'Prruukk! Prruukk!'
Suara ayunan cangkul yang mengenai tanah itu terdengar begitu merdu. Tetesan keringat terus menerus mengalir dari tubuh Dimas. Sesekali, Ia meletakkan cangkulnya untuk mengusap keningnya dengan selembar handuk.
"Phuaah.... Lelah sekali. Tidak! Kenapa aku malah menjadi buruh di dunia lain?!" Teriak Dimas yang ekspresinya seketika berubah drastis.
Petani yang ada di sebelahnya pun bertanya-tanya kepadanya.
"Nak? Kau masih sehat?"
"Apa?! Sekarang petani akan menganggapku gila?!"
"Kau terlihat seperti itu...." Balas Petani itu sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Membuat hati Dimas tertusuk cukup dalam.
Pada saat itu, seseorang datang ke tengah lahan pertanian ini. Lebih tepatnya seorang gadis muda yang mengenakan pakaian kain tipis berwarna kecoklatan.
Kedua tangannya nampak sibuk membawa sebuah keranjang besar yang berisi banyak bungkusan.
"Waktunya makan siang...." Ucap Gadis itu dengan wajah yang ceria.
Seketika seluruh petani yang masih bekerja segera meletakkan peralatan mereka ke tanah. Senyuman lega dan bahagia terlihat di wajah semua orang.
"Aah, sudah siang ya?"
"Pantas saja aku merasa kelaparan."
"Dik Tina, apa yang ibumu buatkan kali ini?"
Beberapa pertanyaan pun dilontarkan oleh para petani itu.
Tina, putri termuda dari Nyonya Mia. Penginapan yang sekaligus merupakan kedai miliknya itu memang menjadi pusat dari banyak kegiatan di desa itu.
Putri tertuanya sendiri bekerja untuk menjaga penginapan, sedangkan adik laki-lakinya bekerja di kedai makanan yang ada di lantai pertama.
Sedangkan Tina? Karena Ia masih cukup muda, Mia belum memberikan banyak beban kepadanya selain membawakan makanan untuk para petani yang ada.
"Kali ini, Ibuku membuat roti isi daging. Untuk yang bagian kiri memiliki rasa pedas, sedangkan di bagian kanan lebih manis." Jelas Tina dengan senyuman yang seakan tak pernah hilang dari wajahnya.
Dimas di sisi lain hanya bisa bengong. Pikirannya seakan hilang ditelan bumi. Tubuhnya sama sekali tak bergerak sedangkan tatapan matanya terkunci pada gadis yang begitu cantik dan menawan itu.
"Oi! Bocah! Apakah kau tidak ingin makan? Kemarilah dan mari kita makan bersama!" Ucap salah satu petani yang berada di pertengahan umur 40 tahunnya itu.
Teriakan itu pun segera menyadarkan Dimas dengan segera.
"Tentu saja aku ingin makan!" Balas Dimas sambil segera berlari ke arah kerumunan orang yang berteduh di suatu gazebo yang cukup besar itu.
Segera setelah membagikan makanan, Tina segera pamit untuk mengantarkan makanan di tempat lain.
"Kalau begitu, aku akan segera membawakan makanan untuk mereka yang ada di Timur. Semangat bekerja semuanya!" Ucap Tina dengan senyuman yang begitu lebar.
Rambutnya yang berwarna kecoklatan, serta topi jerami bundar yang ada di kepalanya membuatnya terlihat begitu menawan.
Tangan kanannya terlihat melambai ke arah para petani termasuk Dimas itu beristirahat. Sedangkan tangan kirinya membawa keranjang yang kini telah kosong itu.
Dengan langkah kaki yang ringan, sambil sesekali melompat, Tina terlihat begitu bahagia dari kejauhan.
"Siapa yang menyangka gadis kecil itu telah tumbuh menjadi sosok yang begitu ceria...."
"Kau benar. Bahkan senyumannya saja bisa membuat siapapun melupakan rasa lelah mereka."
"Sayang sekali putraku masih berumur 10 tahun. Jika tidak aku akan segera meminta Nyonya Mia untuk menyetujui pernikahan mereka berdua."
"Hahaha! Kau benar, lagipula sebentar lagi Tina akan berusia 18 tahun bukan?"
Obrolan ringan antara orang-orang tua itu terus berlanjut sambil memakan roti isi daging ayam dengan bumbu saus yang kental itu.
Sementara itu, Dimas hanya terdiam dan memakan secara perlahan.
'Entah kenapa aku jadi teringat mengenai pasangan yang terakhir kali kulihat itu. Apakah mereka selamat? Bukankah perampok itu sudah kabur?' Pikir Dimas dalam hatinya.
Ia memang sudah menerima bahwa nasibnya mungkin akan selalu lajang untuk selamanya. Tapi setidaknya, Ia tak ingin nyawa yang telah diserahkannya berakhir sia-sia.
Oleh karena itu, Dimas selalu berpikir positif bahwa pasangan yang ditolong sebelumnya telah selamat. Dan mungkin memperoleh pelajaran untuk tidak keluyuran di malam hari.
Di saat Dimas masih terdiam....
"Hmm.... Aku tak yakin jika Tina akan mau dengan orang sepertimu."
"Pasti itu yang kau pikirkan bukan? Dasar bocah."
Beberapa orang tua yang duduk di sebelah Dimas pun mulai meledek dan mempermainkannya. Tentu saja Dimas membuat reaksi seperti apa yang diharapkan oleh mereka.
Tapi Dimas tahu, bahwa semua itu adalah candaan. Dan sebuah pertanda bahwa dirinya telah semakin akrab di desa ini.
"Sekarang perut sudah kenyang, sudah saatnya untuk kembali bekerja bukan?" Ucap Petani tua yang berambut putih itu. Meski sudah tua, tubuhnya masih cukup besar. Bahkan jauh lebih besar daripada pemuda seperti Dimas.
"Pak Tua Zack selalu bersemangat setelah makan ya?"
"Hahaha! Aku masih punya 6 cucu untuk kuberi makan! Bagaimana mungkin aku tidak semangat?"
Setelah melihat pemandangan dan suasana seperti ini selama beberapa Minggu....
Dimas pun menyadari. Bahwa kehidupan di desa seperti ini juga tidak terlalu buruk. Setidaknya bisa sedikit membuatnya lupa atas apa yang dialaminya di kehidupannya yang sebelumnya.
Termasuk Dewi sialan yang melemparkannya secara paksa kemari.
......***......
...-- Dunia Surgawi --...
Di dalam sebuah bangunan yang begitu megah itu, terlihat sosok Dewi Cyrese yang sedang duduk di hadapan sebuah meja putih dengan alur keemasan.
Tak lupa Silvie juga duduk di hadapannya. Mereka meneguk minuman yang sama yaitu sebuah teh di cangkir yang nampak begitu indah dan mahal itu.
Obrolan ringan pun mengiringi mereka berdua.
"Hei, Cyrese. Kau tahu? Asgold baru saja menyelamatkan dunia tingkat A lagi." Ucap Silvie sambil meneguk tehnya.
"Dan sementara itu kita berdua masih terjebak di dunia tingkat SS ini. Tak masalah bagiku karena hadiah poinnya benar-benar besar." Balas Cyrese dengan senyuman yang lembut.
"Meskipun kita bisa memperoleh 1 milyar poin untuk menyelesaikannya, bukankah dunia ini terlihat mustahil? Lagipula kau tahu sendiri Raja Iblis bernama Valkazar itu seperti apa bukan?!"
"Jadi bagaimana? Haruskah kita mengundurkan diri untuk menyelamatkan dunia ini dan memilih dunia yang lebih mudah? Tapi kau harus tahu, tingkat A hanya akan memberikanmu 500.000 poin saja.
Belum termasuk semua usaha dan poin yang telah kita lemparkan ke dunia Egalathia ini. Dengan kita berdua bekerjasama, kita akan mampu menyelamatkannya dengan lebih mudah. Sedangkan hadiahnya bisa kita bagi dua. Aku hanya tak ingin semua usahaku sia-sia." Balas Cyrese dengan panjang lebar.
Sementara itu, Silvie hanya bisa sedikit cemberut karena Cyrese bersikap terlalu realistis terhadap obrolan ini.
Setelah beberapa saat hanya terdiam, Cyrese pu. akhirnya memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan.
"Jadi Silvie, apakah kau sudah menemukan calon pahlawan untukmu?"
"Soal itu! Kau benar! Aku baru saja menemukan satu calon yang sangat menarik! Dengan sisa poinku yang sebesar 3.000, mungkin aku akan segera memanggilnya setelah ajal menjemputnya. Atau lebih tepatnya sebentar lagi."
"Ooh.... Calon seperti apa itu?" Tanya Cyrese dengan penasaran.
Dengan senyuman yang lebar, Silvie pun segera menjelaskannya kepada Cyrese.
Setelah beberapa saat, kedua mata Cyrese segera terbuka lebar seakan tak bisa mempercayai atas apa yang baru saja didengarnya.
Dan dengan begitu, perjuangan dua Dewi yang telah kehabisan poin itu pun dimulai kembali. Kini dengan sedikit harapan segar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Semau Gue
jejak
👣👣👣
2023-06-07
3
Hanachi
Dimas ini langsung bisa bicara dengan bahasa setempat ya, kk author?
nama Tina kok agak ga match sama nama wilayahnya yang ke eropa eropaan hehehe
2022-11-07
1
Jimmy Avolution
Ayo...
2022-05-03
1