"Selamat datang semuanya! Silahkan masuk!" teriak beberapa pelayan dengan bersemangat di depan kedai.
Para pelayan kini tengah sibuk melayani setiap tamu yang datang, seluruh makanan pun tersedia di atas meja, tanpa terkecuali. Lampu hias dan beberapa dekorasi juga sudah tergantung menghiasi dinding dan sudut ruangan.
Diluar kedai semua orang tampak antusias menikmati malam ini, banyak kedai kecil tertata dengan rapi di sepanjang jalan, baik itu kedai makanan, aksesoris, bahkan topeng tersedia. Dan semua orang sangat senang atas hal itu, semua orang kecuali satu.
Di sisi lain, ketika yang lain bersenang senang di malam festival, ada juga beberapa pelayan yang masih sibuk untuk mempersiapkan bintang utama mereka malam ini.
"Dimana hiasan rambutnya?!" teriak salah satu senior mengobrak-abrik meja.
"Hei! Cepat bawa lagi pemerah bibirnya!" sambung pelayan lain yang sudah kewalahan.
"Apa ada yang lihat perona wajahnya?" tanya seorang pelayan yang sudah lelah.
"Brengsek, kenapa aku memilih untuk menetap di sini ya? Apa kubunuh saja semuanya agar mereka diam?" gerutu gadis itu dalam hati.
"Karena mereka terlalu berisik kepalaku jadi sakit, rasanya sangat menjengkelkan." lanjut An masih berusaha menahan sakit kepalanya.
Dia lalu memejamkan mata dan mengerutkan keningnya, terdengar sangat jelas di telinga An, suara pelayan yang mengoceh tanpa henti karena dirinya yang tengah mengerutkan kening.
"Kak An! Apa yang Kakak lakukan?! Jangan menggerakkan wajah Kakak begitu!" teriak salah satu pelayan histeris.
"Aduh An, dandananmu jadi rusak lagi ka---"
"Berisik, tugas kalian hanyalah meriasku bukannya mengoceh dihadapanku. Kalian hanya perlu menggunakan tangan kalian dan buat mulut kalian diam, bisa kan?" potong An dingin.
Seusai dia berkata begitu, seisi ruangan menjadi sunyi dan para pelayan hanya diam dengan sesekali melirik satu sama lain.
"Kenapa sekarang auranya jadi seperti orang lain ya?" batin salah satu seniornya segan.
"Cih! Padahal dulu anak ini cuma bocah biasa, dia juga seumuran dengan kami." pikir pelayan lain kesal.
"Entah kenapa sekarang auranya terasa seperti kak Jiao, malah lebih menakutkan darinya." batin seorang pelayan takut.
Beberapa saat setelah itu, An telah selesai didandani dan para senior akhirnya datang karena mereka telah selesai mengurus lantai satu, mereka akan bertukar tempat dengan para pelayan yang tadinya telah membantu An untuk berdandan, tetapi semua senior tampak heran melihat para juniornya yang dengan rapi berbaris keluar tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
"Tumben sekali mereka tidak mengoceh, apa yang baru saja terjadi?" ujar Nuan pada Jieru
"Kau benar, biasanya mereka akan menggerutu kalau kita telat atau kelamaan... " gumam Jie yang lantas melihat ke arah An, tampak gadis itu terlihat puas dengan sikap para pelayan.
"Apa kau puas dengan riasannya An?" tanya Jie senang sambil berjalan mendekat, diikuti Nuan yang mengekor di belakang gadis itu.
"Tentu saja, aku sangat puas." balas An tersenyum lebar.
"Terlebih lagi karena mereka telah menuruti perintahku." batin gadis itu bangga.
"Baguslah jika begitu, ayo ganti baju sekarang, kami akan membantumu!" seru Nuan dengan semangat membara.
Mereka kemudian mulai mencari lagi pakaian yang cocok untuk An, awalnya gadis itu heran karena menurutnya pakaian penari yang sudah dia kenakan itu sempurna. Tapi para seniornya berkata bahwa itu masih kurang.
Beberapa menit kemudian mereka menemukan pakaian yang menurut mereka sempurna. Nuan, Jie bersama yang lain tampak pelan dan berhati hati agar riasan penari utama mereka malam ini tidak luntur sama sekali.
Setengah jam berlalu, An saat ini telah siap untuk menari di hadapan semua orang, tubuhnya yang berbalut hanfu putih disertakan selendang dan aksesoris mutiara layaknya seorang bidadari kayangan, juga wajahnya yang telah didandani dengan sangat sempurna.
Seluruh mata orang yang memandang gadis itu berbinar dibuatnya, mereka terpana dengan kecantikan An yang melebihi bunga Kota Chengse.
"Ah! Jangan lupa ini," Jie memberikan sebuah topeng rubah putih untuk melengkapi penampilan gadis itu.
"Walau agak menutupi dandanannya, kau masih tetap sempurna!" celetuk Nuan masih mengekor di belakang Jie.
An menerima topeng itu dan langsung memakainya ditempat, Jie membeku sejenak sewaktu melihat penampilan An yang telah memakai topeng rubah pemberiannya.
"Ratu Huli Jing... " gumam Jie sangat pelan.
"Hm? Kau bilang apa Kak?" Nuan mendekatkan telinganya ke wajah Jie.
"A--ah, ti--tidak..." Jie membalas dengan gagap.
"Ratu siluman rubah?" batin An menatap Jie dan Nuan bergantian.
Setelah melatih chi, pendengarannya menjadi lebih baik dari manusia biasa, itulah mengapa dia makin tak menyukai keramaian.
"Kak! Para tamu telah menunggu!" seru salah seorang pelayan dari balik tirai merah.
Kemudian Jie, Nuan beserta An keluar dan menuju ke tempat pertunjukan, karena Jie dan Nuan lah yang bertugas menjaga An malam ini, tak lupa mereka juga memakai topeng hewan untuk menutupi wajah mereka.
"Kenapa kalian pakai topeng juga?" An bertanya.
"Bukankah sudah kukatakan? Ini adalah tradisi yang tak boleh dilupakan oleh seluruh masyarakat Kekaisaran Heng." jelas Jieru sembari menghela nafasnya sesak.
"Benar! Sebagai tanda penghormatan dan kesopanan saja kok, lagipula jadi tambah cantik kan?" potong Nuan memperlihatkan senyum manis di wajahnya.
An tak bereaksi dan hanya menganggukkan kepalanya, dia tetap diam dan memikirkan tarian apa yang akan dia persembahan pada para tamu.
Ketika sedang berjalan, An merasakan tekanan dari aura yang sangat kuat, seolah ada seekor hewan buas yang memantaunya dan mencari waktu yang tepat untuk menerkamnya.
Akibat rasa penasarannya yang tinggi, dia melirik sekelilingnya berharap jikalau dapat mengetahui sumber dari tekanan yang hebat itu, tapi hasilnya nihil. Dia tak menemukan apapun yang menurutnya mencurigakan.
"Tampaknya orang itu sangat kuat ya... " gumam An tertantang.
Gadis itu menjadi tambah bersemangat karena percaya sudah menemukan seseorang yang sangat hebat.
"Aku harus segera menyelesaikan ini dan pergi mencari orang itu." An membatin.
Tiba-tiba dia menyadari sesuatu, tempat yang kini mau dia datangi adalah aula dan bukan aula lantai satu seperti sebelumnya. Untuk sesaat An berpikir kalau mereka tersesat namun, dengan cepat dia menghilangkan pemikiran itu. Tak mungkin sekali kedua seniornya tersesat di tempat mereka sendiri.
"Hei, bukankah kita akan ke aula utama lantai satu? Kenapa malah pergi ke lantai dua? Ini kan rumah bordil." tanya An pada Jie dan Nuan yang saling pandang.
"A--astaga! Kami lupa memberitahumu!" seru Jie syok.
"Ja--jadi, kau tidak akan tampil di lantai satu malam ini," Nuan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
An mengangkat sebelah alisnya keheranan, walau dia tak bicara tampangnya berkata untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Kau akan tampil di depan para petinggi malam ini, karena sebagian dari mereka adalah tamu khusus, kau harus bersikap sopan dan ramah ya." jelas Jieru tak enak hati.
"Apa?! Kau tak bilang aku harus melayani para lelaki tua itu!" geram An murka.
"Beraninya mereka menipu?! Hanya karena aku selalu sabar, bukan berarti aku tak bisa menggigit!" pikirnya emosi.
"Te--tenanglah An, memang kebanyakan pria tua, ada juga yang muda kok... " bujuk Nuan cepat.
Jieru hanya menghela nafas yang sangat panjang, karena dia tahu bahwa An akan menolak jika mengetahui hal ini.
"Argh ayolah! Bukan itu masalahnya Kak! Masalahnya kalian tak jujur padaku! Kenapa kalian tidak memberitahukan itu sebelumnya?!" oceh gadis itu kesal.
Bagaimana tidak kesal? An saat ini merasa jika dirinya adalah seorang anak kecil yang mau melakukan apapun hanya untuk mendapat sebuah pujian yang tak bisa dimakan. Ingin sekali rasanya dia mengacak rambut dan riasan wajah yang sedari tadi susah sekali dipertahankan itu, tangannya sudah sangat gatal sekarang.
"Ka--kami takut kau tak mau... " lirih Jieru yang menghindari kontak mata langsung dengan An.
"Apa kau marah, An?" ucap Nuan gelisah.
Tampak sekali kalau dia khawatir jika An menjadi enggan untuk tampil sekarang, memang. Sekarang gadis itu sangat enggan untuk melakukan tarian bodoh ini.
"Kau masih mempertanyakan hal yang pasti Kak? Tentu saja aku marah! Aku marah karena kalian tak jujur padaku dan selalu membodohiku! Apa aku terlalu seperti anak kecil dihadapan kalian?" sindir An kasar, dia menatap tajam kedua gadis itu.
Lorong itu menjadi lenggang dan mencekam, Jieru serta Nuan hanya saling tatap, mereka memasang muka tak enak.
"Maafkan kami... " lirih mereka bersamaan.
Wajah Keduanya tampak muram, tapi tak ada satupun dari mereka yang menampilkan ketulusan di sana. Mereka tak jera, hanya ingin meminta maaf karena takut kedai tempat mereka bernaung runtuh dalam semalam.
Di sini An tak dapat melakukan apa-apa, dia juga belum bisa pergi karena tak mengetahui apapun tentang dunianya sekarang. Dia tak punya nama, harta, pengaruh, atau semua yang membuatnya bisa bertahan hidup.
Dia bukanlah orang hebat seperti dulu, saat ini An hanya seorang gadis biasa yang sedang berusaha untuk membangun semuanya dari nol lagi.
Kalau dia memilih untuk pergi, masa remajanya akan habis sebagai seorang pengemis di kota kecil, gadis itu sungguh tak mau menunduk untuk hal remeh seperti mengemis.
Karena itu An mencoba untuk sabar dan memaafkan mereka, dia akan terus melakukannya sampai mendapat sesuatu yang berguna untuk keluar dari tempat menjijikkan itu.
"Aku akan maafkan, tapi Kakak harus ingat, jangan pernah mengulangi hal yang sama untuk kedua kalinya. Aku bukanlah seorang anak kecil dan aku juga memiliki privasi." ancam gadis itu dingin.
Setelah itu, An bisa melihat dengan jelas bahwasanya sudut bibir kedua orang itu mulai terangkat naik. Wajah mereka yang suram tadi langsung hilang seolah tak pernah terjadi.
"Ya! Aku janji!" seru mereka bersamaan lagi.
Mereka bertiga meneruskan berjalan dan akhirnya sampai di depan sebuah pintu berbalutkan kilauan emas.
"Kalau begitu, kita masuk?" Jie dan Nuan kini bersiap di samping untuk mendampingi An masuk ke dalam.
An mengangguk mantap dan pintu terbuka, secara mengejutkan pemandangan yang hampir terlupakan baginya telah muncul kembali dengan mudah.
Pemandangan orang orang kikir dan angkuh yang duduk bersamaan dalam satu ruangan, menghirup udara yang sama pasti membuat mereka memiliki sifat yang sama pula.
Benar saja, di saat ketiga gadis itu berjalan untuk sampai ke tengah ruangan, sorot mata mereka tak hentinya menatap dengan nafsu yang membara, bisikan mereka juga tak ada yang bermanfaat, padahal sudah ada dua sampai tiga gadis muda yang telah duduk di sekitar orang-orang itu.
"Menjijikan... " gumam An menatap jijik ke segala pria di sana.
Meski begitu, Jie dan Nuan terlihat tampak profesional dalam menghadapi tatapan serta bisikan yang dilontarkan untuk mereka.
An mengusap pelan bulu kuduknya yang berdiri, rasa haus akan pertumpahan darah mengalir ke seluruh pembuluh darahnya. Kalau saja gadis itu sendiri yang masuk, dia pasti akan mencongkel mata para petinggi itu dan memotong lidah mereka.
Tidak untuk saat ini, jika saja An melakukan hal keji itu, bisa saja wajahnya akan menjadi yang paling dicari di seluruh Kekaisaran.
An kembali memperhatikan satu per satu tamu, tak berselang lama, dia dapat dengan pasti membedakan beberapa tamu khusus yang dikatakan oleh Jieru. Beberapa pria bertopeng yang duduk di sudut, mereka juga adalah orang-orang yang kuat.
"Aku ambil mereka, sisanya kuberikan pada kalian." gumam An cengegesan.
"Entah kenapa aku jadi merinding... " bisik Jie ngeri pada Nuan.
"Kau benar Kak, aku bisa merasakan bahwa dia menatap kita dengan menakutkan," Nuan tersenyum kecut.
"Terima kasih saya ucapkan kepada para tamu terhormat malam ini! Tanpa menunggu lebih lama lagi, kami persembahkan penari terbaik kami! An!" seru Jieru bergema ke seluruh ruangan.
"Kurasa Jiao akan menggigit lidahnya sendiri jika mendengar perkataan itu." batin An dengan sudut bibirnya mencibir.
Alunan musik mulai terdengar di ruangan yang semula sunyi, An dengan perlahan mulai menampilkan tarian indahnya kepada para tamu spesial yang telah hadir pada malam itu.
...•...
...•...
...•...
...•...
TERIMA KASIH BANYAK PADA PARA PEMBACA, NANTIKAN TERUS KELANJUTAN KISAH INI YAA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments