Matahari kini mulai menjadi terik, terlihat banyak orang yang sedang beraktivitas dengan damainya, mereka berbincang dan tertawa seperti tak ada masalah apapun pada mereka.
Tak terkecuali dengan An juga Jie yang saat ini sedang pergi berbelanja, itu adalah hal wajar karena malam ini adalah malam festival. Namun, kedamaian itu tak tertuju pada beberapa orang.
"Brengsek! Dia gadis bodoh yang sudah tak tertolong lagi, kenapa dia membuat hidupku sengsara?!" gerutu An sambil memakan buah apel yang diberikan oleh Jie.
"Jika dia memang mau tampil, harusnya bilang dari awal! Tidak usah pura-pura sakit segala, dasar gadis aneh!" lanjutnya emosi.
Jie yang melihat sikap gadis itu hanya bisa diam dan menghela nafas panjang, dia berkata, "Iya, aku tahu kau kesal, aku juga begitu. Tapi kau tak boleh bicara sembarangan dengannya ya."
"Hah?! Kenapa aku tak boleh sembarangan bicara dengannya? Dia bukan seorang putri kaisar kan?!" sahut An geram.
Jie mengangguk pelan dan menjelaskan, "Dia adalah satu satunya pengendali cuaca di Kota Chengse, karena malam ini akan diadakan festival, tentu dia harus menahan dan menjaga emosinya agar festival berjalan lancar."
"Walaupun begitu, bukan berarti dia bisa mengganggu orang lain seenaknya Kak Jieru, itu tak bermoral." timpal gadis itu dengan wajah sinis.
Jie terdiam sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Tak ada pilihan lain, suasana di sana sudah sangat tak nyaman, sehingga membuat An ingin pergi dan menjauh untuk menenangkan diri.
"Sudahlah, aku mau cari angin dulu ya Kak," An segera berlari meninggalkan seniornya yang masih terpaku di tengah keramaian.
"Dia tak punya bakat merundung, harusnya lakukan yang benar agar aku mendapat kompensasi yang setimpal dong." gumamnya yang saat ini sedang melompati beberapa atap rumah warga untuk pergi ke tempat persembunyian.
Beberapa saat kemudian dia sampai di belakang bukit, tempat dimana gadis itu muncul untuk pertama kalinya.
An dengan sumringah berlari dan naik ke atas sebuah pohon tua yang masih berdiri dengan kokohnya, pemandangan kota terlihat sangat indah di sana, lautan awan terhampar luas di atasnya.
Gadis itu terus memikirkan hal yang diceritakan oleh para seniornya saat sebelum tidur tadi malam, bermula dari cerita saudagar terkenal yang membangkitkan meridian chi nya, tertangkapnya hewan roh tingkat rendah yang berkeliaran, dan beberapa kabar angin tentang adanya siluman, serta pengendali Myrax yang lahir tak lama ini.
"Aku jadi penasaran, apakah masih ada yang lebih menarik dari semua itu?" racau An sembari melihat langit yang tertutup awan.
Dia tersenyum kecil, lalu menutup matanya untuk kembali membayangkan kejadian yang selama tiga hari ini dia rasakan.
Tepat pada malam setelah pertunjukan pertama, semua pelayan kini mulai beristirahat, tak terkecuali dengan An.
Setelah pertunjukkan, dia sempat dijamu dengan makanan yang mewah dan amat banyak, sampai ia tak bisa menghabiskan semuanya.
Sekarang gadis itu sedang berada di atas ranjang barunya yang empuk dan memikirkan beberapa hal yang menurutnya agak aneh.
"Darimana datangnya ingatan itu ya? Meski itu adalah ingatan yang buram, tapi tetap saja sudah membantuku... " racau An.
Mengingat semua yang hampir saja menjadi masalah, malah terselesaikan dengan baik, seperti masalah bahasa dan juga tarian yang semula tak pernah dia ketahui.
"Apa pemilik tubuh ini yang melakukannya?" batinnya menerka-nerka.
Setelah dipikirkan lagi, tubuh barunya memang sangat aneh. Karena tubuh yang telah mati tak mungkin bisa melakukan semua ini.
"Luka yang didapat tubuh ini sudah hilang sepenuhnya, perasaannya juga, agak mengganggu... " lirih An karena merasakan jeritan kesedihan dari hatinya.
Seperti sudah lama mati, kulitnya sekarang sangat pucat, entah kenapa orang-orang tak ada yang menyadari, mungkin mereka berpikir jika warna kulitnya adalah bawaan, tak ada yang tak mungkin di tempat ini.
"Aku tak tahu apa terjadi denganmu, sampai sampai kau berakhir ditempat itu, tapi percayalah padaku, aku akan mencari penyebab kematianmu." gadis itu terkekeh memikirkan hal jahat.
Tidak lama setelah itu, suara ketukan muncul dari pintu kamarnya.
"An, kau sudah tidur?" terdengar suara Jie dari balik pintu tersebut.
"Iya." sahutnya tanpa melihat ke arah pintu sedikitpun.
Keadaan menjadi sunyi dan Jie kembali membuka suaranya.
"Kau bisa mengobrol saat tidur?" terdengar tawa kecil Jieru dari luar.
"Oh iya, aku lupa," An beranjak dari ranjang, segera ia membukakan pintu dengan wajahnya yang mengantuk dan malas.
"Ada apa Kak, ini sudah sangat larut kan?" tanya gadis itu pada Jieru yang sekarang sedang berdiri dihadapannya.
"Boleh aku masuk An?" pinta Jie tanpa mendengar gerutuan An.
Belum sempat dia menjawab, seniornya itu langsung masuk dan duduk di atas ranjang empuk miliknya.
"Kalau sudah bengongnya, cepat kemari, ada banyak yang ingin aku bicarakan." goda Jie pada An yang sedang berusaha mengendalikan emosinya.
Hanya anggukkan yang bisa diberikan oleh An, karena dia sudah menuangkan semua gerutuan di hatinya.
"Apa hal ini sangat mendesak sampai kau harus mengganggu waktu tidurku Kak?" An bertanya sambil bersandar ditembok yang bersebrangan dengan ranjang.
Jieru tersenyum kecil seraya berkata, "Kalau begitu aku tak perlu basa basi, An kau ini siapa?"
Jantung An seolah berhenti berdetak untuk sesaat, ia sempat bingung ingin menjawab apa karena pertanyaan tak masuk akal itu.
"A--apa? Maksud Kakak?" tanya An agak gugup.
"Warna jiwa milikmu sangat berbanding terbalik dengan ragamu." ungkap Jieru serius, menatap An dengan waspada.
An tersenyum lebar dan kembali bertanya, "Memangnya apa yang Kak Jieru lihat?"
Jieru tersentak, ia heran dengan sikap gadis yang tak dapat ditebak itu. Karena menurutnya, wajah An sekarang seperti seorang buron yang bisa membunuhnya kapan saja.
"Wa--warna jiwamu, sangat gelap. Dan itu berbanding terbalik dengan ragamu yang bersinar terang, meski sekarang cahayanya perlahan pudar... " Jieru menjelaskan dengan tatapan penuh selidik.
"Baiklah, jika aku menceritakannya apa Kakak akan mempercayaiku? Apa aku bisa percaya, kau tak akan mengumbar segala rahasiaku?" An memastikan.
Sang senior sedikit terperangah untuk beberapa saat sebelum menganggukkan kepalanya.
Karena itulah, An mulai menceritakan asal usulnya pada Jieru, tentu saja dengan banyak bumbu di setiap kata yang dilontarkan. Logikanya, tak mungkin kita bisa mempercayai orang yang baru ditemui beberapa jam lalu bukan?
Seperti yang sudah diduga, ketika cerita ilusi An selesai, Jie berusaha mengontrol ekspresinya, sepertinya dia tak mau membuat gadis itu tersinggung karena tidak terlalu mempercayainya.
Siapa juga yang akan percaya mendengar cerita bodoh dari orang yang baru saja dikenal?
"Jadi, kau adalah seorang siswi yang mati akibat tabrakan, dan jiwamu masuk ke tubuh ini. Lalu secara tak sengaja, kau hidup kembali di Dinasti Ming, begitu?" tanya Jieru berbelit sangking syoknya.
"Iya, kau mendengarkan dengan baik Kak." jawab An cepat.
Gadis itu tertawa kencang dipikirannya sebab berhasil mengelabui sang senior, tak bisa dibayangkan kalau Jieru mempercayai cerita takhayul yang biasa dibuat oleh remaja labil.
"Sungguh, malang sekali... " lirih senior itu saat tengah memandangi An dengan rasa iba.
Seketika senyum yang telah dia pertahankan jatuh tergelincir ke bawah. Dan sejak malam itu, An sadar bahwa seniornya ini sangat bodoh dalam menilai seseorang.
"Tak seharusnya dia percaya dengan cerita bodoh itu kan? Apa harusnya aku jadi aktor saja? Tampaknya aktingku membuatnya luluh dan menjadi gila." pikir An merasakan bakat terpendam yang harus dikubur dalam dirinya.
TERIMA KASIH BANYAK PADA PARA PEMBACA, NANTIKAN TERUS KELANJUTAN KISAH INI YAA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Ririn Santi
an...an...harusnya kamu senang klu kamu punya bakat penipu hahaha....
2024-03-01
0