...Maaf part bagian bawah harus di revisi ya untuk kepentingan kontrak....
...Happy reading...
****
"Selamat siang, Dok," sapa sebuah suara yang membuat Fathan menghentikan gerakan tangannya saat ingin melanjutkan makan siangnya.
Tubuh Fathan mematung saat melihat Tiara yang sudah berada di hadapannya dengan tersenyum manis ke arahnya.
"Tiara," gumam Fathan dengan pelan.
"Hai, Kak! Apa kabar?" sapa Tiara dengan ramah.
Tanpa di suruh duduk oleh Fathan, Tiara sudah duduk di hadapan Fathan dengan senyuman yang memang sangat mirip dengan Tika, mendiang sang istri. Fathan hampir terpesona tetapi ia langsung sadar dan berdehem pelan untuk menetralkan keterkejutannya.
"Baik. Kamu sendiri?" tanya Fathan berusaha ramah kepada adik iparnya yang sudah lama tidak berjumpa dengannya karena Tiara memilih kuliah kedokterannya di Paris dan setelah selesai barulah Tiara pulang ke Indonesia.
Tiara tetap seperti dulu cantik dan ramah tetapi walaupun begitu Fathan sama sekali tidak tertarik dengan Tiara walau dirinya hampir terpesona dengan senyuman Tiara yang sangat mirip dengan Tika. Ternyata lama tidak bertemu membuat Tiara semakin mirip dengan Tika saat bertambahnya usia gadis itu.
"Baik juga, Kak!" sahut Tiara dengan tidak menghilangkan senyumannya dari bibir tipisnya.
Fathan menatap Tiara dengan tegas, ia menghentikan makan siangnya karena merasa sudah kenyang. "Kamu mencari Kakak?" tanya Fathan dengan tegas.
Tiara mengangguk tanpa banyak berpikir. "Iya dan aku sudah menunggu Kak Fathan sejak tadi," jawab Tiara dengan tenang.
"Kenapa?" tanya Fathan dengan tenang juga.
"Aku mau memberikan CV untuk melamar kerja di rumah sakit ini. Aku merasa tidak enak walau tante mengatakan aku bisa langsung bekerja di sini," ujar Tiara dengan memberikan sebuah map kepada Fathan.
Fathan menerimanya. Ia melihat CV Tiara dengan teliti, ternyata Tiara tetap pintar terlihat dari nilai-nilai Tiara yang sangat bagus.
"Masih banyak rumah sakit yang lebih bagus dari pada rumah sakit ini. Kenapa kamu memilih rumah sakit ini?" tanya Fathan dengan penasaran tentang jawaban Tiara.
"Tentu saja karena mama dan tante. Kedua wanita itu seperti sangat kompak memaksaku bekerja di rumah sakit ini. Aku memerimanya karena selain rumah sakit ini milik kakak iparku, rumah sakit ini juga milik calon suamiku," jawab Tiara dengan tenang.
Fathan paham kemana arah pembicaraan Tiara saat ini. Gadis ini membahas perjodohan mereka. Fathan menatap tajam ke arah Tiara, ia sungguh tidak suka dengan sikap Tiara yang terlewat santai seperti ini. Apa selama bertahun-tahun berada di Paris Tiara sama sekali tidak mempunyai kekasih? Pikir Fathan dengan kesal.
"Kamu menyetujui perjodohan itu?" tanya Fathan dengan tajam.
Tiara mengangguk. " Kenapa tidak? Walaupun aku tidak menerima lalu bagaimana caraku menolak perjodohan ini? Sejak dulu hidupku selalu diatur oleh mereka termasuk dengan masa depanku," jawab Tiara dengan mata yang penuh syarat akan terluka.
Dulu, Tiara selalu mengalah dengan Tika yang selalu menjadi anak emas dalam keluarganya. Hingga hidup Tiara juga diatur oleh kedua orang tuanya. Merasa tertekan tentu saja tetapi Tiara mencoba menikmati semua kehidupannya dengan berpura-pura bahagia.
"Kita bisa melakukan itu Tiara! Perlu kamu ketahui jika Kakak sudah mempunyai calon istri," ucap Fathan dengan tenang.
Tiara tersenyum manis. "Aku sudah menduganya. Tapi mohon maaf aku tidak bisa membatalkan pertunangan ini. Aku permisi, Kak. Aku berharap semoga diterima bekerja di rumah sakit ini. Senang bisa bertemu dengan Kakak kembali," ucap Tiara dengan tenang tanpa ada ekspresi yang berlebihan di sana dan Fathan sama sekali tidak bisa membaca raut wajah Tiara. Gadis itu sangat pintar menyembunyikan sesuatu.
"Perjodohan ini tidak akan terlaksana sampai kapan pun!" ujar Fathan dengan tegas.
Tiara menghentikan langkahnya dan kembali berbalik menghadap ke arah Fathan. "Aku akan melihat bagaimana perjuangan Kakak untuk meyakinkan semuan orang," ujar Tiara dengan tenang dan kembali melenggang pergi meninggalkan Fathan yang kesal.
Brakkkk...
"Shittt... Mau Tiara apa sih? Aku lihat dia sama sekali tidak menyukaiku tetapi mengapa ia tetap ingin menerima perjodohan ini? Ini sudah gila! Jika Tiara menerima perjodohan ini maka mama semakin menang," ucap Fathan dengan mengumpat lirih.
Fathan mendesah dengan kasar. Mengapa memiliki Tri terasa sangat sulit sekali jika orang tuanya seperti ini? Tiara memang gadis menyebalkan! Apa yang sedang Tiara rencakan?
Gadis itu memang selalu menjadi boneka di keluarganya. Di saat Tiara ingin menjadi pramugari, kedua orang tuanya menyuruh Tiara untuk menjadi dokter hingga Tiara tidak bisa melakukan apapun sampai ia memutuskan menjadi dokter dengan satu syarat ia harus kuliah di Paris dan memilih menjauh dari keluarganya. Bahkan di saat pacar Tiara ingin melamarnya, orang tua Tiara menolak dengan keras dengan beralasan Tiara belum lulus kuliah, hingga keduanya putus dan pacar Tiara memilih wanita lain. Ya, Fathan mengetahui semuanya karena selain Tiara adik iparnya, mantan Tiara juga adalah sahabat baiknya. Kedua usia mereka memang terpaut jauh, mungkin itu adalah salah satu alasan kedua orang tua Tiara tidak menerima lamaran pacar Tiara tersebut.
Tetapi mengapa sekarang mertuanya tersebut mau menjodohkan Tiara dengannya? Usia dirinya dan Tiara terpaut lumayan jauh juga sama seperti mantan pacar Tiara. Arghhh.... Memikirkan itu membuat Fathan pusing andai ada Zidan di sini mungkin Fathan tidak akan sepusing ini. Setelah kepergian Tiara ke Paris, Zidan juga hilang bak di telan bumi.
****
Fathan baru sampai di rumahnya pukul 10 malam. Pekerjaan hari ini sangat menguras tenaga dan otaknya apalagi pertemuannya dengan Tiara yang membuat otak Fathan semakin lelah.
Fathan melihat keliling ruangan rumahnya. Sudah sepi dan mungkin Tri juga sudah tidur bersama dengan Cika. Sepertinya Fathan harus menculik Tri kembali secara diam-diam seperti malam-malam sebelumnya.
Fathan meletakkan tas kerjanya di atas kursi dan melemparkan jas dokternya begitu saja di sana. Fathan lelah dan segera ingin minum kopi untuk menghilangkan penatnya. Tetapi suara keributan di dapur membuat Fathan mengeryitkan kedua alisnya. Apakah bibi belum tidur? Begitulah pikir Fathan di dalam hatinya.
Seketika bibir Fathan melengkungkan senyumannya kala melihat Tri lah yang berada di dapur yang sedang membuat sesuatu. Tanpa pikir panjang Fathan langsung menghampiri Tri dan memeluknya dari belakang hingga Tri terkejut dengan pelukan yang ia dapat secara tiba-tiba.
"Sedang apa?" tanya Fathan dengan meletakkan dagunya di bahu Tri.
Tri tampak rileks kembali ketika mengetahui Fathan lah yang memeluknya, ia membiarkan Fathan memeluknya seperti ini karena dirinya juga sangat merindukan Fathan yang seharian bekerja.
"Lagi buat mie instan. Tiba-tiba aku lapar saat menunggu Mas pulang. Mas mau?" ucap Tri dengan tersenyum.
"Boleh. Sekalian kopi ya, Sayang," sahut Fathan dengan lirih yang membuat Tri sedikit merinding karena bibir Fathan sangat dekat di telinganya apalagi ketika Fathan memanggilnya dengan sebutan 'sayang' Tri semakin melayang dan tersipu malu dengan panggilan itu.
"Jangan terlalu banyak minum kopi, Mas!" ujar Tri menasehati. Tetapi Fathan yang memang dasarnya pecinta kopi hanya bisa tersenyum dan semakin merapatkan pelukannya pada Tri.
"Lebih bagus minum susu dari sumbernya. Iya, kan?" tanya Fathan dengan santai tetapi membuat Tri bersemu merah. Fathan benar-benar dokter mes*m!
"Jangan terus menggodaku! Lepaskan dulu pelukannya Mas aku akan menyiapkan mie untuk Mas dan membuatkan kopi," ucap Tri dengan malu-malu.
Fathan terkekeh. Ia melepaskan pelukannya pada Tri dan berjalan ke arah meja makan. Ia duduk dengan tenang hingga tak lama Tri datang dengan membawa dua mangkuk mie dan segelas kopi.
"Di makan, Mas!" ucap Tri duduk di sebelah Fathan.
"Terima kasih, Hanum!"
"Sama-sama, Mas!"
Keduanya makan dengan tenang hingga mie tersebut habis dan kopi Fathan hanya tertinggal setengah gelas saja. Fathan menatap Tri dengan dalam hingga ia bangun dari tempat duduknya dan mendekat ke arah Tri.
Tri memejam matanya kala Fathan memeluknya dari belakang dengan tangan Fathan yang nakal yang membuat Tri gelisah.
"Ahhhh..." Tri menahan suaranya agar tidak didengar oleh bibi yang berada di kamarnya.
"Saya menginginkanmu, Hanum!" bisik Fathan dengan bergairah bersamaan dengan Fathan meniup telinga Tri hingga wanita itu merinding.
"Aku suka suara indahmu!" bisik Fathan dengan tersenyum.
Ya, apa yang ada di diri Tri, Fathan sangat menyukainya, seakan Tri adalah pusat hidunya sekarang setelah kehilangan orang yang di cintainya 5 tahun lalu hidup Fathan hanya untuk Cika, semuanya tentang Cika tetapi setelah adanya Tri, Fathan mengubah arah pandangnya, Tri sangat mampu membuatnya luluh, gairah yang tidak pernah ia rasakan lagi kini bangkit dengan mudahnya, itu semua karena Tri, gadis desa yang sekarang menjadi tawanan indahnya.
Tri juga suka dengan Fathan yang menyentuhnya seperti ini. Terlihat sekali lelaki itu sangat memuja tubuhnya.
Tubuh Tri bergetar hebat kala mendapatkan pelepasannya, hanya sebuah permainan kecil yang Fathan lakukan pada tubuhnya Tri sudah merasa lemas, sungguh duda seperti Fathan sangat mampi memuaskannya. Tri adalah wanita dewasa yang sudah lama memdamba sentuhan lelaki dan kini ia mendapatkannya dari Fathan.
"Kita coba di sini!" ujar Fathan dengan pelan. Tri hanya mengangguk saja dengan pasrah.
Fathan benar-benar mengajak Tri melakukan olahraga ini di dapur dengan sensasi yang berbeda karena Fathan benar-benar merasa ini adalah hal yang baru yang baru kali ini ia coba, bayangkan mereka melakukannya di dapur.
Fathan tidak pernah berpikir mereka akan berakhir seperti ini di dapur, naluri lelakinya seakan keluar begitu saja saat melihat kemolekan tubuh Tri.
"Mas... A-aku..."
"Iya, Hanum. Saya paham!" bisik Fathan dengan suara beratnya hingga tubuh Tri kembali bergetar dengan hebat dan Fathan semakin gairah karena Tri saat ini.
"Kamu sangat indah, Hanum!" bisik Fathan dengan serak.
Mereka sudah bermandikan keringat, rasa lelah yang mereka rasakan membuat keduanya terkekeh, mereka seperti maling yang diam-diam mencuri, sungguh apa yang mereka lakukan di dapur sangat memacu adrenalin keduanya bahkan detak jantung keduanya menggila karena takut ketahuan oleh bibi.
Fathan yang melihat Tri tidak berdaya langaung menggendong Tri dengan perlahan.
"Kita lanjutkan di kamar, Hanum! Saya takut bibi terbangun karena mendengar suara kamu," bisik Fathan dengan mengecup bibir Tri.
Hingga sampai di dalam kamar mereka mengulangi kegiatan yang sama-sama membuat keduanya melayang ke atas awan melupakan pakaian mereka yang tertinggal di dapur dan pasti akan membuat bibi syok dan malu di pagi harinya atas perbuatan yang mereka lakukan di dapur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜
bener 😂
2022-10-08
0
Susilowati Wati
ya ampun pak duda 🤣🤣🤣🤣
2022-05-30
0
Desi Amelia
Zidan teh Saha?
2022-05-15
0