"Sepertinya tempat ini cocok!" An berseru girang menatap pohon besar didepannya, jauh dari langit kamar yang jenuh.
Ketika Jie pergi, gadis itu langsung bergegas untuk berlatih di tempat yang aman, jauh dari jangkauan semua orang terutama sang senior.
Lebih tepatnya dia sedang berada di dekat sebuah pohon tua, yang terletak di bukit belakang dekat dengan tempat pertama kali ia sampai.
"Dia tidak mungkin mengikuti aku sampai sini kan? Kalau begitu, ayo mulai!" ujar An dengan penuh semangat.
Gadis itu kemudian duduk bersila di bawah pohon besar nan rindang dengan nyamannya. An segera memusatkan pikiran untuk menyerap lebih banyak energi, agar dia bisa dengan cepat menuju ke tahap berikutnya. Tapi seperti kata orang, jangan melakukan sesuatu dengan terburu-buru jika tidak ingin hasil yang mengecewakan.
Benar saja, baru sebentar dia bermeditasi, tiba-tiba darah mengalir keluar dari hidungnya.
"A--apa yang terjadi?" gumam An terkejut.
"Bukankah tadi baik-baik saja? Kenapa sekarang mimisan?" sambungnya seraya membersihkan sisa darah yang menempel.
Mungkin bagi otak gadis itu semakin cepat semakin baik, tapi tubuhnya menolak keras pernyataan itu.
An lalu memutuskan untuk beristirahat sejenak, dia bersandar di pohon besar itu sebelum melanjutkan latihan.
"Tampaknya memang harus mengulang dari nol lagi ya... " lirih An lesu menatap ke langit yang saat ini dipenuhi dengan sinar bulan.
Sepuluh menit berlalu dan gadis itu mulai kesal karena tak bisa melakukan apapun, An beranjak dari pohon itu dan mengarah ke sebuah batu besar yang tak jauh darinya.
Dia dengan asal memukul batu itu, pukulan pertama hanya menimbulkan sedikit retakan, gadis itu sempat bertanya-tanya kenapa hanya retakan?
An kembali memasang kuda-kuda dan melesatkan lagi tinjunya tepat pada tempat pertama dia memukul, batu itu lalu hancur. Seperti terkena bom, meledak menjadi butiran kecil, sangat cepat dan tak terlihat, pukulan itu terlalu liar dan asal.
"Apa? Padahal aku hanya berniat untuk membuat lobang pada batu itu, tapi kenapa jadi hancur total?" gumam An bingung.
Kemudian gadis itu menggaruk tengkuknya salah tingkah, ia lalu melihat lengan mungil itu, masih syok karena tak bisa membayangkan apa yang terjadi jika dia tak bisa mengendalikan kekuatannya.
"Ini lebih buruk dari yang kupikirkan... " gumam An lelah.
Setengah jam setelahnya, An kembali berlatih untuk mengendalikan chi dalam tubuhnya dan mencoba untuk meningkatkan ke tahap berikutnya.
Memang, beberapa kali dia gagal, sewaktu mencoba untuk menekan auranya dia akan mimisan, atau yang terburuk dia akan memuntahkan banyak darah. Tapi gadis itu tetap tak menyerah dan terus mencoba sampai bisa melakukannya.
Saat sudah berulang kali gagal, kegagalan yang tak dapat dihitung jumlahnya, An berhasil meningkatkan chi ke tahap lima, tepat sebelum ayam membangunkan semua orang.
"Baiklah, ayo coba... " ucap gadis itu agak ragu.
Lalu An berdiri di depan sebuah dinding batu besar yang tinggi menjulang, tempat yang akan menjadi saksi bahwa dia baru saja menyelesaikan tujuan pertamanya, begitulah yang ia pikirkan terhadap dinding itu.
An mulai memasang kuda-kuda, dan tanpa aba-aba memukul dinding itu tanpa keraguan sedikitpun.
"Huh, apa berhasil?" gumamnya yang tak berani melihat hasil pukulan itu.
Dia diam ditempat untuk beberapa saat, tangannya masih mengepal erat di udara.
Sewaktu ia menoleh, An terlihat sangat senang dan melompat kegirangan. Dia tersenyum puas dengan hasil itu, sambil merenggangkan tubuhnya yang sangat lelah.
"Sekarang aku mau tidur... " ujar An sembari sesekali menguap.
Sekarang matanya sudah tak bisa diajak berkompromi lagi, gadis itu kemudian pulang ke kedai dengan wajah mengantuk yang sangat bahagia.
Sesaat setelah An pergi, mendadak seseorang datang dan melihat bekas pukulan yang dilayangkan oleh An.
Orang itu menatap dan memegang bekas pukulan itu, ia melihatnya, lobang berbentuk bulat sempurna dengan cahaya yang terlihat di sisi ujungnya. Gadis itu berhasil membuat lobang diantara tebing batu.
Mata orang itu melebar dan sudut bibirnya terangkat.
"Sudah kuduga, akan ada hal menarik yang terjadi!" dia berseru lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Karena lelah akibat berlatih semalaman, An kini sangat berharap untuk tidur di kamarnya sampai sore tiba. Namun, keinginannya itu hanyalah sebuah mimpi belaka.
Saat ini, An tengah berada di situasi yang tak memungkinkan baginya untuk beristirahat.
"Kau! Karena kau telah berani merebut posisiku, aku menantangmu bersaing denganku untuk menjadi penari utama malam ini!" seru Jiao Yun di depan banyak orang.
An yang sudah super lelah memandangi tingkah Jiao dengan malas. Dia sesekali menguap dan segera mengusap kasar wajahnya untuk kembali bangkit.
"Tidak mau, kau saja yang menari nanti." ujar An sambil mencoba mempertahankan posisi tegak.
Semua orang yang ada di sana mulai berbisik satu sama lain, mereka berpikir mereka telah melihat tontonan yang sangat langka, dimana seorang Jiao Yun yang terkenal sekarang sedang ditolak mentah mentah dalam segala artian.
Berkat itu, wajah Jiao Yun kini merah padam seperti tomat, dia tak menyangka akan mendapat penolakan tegas oleh An.
"Beraninya kau mempermainkan aku!" geram Jiao pelan.
Jiao Yun terlihat mengepal tangan kesal, hanfu yang dia pakai tak dapat menutupi urat tangan yang terlihat dibaliknya, ia mau langsung mencengkram rambut gadis itu dan memukulinya hingga tak bisa bangun lagi.
Walau demikian, Jiao Yun tetap tenang dan memberikan senyuman terbaik.
"Kenapa kau menolak? Bukankah harusnya kau bangga karena aku mengajakmu bertanding? Itu berarti kau hampir setara denganku." sindir gadis itu dengan bangga.
"Apa yang salah dengan orang itu?! Ini masih pagi, aku ingin segera tidur, saat ini juga!" batin An mengoceh tanpa henti.
Siapa yang suka jika waktu istirahatnya diganggu, apalagi gangguannya tidak berarti seperti ini.
"Kenapa aku harus melakukannya? Kau sudah sehat kan Kak, lakukan tugasmu dengan baik. Lagipula tugasku hanya menggantikanmu karena kau tak bisa bergerak." sahut An kesal.
Semua orang tercengang atas sikap An yang dianggap sangat berani, dengan umurnya yang masih belia, dia bisa saja mati muda. Mereka tak tahu kalau gadis itu bahkan pernah merasakan kematian itu sekali.
Tak ada yang berani berbicara untuk beberapa menit, mereka terus menatap pertarungan sunyi yang sangat sengit dihadapan mereka.
Jiao Yun yang semula tertunduk menahan emosi kini naik pitam, matanya melotot dengan rahang yang menegang, urat wajahnya keluar dan wajah gadis itu memerah.
Semua orang dapat mendengarnya, suara tali kesabaran Jiao Yun yang setipis benang putus tak bersisa, mereka menelan ludah kasar tanpa berkedip sedikitpun.
"Dasar bocah tak berguna! Padahal aku telah sabar denganmu!" teriak Jiao Yun sambil melayangkan tinju penuh energi di tangannya.
"Aku tak menyangka kau bisa melakukannya, kupikir Kakak hanya nona muda jelek yang manja." ejek An santai.
"BERISIK KAU A*JING! DASAR BOCAH BAU KENCUR!" umpat Jiao Yun penuh kemarahan.
An dengan sigap menghindari serangan itu tanpa menggunakan chi miliknya, dia tahu bahwa akan berbahaya jika kekuatan yang tak seberapa ini diketahui oleh banyak orang.
An terkekeh melihat serangan asal serang yang dilakukan Jiao Yun, dia kembali meledak, "Apa kau sedang bermain Kak? Tak ada satupun seranganmu yang mengenai tubuhku."
Alhasil, beberapa meja dan peralatan di kedai menjadi hancur akibat serangan dari Jiao Yun.
Para pelayan tampak ketakutan, mereka berlarian menyelamatkan diri, ada juga beberapa dari mereka yang tengah sibuk mencari cara untuk menjelaskan kejadian ini pada atasan mereka. Namun, semua usaha itu hanya akan sia-sia.
Jiao Yun yang dikuasai kekesalan masih menyerang An secara sembrono dan membabi buta, dia tak lagi mempedulikan tanggapan orang lain serta segala perabotan yang hancur.
"Apa dia baru belajar juga? Serangannya sangat payah." pikir An sambil menghindari semua pukulan cinta Jiao Yun.
"Kenapa kau terus menghindar brengsek! Ah, aku lupa, kau kan cuma orang biasa. Tak bisa melakukan ini kan? Haha! Dasar sampah! Aku bahkan tak melihat sedikitpun chi mengalir di tubuhmu!" teriak Jiao Yun dengan lantang.
An hanya diam dan tetap tak berniat untuk menyerang, dia menatap kasian gadis itu sambil menghela nafas lelah.
"Untuk apa aku melakukan hal yang setengah setengah?" gumam An dengan seringai jahat diwajahnya.
"Aku tak perlu memakai kekuatanku untuk orang tak berotak seperti dirimu, kelas rendah." hina gadis itu pelan dan hanya bisa didengar oleh Jiao seorang.
"Keparat kau! Dasar bocah sombong!" Jiao Yun lalu melompat ke udara dan memusatkan semua chi ke dalam genggaman tangannya.
Kini dia memasang nafsu membunuh kepada An yang sedang menunggu di bawah dengan tenang, ia sempat heran dengan sikap An yang seolah tak akan menghindari serangannya kali ini.
"Mati saja kau!" Jiao berteriak keras, matanya seperti orang kecanduan yang kehabisan obat.
Saat pukulan Jiao Yun hampir sampai pada targetnya, tiba-tiba serangan itu terhenti karena seseorang menahan pukulan Jiao dengan tangannya.
"Nyo--Nyonya Kaili?!" ucap gadis itu gagap.
Dia lalu tersadar akan satu hal yang sedari tadi mengganjal hatinya, secara perlahan ia melirik ke arah An, matanya membulat sempurna kala melihat An kini sedang terluka parah.
"Apa yang terjadi?! Bukankah tadi dia menghindari semua seranganku, kenapa sekarang dia terluka parah begitu?!" batin Jiao Yun terperangah.
"Sudah melototnya, Nona Yun?!" seru nyonya Kai dengan tatapan kesal diwajahnya.
...•...
...•...
...•...
...•...
TERIMA KASIH BANYAK PADA PARA PEMBACA, NANTIKAN TERUS KELANJUTAN KISAH INI YAA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Ririn Santi
drama queen ketemu drama queen, seru....
2024-03-01
0