Beberapa jam telah berlalu semenjak Dimas mulai menambang. Dengan bermodalkan beliung dan juga semangat, Dimas terus menambang semakin dalam di tempat ini.
Tujuannya hanya ada satu. Yaitu untuk mencari kekayaan. Dan apa yang ditemukannya adalah emas yang seukuran butiran pasir.
Tak terlalu besar untuk dibanggakan, tapi cukup untuk membawa keuntungan dan kekayaan pada dirinya.
...[Emas]...
...[Kualitas : Menengah]...
Itulah apa yang muncul di hadapan matanya. Atau lebih tepatnya di samping butiran emas yang ada di genggaman jarinya.
"Dimas. Apakah kau sudah menemukan cukup banyak?" Tanya Reina yang sedang berjaga di salah satu sisi tambang ini.
"Sebentar lagi. Bertahanlah sebentar lagi." Balas Dimas sambil tersenyum lebar. Saat ini, kantungnya telah berisi cukup banyak emas. Tapi tangannya tak mau berhenti untuk mengayunkan beliung itu.
Tugas Reina sangat sederhana. Yaitu untuk menjaga Dimas dan dirinya sendiri dari bahaya apapun yang mungkin akan muncul dari dalam tambang.
Meskipun, kekhawatiran itu hanya berakhir sia-sia karena tak ada satu pun Goblin yang muncul hingga mereka berdua pergi.
......***......
...Desa Canary...
Dimas kembali tepat sebelum matahari tenggelam. Hal terakhir yang diinginkannya adalah sergapan monster atau bahkan bandit.
Oleh karena itu, Ia sangat berhati-hati mengenai manajemen waktu perjalanannya.
Sesampainya di Desa, Ia disambut kembali oleh para warga desa dengan hangat. Seakan-akan dirinya dan juga Reina sudah merupakan warga tetap disana.
"Hoho, bagaimana penambangannya bocah?" Tanya Zack yang tanpa ragu segera merangkul Dimas dengan lengan besarnya.
"Hahaha.... Tak banyak. Lihat saja ini." Ucap Dimas sambil menunjukkan karung yang berisi emas itu.
Di sisi lain, Reina disambut oleh anak-anak di desa ini. Nampaknya Ia sangat digemari oleh mereka, entah mengapa.
Segera setelah Zack melihat isi karung itu....
"Gila! Kau menemukan sebanyak ini?! Bagaimana bisa?!"
Teriakannya tentu saja segera mengundang banyak warga lain mendekat. Dan semuanya akhirnya berekerumun di sekitar Zack dan juga Dimas, melihat jumlah emas yang cukup banyak itu.
"Jika kau menjualnya, kurasa kau bisa memperoleh puluhan sapi!"
"Jangankan sapi! Beli saja kuda! Sudah lama aku ingin beternak kuda!"
"Hah?! Kenapa malah membahas mengenai keinginanmu?!"
"Apa kau bilang?!"
"Makanan! Kita akan selamat pada musim dingin berikutnya!"
Berbagai macam komentar dari para warga desa mengenai jumlah emas Dimas dapat dengan mudah didengar. Bahkan perdebatan diantara mereka semua terlihat dengan sangat jelas, mengenai apa yang sebaiknya dilakukan dengan kekayaan itu.
Di sisi lain, Dimas sendiri tersenyum cukup lebar setelah kejadian ini.
Nasib sialnya selama di bumi, kini berubah 180 derajat menjadi jauh lebih baik di dunia lain ini. Seakan-akan Dewi memang memberikannya kesempatan kedua untuk memperoleh hidup yang lebih baik.
"Jadi apa rencanamu berikutnya?" Tanya Zack yang masih terus merangkul Dimas.
Setelah memikirkannya sesaat, Dimas akhirnya memberanikan dirinya.
"Kurasa.... Aku akan menjualnya ke Kota. Segera setelah itu, mungkin membeli beberapa peralatan dan makanan untuk desa ini." Balas Dimas dengan senyuman yang tipis.
Zack yang mendengarnya sedikit terkejut. Mengingat bagaimana sikap Dimas selama di desa ini.
"Kau serius?" Tanya Zack sekali lagi.
Pertanyaan itu dengan segera tenggelam dalam lautan euforia para penduduk desa ini. Keramaian yang terbuat karena penemuan emas Dimas masih belum mereda sama sekali.
Meski begitu, Dimas mampu mendengar pertanyaan itu dengan baik dan jelas. Tanpa ragu, Ia segera menjawabnya.
"Tentu saja. Kenapa tidak? Aku merasa cukup nyaman hidup di desa ini, dan takkan keberatan untuk menghabiskan sisa hidupku disini."
Tanpa Dimas sadari....
Balasan itu mungkin, adalah kalimat terindah yang pernah keluar dari dirinya selama ini. Dan mungkin untuk kedepannya.
......***......
'Brukk!'
Dimas melemparkan tubuhnya ke atas sebuah ranjang yang empuk. Sebuah hal yang telah lama Ia tak rasakan.
"Aah.... Benar saja. Semua orang segera menjadi baik pada orang kaya. Hahaha...." Ucap Dimas pada dirinya sendiri sambil melihat ruangan ini.
Nyonya Mia memberikannya kamar ini untuk beristirahat malam ini. Begitu juga satu kamar sebelah untuk Reina.
Meskipun tak seberapa bagi dunia modern yang pernah dirasakannya, tapi dua kamar itu adalah kamar terbaik yang ada di desa ini. Yang biasanya hanya digunakan untuk tamu khusus atau orang-orang penting dari Kota.
Dan kali ini, Dimas dan juga Reina bisa merasakannya. Sebuah kemewahan di dunia lain ini untuk pertama kalinya.
"Meski sayang untuk menyia-nyiakan kamar ini, tapi aku sudah terlalu mengantuk. Kurasa.... Selamat malam."
Dengan kalimat terakhir itulah, Dimas memejamkan kedua matanya. Terlelap dalam tidur yang paling nyenyak hingga hari ini.
Dan mungkin....
Yang paling nyenyak yang pernah akan Ia rasakan.
......***......
Barisan warga desa terlihat di pinggiran tempat terpencil ini.
Di hadapan mereka semua, adalah sosok dua orang yang membawa perlengkapan yang cukup lengkap. Mereka tak lain adalah Dimas dan juga Reina.
Pada satu sisi, Dimas membawa tas ransel yang cukup besar. Tas itu berisi emas dan juga barang bawaan lainnya. Tak hanya itu, dua buah pisau dan sebuah pedang pendek menggantung di pinggangnya.
Kemudian di sisi lain, Reina membawa pedang besar yang digantungkan di punggungnya. Pakaiannya sendiri merupakan zirah kulit ringan yang telah diperbaiki.
Rambut pirangnya yang indah bergerak kesana kemari sesuai dengan arah angin. Sedangkan warna matanya yang seburuk langit itu menghiasi senyumannya yang begitu lebar.
"Nantikan kami kembali, semuanya! Kami akan membawa banyak oleh-oleh untuk kalian!" Teriak Reina sambil melambaikan tangan kanannya.
"Kepala Desa! Mungkin aku akan membawakan kuda untukmu!" Teriak Dimas juga sambil melambaikan tangan kanannya.
Teriakan itu disambut dengan sangat meriah oleh para warga desa.
Terutama pak tua Zack.
"Jangan lupa! Bir untukku! Satu tong!"
"Bodoh! Aku takkan memberikanmu hal bodoh seperti itu! Lagipula aku tak tahu berapa banyak uang yang akan kuperoleh!" Balas Dimas sambil segera memulai perjalanannya.
Kini, untuk pertama kalinya, Dimas berpisah dengan desa yang telah menjadi rumah nyamannya di dunia lain ini selama beberapa bulan.
Sedangkan Reina?
"Hei, Dimas! Aku tak sabar untuk sampai ke kota! Aku rasa akan ada banyak petualangan yang menanti!" Ucap Reina dengan mata yang bersinar seakan penuh dengan harapan.
Mendengar hal itu, Dimas hanya tersenyum tipis.
Dirinya sendiri pun merasa berkah dari Dewi Cyrese pada dirinya, yang sangat sederhana ini, telah mampu merubah kehidupannya dengan sangat drastis.
'Skill tingkat C ya? Jika tingkat ini saja sudah sebagus ini.... Apa jadinya jika aku memperoleh berkah lain yang lebih hebat?' Pikir Dimas dalam hatinya.
Perjalanan mereka menuju ke Kota pun akhirnya dimulai.
Sebuah perjalanan, yang akan merubah nasib mereka untuk selamanya. Entah dalam artian yang seperti apa.
Hanya saja....
Di kejauhan....
"Berhenti. Pajak jalan raya." Ucap seorang Pria yang menghadang rombongan karavan itu.
Meski memiliki sekitar 8 penjaga dan 3 buah kereta kuda, tapi ketua regu karavan itu hanya mampu menundukkan kepalanya sambil mengeluarkan sebuah kantung.
"Ha-hanya ini yang bisa kami berikan...." Ucap ketua regu karavan itu.
Pria yang menghadangnya, berdiri bersama dengan setidaknya 16 lebih orang lainnya. Mereka memiliki perlengkapan yang cukup mengerikan dalam artian kelengkapannya.
Zirah besi yang cukup tebal, senjata yang terasah tajam, serta mental yang sekeras baja.
Yang paling mengerikan dari semuanya adalah pemimpin mereka yang baru saja menerima kantung berisi koin emas itu.
Salah satu matanya ditutup oleh kain. Rambut hitamnya yang panjang dan terkesan kotor hanya menambah kengeriannya bersama dengan pedang besarnya.
"28 koin emas? Kau bercanda?" Ucap Pria itu dengan tatapan yang sangat tajam.
Bersamaan dengan kalimat itu, seluruh pengikutnya mulai mengangkat senjatanya. Bersiap untuk mengambil apapun secara paksa.
8 Penjaga karavan yang telah dibayar untuk menjaga rombongan ini....
'Brukk! Klaang! Krraakk!'
Mereka semua menjatuhkan senjatanya ke tanah. Sadar bahwa mereka telah kalah di semua bidang. Baik itu jumlah, persenjataan, maupun pengalaman.
Tak hanya itu, mereka langsung mengangkat tangannya ke atas. Menandakan bahwa mereka telah menyerah dan memohon ampunan.
Senyuman yang lebar dan terkesan begitu jahat pun terlihat dari sang ketua perampok itu.
"Jadi.... Apa yang akan kalian lakukan sekarang, pedagang? Anjing-anjing yang kalian sewa telah menyerah, bisakah kau melihatnya?"
Dan begitulah....
Mereka akhirnya bisa lewat dengan selamat. Atau lebih tepatnya.... Menukar seluruh harta mereka untuk nyawanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Semau Gue
jejak
👣👣👣
2023-07-01
2
John Singgih
kalau gini sih ya bokek jadinya
2022-04-24
1
Adryan Eko
penasaran luar biasa menanti perkembangan Dimas.. semangat thor
2022-04-24
1