Meski awalnya An tak setuju dengan penawaran pria itu, dia tetap melakukannya.
"Gawat, apa karena ini tubuh baru? Tubuh ini hanya bertindak sendiri!" An merasa tak nyaman.
"Hm... Rambut pria ini bagus juga." pikir gadis itu saat menyentuh rambut hitam panjang sang tamu dan mulai memainkannya, banyak tatapan iri yang ditujukan para tamu kepada si pria beruntung ini.
"Apa yang boleh saya lakukan pada rambut Anda?" ucap An seraya menggulung rambut lelaki itu. Meski awalnya ia menolak dengan tegas, lama kelamaan, An mulai menikmatinya.
"Kau boleh melakukan apapun, lakukan apa yang kau suka agar sihir itu menghilang." ejek lelaki itu sambil menuangkan arak ke gelas.
"Aku benci perkataannya barusan. Tak bisakah aku membunuhnya? Setidaknya menjahit mulut pria ini?" batin An menatap pria itu tajam.
Karena terlalu geram dengan perlakuan laki-laki itu, tanpa An sadari, dia mencengkram rambut sang tamu dengan kuat.
"Akh! Ja--jangan ditarik!" rintih pria itu kesakitan.
Sontak An terkejut dan segera melepas cengkraman tangannya,
"Ma--maafkan Tuan! Saya, saya sungguh tak sengaja! Saya tak ada niatan buruk kok!" An berseru panik.
Karena mengatakannya dengan menunduk, gadis itu tidak melihat senyuman tipis yang terukir di wajah tamunya.
"Imutnya, aku jadi makin ingin mengerjainya... " batin pria itu senang.
"Ah, tidak apa, hanya sakit sedikit kok." sahut sang tamu santai.
"Ta--tapi, saya merasa bersalah telah melakukan hal tidak sopan itu... "
"Bagaimana jika kau mengadu hal yang tidak tidak pada nenek tua itu?! Bisa jadi bayaranku akan terbang menghilang!" batin An geram.
"Kalau begitu, kau tinggal menebusnya kan?" sang tamu memberi ide dengan riang.
"Hm? Apa katanya?" batin An takut salah dengar.
An mendongakkan kepalanya dan dia baru bisa melihat dengan jelas, bahwa ia telah ditipu mentah mentah oleh seorang makhluk yang sangat menyebalkan.
"Sial, apa sekarang aku sedang ditipu? Ditipu hingga dua kali? SUDAH CUKUP!" sebuah bom besar meledak di kepala An, asapnya kini mulai terbang mengepul ke udara.
"Tentu, bagaimana saya bisa menebusnya?" balas An tersenyum paksa.
"Aku ingin memukulnya, sekali saja. Benar-benar sekali saja... " gadis itu membatin sambil mengepalkan tangannya kuat.
Saat ini An sedang berusaha untuk mengontrol penuh tubuhnya agar tidak bergerak di luar kendali, dia bisa kena masalah jika memukul seorang tamu, apalagi seorang tamu khusus.
"Tata rambutku hingga aku puas. Dan, bagaimana kalau kita bermain tiga pertanyaan?" seru lelaki itu dengan membentuk tangannya seperti huruf V.
"Baiklah... " An berusaha sekuat mungkin untuk menahan senyum manisnya, percayalah, bahwa hal itu tidaklah mudah.
Gadis itu lalu kembali ke belakang sang tamu dan mulai menata rambutnya, dia mengepang rambut tamu itu menjadi sangat indah.
"Kalau begitu apa pertanyaan pertama Anda?" cetus An sinis.
"Sabar dulu dong, hm... " lelaki itu berpura-pura tengah berpikir keras.
"Ah! Apa hal yang kau suka?" sambung lelaki itu semangat.
"Saya... Suka kembang api? Iya, saya suka kembang api." sahut An asal sambil memainkan rambut pria itu.
"Kalau begitu sekarang saya yang bertanya!" An tampak antusias dengan permainannya.
"Siapa nama Anda?"
"... Namaku Lun." sahut pria itu lembut.
An menaikkan alisnya heran, dia tak menyangka jawaban sang tamu akan sesingkat itu, "Apa Anda mempermainkan saya, tak ada marga atau nama lain?"
"Untuk saat ini, aku hanya bisa memberitahu itu pada Nona rubah, tapi suatu saat nanti, akan aku beritahu lebih banyak lagi." Lun melirik An seraya tersenyum hangat.
"Pertanyaanmu tinggal satu ya Nona, gunakan sebaik mungkin!" entah kenapa muncul sepasang tanduk dan ekor pada Lun.
"I--itu curang Tuan... " geram An kesal.
"Tidak, tidak! Itu pintar, bukan curang." Lun mengangkat kedua bahunya dan bersenandung ria.
"Sekarang giliranku lagi, apa hobimu Nona?" tanya Lun terkekeh melihat bibir An yang cemberut.
"Membunuh orang... " An bergumam pelan.
"A--apa?" Lun terkejut mendengar itu keluar dari mulut gadis dibelakangnya.
An tertawa pelan melihat reaksi Lun, "Tentu saja menari Tuan, hal itu sudah jelas bukan? Dan nampaknya Anda juga telah kehabisan stok pertanyaan ya."
"Hah... Sepertinya keberuntunganku sudah habis. Kalau begitu apa pertanyaanmu Nona kecil?" Lun menghela nafas panjang dan tertawa pahit.
"Kenapa Anda membelokkan lemparan gelang saya?"
Tak ada balasan dari Lun, pria itu seakan tidak mendengar pertanyaan yang diajukan oleh An.
"Tuan? Apa Anda mendengar saya?" gadis itu mengguncang pelan tubuh Lun yang tiba-tiba membatu.
"Ah, maaf, aku sedikit terkejut karena kau tahu hal itu, bagaimana kau tahu?" Lun bertanya balik.
"Tentu saja saya tahu, sangat jelas saya melemparkan gelang itu ke kanan. Dan entah mengapa gelang itu malah ada pada Anda yang berada di sebelah kiri." An melepas sebentar ikatannya dan mencari karet lain.
"Tidak masuk akal jika gelang saya berpindah sendiri kan?" sambung An tanpa menyebutkan bahwa ia dapat menggunakan chi.
"Hahaha! Nalurimu sungguh mengagumkan!" Lun tertawa hingga air matanya menetes.
"... Itu bukanlah jawaban yang saya inginkan."
Suasana menjadi hening, Lun kemudian meneguk arak yang ada di gelasnya dan meletakkan gelas kosongnya kembali ke meja.
"Aku cukup tertarik denganmu, aku berpikir jika aku mengambil gelang itu, aku dapat mengobrol denganmu." jelas Lun singkat.
"Anda kekanak-kanakan, Anda itu tamu khusus kami, Tuan bisa meminta saya untuk melayani Anda setelah saya melayani tamu lain, benarkan?" ucap An bingung.
"Sayangnya aku tak suka menjadi yang kedua." balas Lun dingin.
"Baiklah, lakukan apapun agar Anda senang." An menghela nafasnya lelah menanggapi lelaki itu.
"Kau mengejekku Nona rubah?"
An tersentak karena tak menyangka Lun mengetahui gelagatnya, dia segera mengganti topik dengan menunjukkan hasil karyanya pada lelaki itu.
"Ba--bagaimana Tuan? Rambut Anda menjadi tambah lebih indah bukan?" tanya An sambil tertawa canggung.
Beberapa menit telah berlalu, rambut hitam mempesona milik Lun kini tertata menjadi sangat indah. Lun mengeluarkan sebuah cermin melalui jentikan jarinya dan melihat hasil jemari gadis itu.
"Hm... Kau melakukannya dengan rapi, bagaimana kau melakukannya?" tanya pria itu terpesona.
"Dengan sihir Tuan!" goda An merasa bangga atas hasil karyanya.
"Menghilangkan sihir dengan sihir ya?" ejek Lun sembari tertawa.
"Saya mohon hentikan, saya tidak bisa menjamin apa yang akan saya lakukan jika Anda mengatakan hal itu sekali lagi." ancam gadis itu benar-benar murka.
Lun terlihat bingung ketika An mengatakannya sambil tersenyum, senyuman yang sangat menakutkan. Untunglah topeng itu tidak memperlihatkan seluruh wajahnya sekarang.
Ketika An sedang menuangkan arak di gelas Lun, Jiao Yun masuk ke ruangan dengan tatapan tajam yang langsung mengarah kepadanya.
Seperti Chang ji¹ kebanyakan, Jiao Yun memasuki ruangan dengan sangat meriah, gaun mewah yang menawan, riasan tebal yang tak terkalahkan, juga beberapa pelayan yang setia menemaninya di manapun, kapanpun itu.
Raut wajah para tamu yang awalnya muram, kini kembali menjadi ceria dan bersemangat. Mereka seolah berpikir tak ada rotan, akar pun jadi, pemikiran bagus untuk para sampah masyarakat. Ya, itu adalah hal bagus.
Hal itu menjadi bukti, jika mereka para lalat, masih bisa menggunakan otaknya dengan cukup baik.
An tak mempedulikan tatapan itu dan langsung bangkit dari tempatnya, entah karena bodoh atau tidak mengerti keadaan, Lun memegangi tangan An agar gadis itu tidak meninggalkannya sendirian.
"Mau kemana kau? Bukankah Nona masih harus menjagaku di sini?" rengek pria itu manja.
"Ini sudah larut Tuan Lun, saya juga manusia yang butuh istirahat."
"Tapi kau kan tidak boleh pergi sebelum aku merasa puas?" tanya Lun heran.
"Bukankah Anda telah merasa puas?" balas An sembari menunjuk hasil kerjanya.
Lun diam sejenak, terlintas dalam ingatannya jika dia sendiri menjanjikan kepuasan saat An telah selesai menata rambutnya.
"Ha... Kau licik sekali ya, seperti rubah yang menempel di wajahmu." Lun merengutkan bibirnya cemberut. Tentu saja mau tidak mau dia harus membiarkan An pergi, karena itu adalah sebuah kesepakatan.
Beberapa menit kemudian, pria itu melepas perlahan tangan kecil An walaupun ia enggan melakukannya.
"Hei, bisakah kita bertemu lagi nanti, Nona rubah?" Lun menatap An dengan penuh harapan.
"Jika Anda beruntung, maka itu akan terjadi." An memberi hormat, dan mulai berjalan keluar dari kerumunan lalat yang saat ini mengabaikannya.
Tahu alasannya? Karena mereka berpikir telah mendapat boneka yang lebih patuh jika dirayu dengan uang.
Saat ingin keluar dari sana, An berpapasan dengan Jiao Yun. Gadis itu mendekati An sambil mencengkram pundaknya dengan kuat.
"Kau lihat? Kau tidak ada apa apanya dariku di depan para tamu, bahkan mereka lebih memilihku dibanding dirimu, Bocah kencur... " Jiao Yun berbisik.
"Benarkah? Kalau begitu buktikan, apa kau bisa melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan?" An tersenyum mengejek membalas gadis itu.
"Dia pasti sudah melihatku mengobrol bersama Lun, melihat sifatnya, dia akan mencoba untuk melakukan hal yang sama." monolog An dengan sudut bibirnya terangkat.
"Ternyata kau berguna juga ya, tuan penipu." lanjut An bersorak gembira atas hasil kerja keras menahan emosinya.
"Kalau begitu selamat berjuang, Gadis manja." bisik An seraya melepas tangan Jiao Yun dari pundaknya.
Tampak wajah Jiao Yun menjadi merah padam, walau dia tak membalas perkataan An, tatapannya yang membara menunjukkan jika dia akan melakukan seperti yang diharapkan oleh An, Jiao Yun menjadi amat panas setelah mendengar perkataan saingannya itu.
#Chang ji¹ : kata lain dari pelacur, awalnya kata ini berarti wanita seni yang bekerja menari dan menyanyi, tapi kemudian berubah menjadi wanita penghibur yang biasa disebut pelacur.
...•...
...•...
...•...
...•...
TERIMA KASIH BANYAK PADA PARA PEMBACA, NANTIKAN TERUS KELANJUTAN KISAH INI YAA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments