•...
TERIMA KASIH BANYAK PADA PARA PEMBACA, NANTIKAN TERUS KELANJUTAN KISAH INI YAA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments