...Jangan lupa ramaikan part ini ya....
...Happy reading...
****
Waktu sudah berlalu dan kini Mentari sudah sadar, Tri sedang menjaga Mentari karena semua orang sedang makan siang di kantin rumah sakit. Bertepatan dengan itu dokter Fathan masuk untuk memeriksa kandungan Mentari.
"Selamat siang Mentari, Hanum!" sapa Fathan dengan ramah.
"Selamat siang dokter Fathan," sahut keduanya tak kalah ramahnya.
"Saya periksa dulu ya," ucap Fathan.
"Iya, Dok!"
Mentari melihat bergantian ke arah Tri dan dokter Fathan. Ia merasa ada sesuatu di antara keduanya.
"Saya dengar-dengar Dokter Fathan ini seorang duda ya?" tanya Mentari di sela-sela dokter Fathan memeriksa kandungannya.
"Benar," jawab Fathan dengan tersenyum.
"Pantas saja banyak dokter wanita dan suster selalu membicarakan anda untuk menjadi suami mereka," ucap Mentari dengan terkekeh.
"Uhuk...uhuk..."
Tri terbatuk saat Mentari mengatakan seperti itu di depannya, dadanya memanas entah mengapa ia ingin marah sekarang. Tetapi marah untuk apa?
"Mbak Tri kenapa?" tanya Mentari dengan muka polosnya.
"Enggak ada, Non. Saya haus, saya cari minum dulu di luar ya Non," ucap Tri dengan gugup.
Mentari semakin curiga dengan Tri dan Fathan. Aksi jahilnya tadi sudah sangat membuktikan jika Tri benar-benar cemburu.
"Saya tidak menyukai mereka. Saya sudah mempunyai wanita yang sangat saya cintai walau wanita itu belum mengetahui perasaan saya," jawab Fathan melirik ke arah Tri.
"Tetapi Mentari lihat dokter dan mbak Tri itu cocok loh. Di lihat-lihat juga wajah kalian mirip. Apa memang jodoh ya?" tanya Mentari dengan jahil.
Fathan tersenyum melihat Tri yang salah tingkah sendiri. Sepertinya semua keluarga Mahendra mendukungnya untuk mendekati Tri.
"Non, jangan begitu ah. Saya tidak enak dengan dokter Fathan," ucap Tri dengan canggung.
"Tidak masalah, Hanum! Memang benar kita itu mirip," sahut Fathan yang membuat Tri menatap wajah Fathan dengan intens mencari kebenaran apakah dirinya memang mirip dengan Fathan atau tidak.
Benar! Wajah mereka mirip tetapi tidak mungkin mereka berjodoh karena Tri tidak cocok untuk dokter Fathan yang sangat sempurna.
"Kenapa kalian tidak pacaran saja?" tanya Mentari semakin jahil.
"S-saya permisi keluar dulu, Non!" ucap Tri menghindar dengan cepat saat Mentari bertanya aneh-aneh kepada dirinya dan dokter Fathan.
"Hanum!" panggil Fathan berusaha mencegah Tri tetapi Tri tetap tidak mengindahkan panggilan dokter Fathan, ia lebih memilih keluar membuat Mentari cekikikan sendiri.
"Dokter semangat!" ucap Mentari mengedikkan sebelah matanya membuat Fathan terkekeh geli.
"Terima kasih. Saya akan mengejar Hanum dulu," ucap Fathan dengan tersenyum.
"Iya, Dok. Semangat mendapatkan hati mbak Tri ya, Dok! Aku mendukung dokter!" ucap Mentari mengangkat tangannya memberikan semangat untuk dokter Fathan.
Fathan terkekeh. Setelah permisi dengan Mentari, dirinya menyusul Tri yang keluar dari ruangan Mentari. Matanya menatap sekelilingnya untuk mencari keberadaan Tri dan setelah mengetahui Tri sedang duduk di kursi tunggu Fathan menghampiri pemilik hatinya sekarang.
"Hanum!" panggil Fathan dengan lembut.
"I-iya, Dok!," sahut Tri dengan gugup.
"Cika masih di rumah neneknya ya, Dok? Saya kangen Cika," ucap Tri mencoba menenangkan hatinya dengan bertanya Cika kepada Fathan.
"Masih, Hanum. Karena saya masih sibuk di rumah sakit dan kamu juga belum bisa menjaga Cika," jawab Fathan dengan tersenyum.
"Maaf ya, Dok. Saya janji setelah non Mentari keluar dari rumah sakit saya akan langsung bekerja bersama dengan dokter," ucap Tri merasa bersalah.
"Tidak masalah karena saya paham. Sekarang bisa ikut ke ruangan saya?" ucap Fathan dengan menaikkan satu alisnya.
"Mau apa, Dok?" tanya Tri dengan bingung.
"Saya lelah sekali karena hari ini ada 3 pasien yang saya operasi untuk melahirkan. Kamu bisa pijitin saya?" jawab Fathan dengan memasang wajah lelahnya.
"T-tapi..." Tri merasa ragu untuk ikut dengan dokter Fathan apalagi harus memijat lelaki itu di rumah sakit yang bisa saja nanti ada dokter atau suster yang masuk ke ruangan dokter Fathan.
"Hanum please! Badan saya pegal-pegal semua semalam saya tidak tidur," pinta Fathan mencoba membujuk Tri agar mau memijatnya.
"Ya sudah, Dok!" ucap Tri dengan tersenyum tipis.
"Terima kasih, Hanum."
***
Di sini lah Tri sekarang, di ruangan Fathan yang terbilang sangat luas karena Fathan adalah pemilik rumah sakit ini. Ruangannya pun di desain khusus untuknya.
"Pijat bahu saya ya, Hanum!" pinta Fathan menepuk kedua bahunya.
Tri mengangguk, ia mulai memijat bahu Fathan dengan perlahan. Fathan merasa tubuhnya rileks saat dipijat dengan Tri, benar-benar wanita yang sempurna untuk Fathan, ia tidak peduli latar belakang Tri seperti apa yang jelas Fathan mencintai Tri sekarang.
"Bisa lebih kuat lagi tidak?" tanya Fathan dengan suara yang pelan.
"Bisa, Dok!" jawab Tri dengan tersenyum dan dirinya mulai menguatkan pijatannya pada Fathan yang tengah duduk menikmati pijatannya.
"Kamu pintar sekali memijat, Hanum. Badan saya lebih enakan setelah di pijat dengan kamu," ujar Fathan dengan jujur.
"Terima kasih, Dok. Saya terbiasa memijat bapak dan ibu di kampung," jawab Tri dengan tersenyum.
"Wah, kamu sangat hebat, Hanum. Saya suka pijatan kamu. Hari ini sudah cukup," ucap Fathan yang membuat Tri mengangguk dan menyudahi pijatannya.
"Kalau begitu saya sudah boleh keluar, Dok?" tanya Tri dengan lembut.
"Iya, Boleh. Sekali lagi terima kasih, Hanum!" ucap Fathan dengan tulus.
"Sama-sama, Dok. Saya permisi!" ucap Tri tersenyum ramah.
Tri ingin berjalan keluar ruangan Fathan tetapi kakinya ke sandung kaki kursi yang di duduki oleh Fathan hingga dirinya terjatuh di pangkuan Fathan.
"Akhhh...."
Tri memejamkan kedua matanya karena ia hampir saja jatuh tetapi ia sama sekali tidak merasa sakit saat tubuhnya terjatuh, ia memberanikan diri membuka matanya dan tubuhnya mematung saat Fathan menatapnya dengan sangat intens sekali. Tri tidak menyangka jika dirinya akan terjatuh di pangkuan Fathan.
Kedua mata mereka saling memandang dengan dalam, bahkan Tri seperti patung saat Fathan menatapnya dengan penuh damba. Hingga entah setan apa yang merasuki Fathan hingga ia berani mendekatkan bibirnya ke bibir Tri hingga kedua bibir mereka saling menyapa dengan lembut.
Tri melotot terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, ia ingin mendorong tubuh Fathan tetapi tangannya seperti tidak bisa digerakan bahkan ia terbuai dengan ciuman bibir Fathan yang sangat lembut.
Tri kaku. Ia hanya diam menikmati gerakan bibir Fathan yang menguasai bibirnya hingga tanpa sadar Tri mengeluarkan suara lenguhan yang membuat Fathan semakin semangat untuk merasakan bibir manis Tri.
"Ahhh..."
Suara ciuman mereka terdengar memenuhi ruangan Fathan. Dan di rasa pasokan udara Tri mulai menipis barulah Fathan melepaskan ciuman mereka.
Kedua napas mereka sama-sama berat. Fathan mengusap bibir Tri yang sedikit bengkak. "Manis," gumam Fathan dengan pelan.
Tri malu! Ia mendorong tubuh Fathan dan bangun dari posisinya sekarang. Kenapa bisa ia menikmati ciuman Fathan? Ini salah dan sangat memalukan sekali untuknya!
"S-saya permisi!" ucap Tri dengan muka yang memerah seperti tomat.
Fathan tersenyum melihat kepergian Tri dari ruangannya yang sangat terburu-buru. Ia mengusap bibirnya yang masih dapat merasakan bagaimana manisnya bibir Tri tadi.
"Ini baru permulaan, Sayang. Tetapi bibir kamu sudah menjadi candu bagiku. Hhmmm manis seperti buah cherry," gumam Fathan dengan tersenyum.
"Sabarlah sedikit lagi junior kamu akan kembali merasakan surga dunia!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜
🙈🙈
2022-10-07
0
Sur Anastasya
lnjut🥰💕🥰💕
2022-08-15
0
Susilowati Wati
mulai bucin nih pak dokter 😂😂😂😂
2022-05-30
0