...Ayo ramaikan part ini ya biar semakin semangat update....
...Happy reading...
****
Tri mendekat ke arah Ulan dan Alan yang sedang mengobrol tentang kesehatan Mentari yang mulai membaik, setelah kepulangannya dari rumah Fathan, Tri sudah memutuskan untuk menerima bekerja di rumah Fathan untuk menjaga Cika jika kedua majikannya memberikan izin kepadanya.
"Bu, Pak, saya boleh bicara sebentar?" tanya Tri meminta izin.
Alan yang sepertinya sudah paham dengan apa yang akan dibicarakan Tri langsung menyuruh Tri duduk di sofa.
"Duduklah! Apa yang kamu ingin bicarakan kepada kami?" tanya Alan dengan nada berwibawanya yang tidak pernah hilang dari dirinya sejak dulu.
Tri duduk di sofa dengan rasa canggung yang menguasai hatinya saat ini. "Ada apa Tri? Terus terang saja dengan kami. Kamu sudah kami anggap sebagai adik sendiri," ucap Ulan dengan dengan lembut.
Tri memainkan jarinya dengan gugup, ia menghela napasnya dengan perlahan dan setelah itu menatap ke arah Alan dan Ulan secara bergantian.
"Apa benar Bapak dan Ibu sudah mengizinkan saya bekerja di rumah dokter Fathan? Jujur saja saya merasa tidak enak dengan Bapak dan Ibu yang sudah sangat baik kepada saya selama ini," ucap Tri dengan berat.
"Memang kami sudah mengizinkan kamu untuk bekerja di rumah dokter Fathan karena anaknya dokter Fathan lebih membutuhkan kamu. Mendengar cerita dokter Fathan yang terus berganti baby sitter untuk menjaga Cika membuat saya kasihan dengan beliau, Cika itu dekat dengan kamu dan merasa nyaman dengan kamu, sebagai orang tua juga kami merasa kasihan dengan Cika yang membutuhkan sosok mama. Bekerja lah di sana, beri yang terbaik untuk Cika," sahut Alan dengan nada tegasnya.
"Kami mengizinkanmu Tri. Jangan ada kata tidak enak hati karena kami tulus," ucap Ulan dengan memeluk Tri dari samping.
Ada perasaan lega di diri Tri saat ini setelah dirinya mendapatkan izin untuk bekerja di rumah Fathan. "Terima kasih, Pak, Bu. Kalian selalu baik kepada saya," ucap Tri dengan mata yang berkaca-kaca menatap kedua majikannya.
"Tapi untuk sekarang saya ingin tetap bekerja di sini dulu sampai non Mentari sadar boleh tidak, Bu? Saya akan membagi waktu saya untuk menjaga Cika," ucap Tri dengan memohon.
"Baiklah terserah kamu saja, Tri. Kami sudah mengizinkan kamu sepenuhnya untuk bekerja di rumah dokter Fathan, terserah kamu mau pindah kapan," ujar Alan dengan tegas.
"Terima kasih, Pak!" ucap Tri dengan tersenyum.
"Sama-sama," jawab Alan dan Ulan berbarengan.
"Kalau begitu saya permisi kebelakang dulu Pak, Bu!" pamit Tri dengan sopan.
Alan dan Ulan mengangguk, mereka melihat kepergian Tri ke dapur. "Mas, sepertinya dokter Fathan sangat tulus mencintai Tri. Buktinya Fathan meminta dengan Mas untuk Tri bekerja di rumahnya," ujar Ulan dengan pelan.
"Mas juga merasa begitu. Dokter Fathan begitu kekeh ingin Tri bekerja di rumahnya, tetapi itu hanya alasan dokter Fathan saja agar bisa dekat dengan Tri," ucap Alan dengan serius.
"Benar, Mas! Semoga Tri menemukan jodohnya ya, Mas. Usianya tidak lagi muda untuk wanita seusianya," sahut Ulan yang diangguki oleh Alan.
****
Fathan baru saja selesai mandi dengan berfantasi jika Tri sedang di bawah kuasanya hingga ia menghabiskan sabun dan membutuhkan waktu yang lumayan lama berada di dalam kamar mandi.
Fathan merebahkan tubuhnya di kasur dengan mendesah perlahan. "Shitt... Hanum sihir apa yang kamu berikan kepada tubuh saya hingga pusat tubuh saya bereaksi seperti ini hmm? Sudah beberapa kali saya harus bermain dengan sabun hanya membayangkan tubuh kamu saja? Ini gila Hanum! Dan saya tidak bisa seperti ini terus," ucap Fathan dengan mengerang frustasi.
Fathan menjabak rambutnya dengan frustasi. Menduda selama 5 tahun lamanya Fathan tidak menyangka jika dirinya akan seperti ini hanya karena seorang wanita dari kalangan orang biasa padahal banyak wanita yang mendekatinya tetapi kenapa juniornya hanya berdiri karena seorang Tri? Ini gila bukan? Dan Fathan harus bisa menjadikan Tri miliknya!
"Papa!" panggil Cika dari luar kamar yang membuat Fathan tersadar dari ke-frustasiannya sendiri. "Iya, Sayang. Pintunya tidak Papa kunci, masuk saja!" ucap Fathan dengan suara yang lembut.
Cika membuka pintu kamar Fathan dengan perlahan. Anak kecil itu langsung menatap orang tua tunggalnya dengan wajah yang amat lesu. Cika menghampiri Fathan yang berada di kasur, ia naik dengan merangkak ke kasur Fathan.
"Kenapa, Sayang?" tanya Fathan saat anak perempuannya ikut tidur di sampingnya dengan memeluk perut Fathan.
"Kenapa sih mama cepat sekali pulangnya? Cika tidak bisa tidur tanpa pelukan mama!" keluh Cika dengan lirih.
"Sayang, mama itu harus bekerja," ucap Fathan memberikan pengertian kepada anaknya.
"Bekerja sama papa kan bisa. Kenapa harus bekerja di rumah orang lain?" gerutu Cika dengan mengerucutkan bibirnya kesal.
Fathan terkekeh dan mencubit hidung Cika dengan gemas. "Papa usahakan mama akan tinggal bersama dengan kita, Sayang. Tinggulah sebentar lagi, oke. Sekarang Cika tidur sama papa ya," ucap Fathan dengan lembut.
"Iya, Papa," ucap Cika dengan lirih.
Fathan mengelus punggung Cika dengan lembut hingga kedua mata anaknya terpejam. "Sayang, lihatlah anak kita! Dia tumbuh cantik seperti kamu. Dan dia sudah menemukan sosok ibu yang baik. Kamu merestui kami untuk mencintai dia kan, Sayang?" gumam Fathan dengan lirih seakan mendiang istrinya berada di sampingnya dengam tersenyum.
*****
Pagi harinya Tri sudah berada di rumah Fathan yang membuat Fathan tercengang karena dirinya baru saja ingin mengantar Cika ke tempat Tri karena hari ini ia harus membantu pasiennya yang akan melahirkan.
"Hanum, kebetulan kamu sudah ada di sini. Saya baru saja mau mengantarkan Cika ke kamu karena saya harus membantu pasien saya yang akan melahirkan," ucap Fathan dengan senang.
"Iya, Dok. Saya kepikiran dengan Cika semalaman," ucap Tri dengan menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Sama dong Ma! Cika juga kepikiran Mama sampai Cika tidak bisa tidur sendiri dan akhirnya Cika tidur di kamar papa," adu Cika yang membuat Tri terkekeh.
"Ooo iya, Sayang? Kok bisa seperti itu ya?" tanya Tri dengan tersenyum.
"Karena Cika sayang Mama!" jawab Cika dengan tulus.
"Mama juga sayang Cika!" sahut Tri dengan tersenyum.
Fathan yang melihat keakraban keduanya langsung tersenyum bahagia. Lalu ia melihat ke arah jam tangannya. "Saya pergi dulu Hanum!" pamit Fathan.
"Tunggu sebentar, Dok!" cegah Tri dengan menahan tangan Fathan.
Fathan melirik ke arah tangannya yang di genggam oleh Tri. Suhu tubuhnya langsung memanas karena sentuhan lembut Tri saat ini.
"Ini bekal makan siang untuk dokter semoga pekerjaan dokter lancar hari ini. Dan saya juga sudah memutuskan untuk bekerja bersama dengan dokter tetapi menunggu non Mentari sadar terlebih dahulu barulah setelah itu saya akan tinggal di sini," ucap Tri dengan tegas.
Bagaikan mendapatkan sesuatu yang sangat berharga Fathan langsung memeluk Tri dengan refleks. "Terima kasih, saya bahagia mendengarnya. Kita akan bahas ini nanti ya. Sekali lagi terima kasih untuk keputusanmmu dan bekal makan siangnya. Saya berangkat dulu," ucap Fathan melepaskan pelukannya pada Tri yang diam mematung.
"Papa berangkat dulu, Sayang. Jangan nakal sama mama!" ucap Fathan mengelus kepala anaknya dengan sayang..
Tri mengangguk dengan canggung ke arah Fathan. Pelukan Fathan mampu mematikan sistem sarafnya dengan sejenak.
"Setelah ini kamu tidak bisa pergi dari saya Hanum! Saya pastikan itu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Susilowati Wati
wiiihhh pak dokter garcep😆😆😆😆
2022-05-30
0
mbak i
ok pak dokter kita dukung anda 1000%😁😁😁😁
2022-03-13
0
mbak i
ok pak dokter kita dukung anda 1000%😁😁😁😁
2022-03-13
0