Saat ini, situasi sedang dalam keadaan yang paling buruk. Mungkin yang pernah dialami oleh Dimas sepanjang hidupnya.
Bagaimana tidak, Ia bersama dengan Reina, saat ini sedang berdiri di tengah jalan. Dan apa yang ada di hadapan mereka, adalah segerombolan perampok yang telah mengepung mereka berdua.
Tak ada jalan lari. Sedangkan untuk keselamatan? Tak ada yang bisa menjaminnya.
Hanya saja....
"Yoo, pengembara yang baik hati dan tidak sombong. Kalian tahu ada pajak untuk jalanan ini kan?" Ucap sang ketua perampok itu. Ia memiliki penampilan yang cukup mengerikan dengan salah satu mata yang ditutup oleh kain hitam.
Dimas dan juga Reina yang mendengar itu hanya bisa terdiam. Tubuh mereka tak tahu harus merespon seperti apa terhadap kejadian ini.
'Sialan.... Ini buruk! Sangat buruk!'
Itulah satu-satunya kalimat yang muncul di dalam pikiran Dimas.
Bukan soal harta. Ia mau saja menyerahkan seluruh kepemilikannya saat ini juga tanpa ragu. Itu karena Ia bisa mencari emas lagi setelah ini.
Akan tetapi, apa yang menjadi beban pikirannya hanya satu.
Yaitu sebuah kenyataan bahwa Reina bersama dengan dirinya.
Atau lebih tepatnya.... Ia adalah satu-satunya gadis yang ada di kerumunan ini. Dan itu, takkan berakhir dengan baik mengingat orang-orang seperti mereka.
Dengan sigap, Dimas pun segera melepaskan tasnya dan mengeluarkan satu dari dua kantung kecil berisi butiran-butiran emas itu.
"Baiklah, aku akan membayarnya. Apakah ini sudah cukup?" Ucap Dimas sambil memberikan kantung emas itu kepada sang ketua perampok.
Reina di sisi lain hanya bisa waspada sesuai dengan bisikan Dimas untuk tetap tenang.
Ia mungkin cukup kuat untuk melawan 10 Goblin sendirian saat ini. Akan tetapi melawan 18 manusia yang terlatih dan memiliki perlengkapan tempur yang lengkap....
Dimas sangat yakin bahwa Reina dan dirinya pasti akan kalah telak.
"Hmm...."
Sang ketua perampok itu hanya terdiam sambil mengamati isi dari kantung berisi emas itu. Senyuman yang lebar seketika muncul di wajahnya.
"Hoho..... Bocah, dimana kau menemukan ini?" Tanya sang perampok dengan wajah yang mengerikan.
Dimas yang melihat itu hanya bisa berpikir mengenai jawaban terbaik yang bisa diberikannya saat ini. Sebuah jawaban yang tak boleh sedikitpun membuat lawan bicaranya semakin berbahaya.
Dan untuk itu....
"Sungai Therian. Aku memungut pasir emas itu disana." Balas Dimas yang tentu saja memberikan jawaban bohong untuk menjauhkan kelompok perampok ini dari Desa Canary.
"Sungai Therian ya.... Menarik. Baiklah, kau bisa lewat. Sekarang...." Ucap sang ketua perampok itu sambil memperhatikan sosok Reina.
Tubuhnya mulai gemetar ketakutan dengan tatapan para penjahat itu.
Sementara itu, Dimas sendiri telah melewati barisan para perampok itu. Sendirian.
"Tunggu dulu, bukankah urusan kita sudah beres? Biarkan rekanku juga lewat." Ucap Dimas berusaha untuk membebaskan Reina dari kerumunan para perampok itu.
Sang ketua perampok pun membalik badannya dengan senyuman yang sangat lebar.
"Urusan kita telah selesai, bocah. Tapi sayangnya kami takkan melepaskan mangsa sebagus ini. Maaf saja ya."
Dengan balasan itu saja, Dimas telah tahu bahwa Reina takkan dilepaskan begitu saja. Kemungkinan terburuk, Reina bahkan akan memperoleh nasib buruk untuk sisa hidupnya.
Oleh karena itu....
'Sreeett! Jlebbb!'
Dimas tanpa ragu menarik pisau kecilnya dan melemparkannya tepat ke mata kanan sang Ketua perampok.
"Gyaaaaahhh!!!"
Darah mulai mengalir bersamaan dengan teriakan sang ketua perampok itu ketika mata terakhirnya kini juga ikut tiada.
Tanpa menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan....
"Reina! Pergilah dari sini! Secepat mungkin!" Teriak Dimas sambil menarik sebuah pisau kecil dan pedang pendek. Mempersiapkan dirinya untuk kematian.
Reina yang mendengar hal itu terlihat kebingungan.
Tangan kanannya telah siap untuk menarik pedang besarnya dan pergi membantu Dimas. Akan tetapi....
Hatinya berkata lain. Ia jujur merasa sangat ketakutan dengan situasi ini.
"Apa yang kau lakukan! Cepat lari!" Teriak Dimas sekali lagi.
Kedua tangannya terlihat sibuk melawan beberapa perampok yang mulai menyerangnya. Sementara itu, sang ketua perampok hanya bisa terus memegangi mata kanannya yang terkena tusukan pisau.
Kini, dirinya telah sepenuhnya buta. Beberapa perampok lain terlihat membantu sang ketua untuk berdiri.
Segera setelah mendengar teriakan dari Dimas itu, Reina tanpa ragu segera mengikuti instingnya. Ia membalikkan badannya dan berlari sekuat tenaga. Dengan wajah yang terus menatap ke tanah dan kedua mata yang tertutup rapat.
Ia sama sekali tak tega untuk meninggalkan Dimas sendirian. Tapi hati kecilnya terus menerus berbicara.
'Dimas akan baik-baik saja. Dia adalah orang yang cerdas.'
Kalimat itulah yang terus menerus Reina putar ulang di dalam pikirannya. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa Dimas akan baik-baik saja sementara Ia kabur meninggalkannya.
Dan pemandangan itulah yang menjadi penglihatan terakhir Dimas.
Ketika Ia melihat sosok seorang gadis yang masih berumur 19 tahun itu kabur, dengan rambut pirang yang bergerak kesana kemari....
Dimas terlihat tersenyum puas.
'Dengan begini.... Setidaknya Reina tak akan....'
'Brruuukk!'
Sebuah pukulan yang sangat kuat mengenai bagian belakang kepalanya. Membuat Dimas kehilangan kesadarannya seketika.
Tapi itu tak masalah.
Nampaknya, Ia memang sudah siap untuk mati dalam situasi ini. Sekali lagi.... Untuk seorang gadis asing yang tak dikenalnya.
......***......
Kegelapan mulai menghilang ketika cahaya mulai memasuki mata Pria itu.
Kesadarannya masih sedikit tertinggal. Meski begitu, Ia berusaha untuk mengumpulkan informasi mengenai kondisinya.
"Huh.... Dimana aku?" Tanya Pria yang kini hanya mengenakan pakaian kain tipis berwarna coklat itu. Ia tak lain adalah Dimas.
Setelah melihat sekeliling selama beberapa saat, Dimas menyadari bahwa dirinya berada di dalam sebuah kereta kuda bersama dengan puluhan orang lain dengan pakaian yang serupa.
Hanya saja....
Kereta kuda itu tertutup oleh kerangka besi yang cukup banyak dan tebal. Menyerupai keberadaan sebuah penjara.
"Bocah, kau sudah sadar?" Ucap seorang Pria tua dengan rambut yang telah memutih itu.
"Aku tahu ini berat bagimu, tapi terimalah kehidupan barumu." Sambung Pria lain yang memiliki jenggot yang cukup panjang.
Sambil mengumpulkan kesadarannya yang tersisa, Dimas terus menganalisis mengenai kondisinya saat ini.
Tak hanya kereta kuda yang ditumpanginya, tapi di sekelilingnya juga terdapat kereta kuda yang lainnya dengan kondisi yang sama, membentuk sebuah rombongan yang cukup panjang.
Tepatnya yaitu sebanyak 10 kereta kuda yang tiap kereta membawa puluhan orang didalamnya dengan kondisi yang mengenaskan.
Beberapa kali Ia melihat orang yang berada di luar kereta kuda itu memberikan cambukan.
Hanya dengan itu saja, Dimas telah menyadarinya.
Tapi Ia masih tak ingin mempercayai keadaan ini. Sebuah keadaan....
"Bekerjalah dengan baik. Jika kau beruntung, kau akan hidup selama beberapa tahun." Tambah seorang Pria tua yang memiliki tatapan mata yang kosong. Seakan Ia telah lama mati di dalam dirinya.
Saat Dimas mengalihkan pandangannya ke orang lain, tepatnya seorang pemuda yang mungkin masih berumur 20 tahun....
"Tidak.... Ini tidak mungkin.... Tolong siapapun lepaskan aku! Aku tak ingin menjadi budak! To...."
'Braakkk!'
Penjaga yang ada diluar langsung menusukkan tongkat kayu tepat di wajahnya. Membuatnya terluka cukup parah.
Itu benar....
Saat ini, Dimas sedang berada dalam rombongan kereta budak. Yang entah akan membawanya kemana.
'Yang benar saja? Aku akan berakhir seperti ini?!'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Semau Gue
jejak
👣👣👣
2023-07-26
2
Whats Shapt
kenpa MC msih goblok tolol gk punya kekutan ????
pdhl udh chp 14 msa mc naif mllu
2022-12-23
0
🗝️~>{β¤¢iW@}💨
hahaha
2022-05-27
0