Setelah kepergian Arnold, jemari Shen perlahan mulai bergerak pelan. Matanya juga mengerjap dengan kerutan di dahi yang membarengi. Tak lama setelah itu, mata Shen terbuka lebar, sisa air matanya masih tertinggal disana.
" A sha..... " Lirih suara Shen merintih memanggil nama sang putri. Kenapa? Karena hatinya kini tengah terluka, dan dia membutuhkan Asha sebagai obatnya. Tapi saat menyadari bahwa dia berada di rumah sakit, suara yang tadinya ingin lagi memanggil nama Asha tertahan. Iya, dia tidak ingin Asha melihatnya seperti ini, dia tidak ingin Asha melihat sisi lemahnya sebagai seorang Ibu.
Sejenak dia kembali bersedih dengan semua yang terjadi ini. Luka, bukan luka ditubuhnya yang tidak bisa di tahan, tapi luka dihatinya terasa mematikan seluruh nadinya, berdenyut nyeri setiap kali dia mengambil nafas, sesak setiap kali dia ingin menghela. Jauh, sungguh perasaan cinta yang dia miliki sangat jauh dari perkiraannya hingga tidak tahu bagaimana caranya berhenti dari perasaan cinta yang tak terbalaskan ini. Hinaan dari Mona, perlakuan buruk dari adik ipar, dan sikap acuh sang mertua bisa dia tahan. Tapi jika harus bercerai, lalu membuat orang tua Asha berpisah, belum lagi kalau Arnold menikah dan membiarkan Mona menjadi Ibu sambung, Tidak! dia tidak mau kalau ada yang disebut Ibu selain dirinya untuk Asha.
" Kakak? " Teo berlari memeluk tubuh sang kakak yang masih terbaring di barankar.
" Kakak, syukurlah kakak sudah sadar. Ayah, Ibu, kakak, Kakak Shen sudah bangun! " Panggil Teo seraya menyeka air matanya.
Satu minggu telah terlewati, selama satu minggu juga Arnold datang tapi tidak pernah langsung menemui Shen. Dia lebih memilih melihat dari celah pintu, atau diam-diam saat Shen tertidur di malam hari. Satu minggu ini juga Asha dijaga secara bergantian oleh keluarga Arnold dan Shen dan tidak diberikan bertemu Shen sampai Shen benar-benar sehat.
" Shen, kau sudah bangun nak? " Tanya Ayah yang baru saja tiba untuk mengantarkan sup telur kesukaan putrinya. Shen tak menjawab, tatapannya kosong, seolah dia kehilangan semangat menjalani hidup.
Ayah menatap sejenak putrinya yang tak bergeming dari menatap jendela kaca.
" Shen? " Ayah berjalan mendekat, dia bersimpuh menyeimbangkan diri agar bisa saling menatap dengan Shen.
" Shen, Ayah memiliki kenalan Dokter yang sangat hebat di luar negeri, maukah kau pergi agar cepat sembuh dan bisa segera berkumpul dan bermain bersama Asha? "
Shen menggerakkan kepalanya dan menatap sang Ayah. Memang kalau pergi keluar negeri dia tidak akan bisa bertemu Asha untuk waktu yang lama, tapi kalau dia bisa cepat sembuh, tentu itu juga perlu.
" Iya, tapi aku ingin bertemu Asha sebelum berangkat. "
Ayah tersenyum lalu mengangguk. Hancur sekali! Itulah yang dirasakan Ayah. Dia memang tidak bisa mengatakan betapa dia terluka melihat putrinya seperti ini, dan sekarang dia harus meminta putrinya dan cucunya berpisah, andaikan boleh menggantikan posisinya, Ayah pasti akan dengan senang hati menukarnya.
" Kalau begitu, makanlah sup telur ini Ayah yang memasaknya khusus untukmu. Kau harus banyak makan agar tidak terlihat lemas dan pucat saat bertemu Asha nanti. " Dengan tangan gemetar Ayah menyuapkan sesendok sup telur, dia tidak tahan melihat bagaimana putrinya menderita sehingga dia memilih untuk menoleh ke arah lain meski tangannya mencoba menyuapkan sup itu.
Shen mengigit bibir bawahnya dengan linangan air mata yang membasahi pipinya. Ayah, dia adalah sosok yang paling terluka saat dia terluka. Shen meraih tangan sang Ayah yang gemetar, lalu mengarahkan suapan itu ke mulutnya.
" Enak, Ayah. " Ucap Shen setelah suapan pertama itu masuk ke dalam mulutnya. Dia tahu benar bahwa sang Ayah tengah menangis dan menahan isakan nya, sama seperti dirinya. Tak berani bicara, Ayah menyeka air matanya sebelum kembali membiarkan wajahnya berhadapan dengan Shen.
" Makan lagi, harus sampai habis. " Ucap Ayah lalu menyuapkan lagi dan lagi sampai sup telur itu habis.
Perlahan Teo menutup pintunya karena tidak ingin mengganggu kakak perempuan dan Ayahnya. Dia menatap lurus dengan mata memerah menahan tangis.
" Kakak, aku tidak akan membiarkan orang yang menyakitimu hidup dengan bahagia. Mereka menganggap mu mainan, maka aku juga akan menganggap anak perempuan mereka mainan yang akan digunakan sekali pakai, lalu membuangnya ke tong sampah. "
Setelah beberapa saat, kini Shen sudah siap akan bertemu dengan Asha. Perban di kepalanya sudah tidak sepenuh kemarin, lecet dan memar sudah di tutup dengan make up, bibir yang pucat juga sudah di tutupi menggunakan lipstik.
" Ibu? " Asha berlari menghampiri Shen yang duduk di kursi roda.
" Asha, Ibu merindukanmu. " Shen memeluk tubuh sang putri yang kini memeluknya. Dia benar-benar memberikan banyak kecupan sayang karena merindukan Asha.
" Ibu, apa Ibu sudah tidak sakit lagi? Apa kita akan pulang kerumah? "
Shen memaksakan senyumnya, dia menangkup wajah Asha dan menatapnya lembut.
" Asha, kaki Ibu masih sakit, jadi Asha mau bersabar kan? "
" Tentu saja, aku boleh mengunjungi Ibu setiap hari kan? "
Shen tersenyum, tangannya kini beralih menggenggam kedua tangan putrinya.
" Asha, Ibu akan pergi agak jauh untuk mengisi kekuatan. Asha mau kan menunggu Ibu? "
" Tapi, kalau aku merindukan Ibu bagaimana? "
" Kita bisa saling menyapa lewat panggilan video kan? "
Asha menunduk sedih, dia bahkan sampai menggigit bibirnya agar tak mengeluarkan tangisan saat matanya sudah menitihkan air mata. Sadar sang putri sedang bersedih, buru-buru Shen menenangkan kembali putrinya.
" Asha, biarkan Ibu pergi sebentar ya? Ibu janji akan segera kembali setelah Ibu kuat. Dengar, penyihir itu sedang bersiap-siap dengan kekuatan yang sangat besar, kalau Ibu disini terus, nanti Ibu tidak bisa melawan penyihir jahat itu. Ibu janji akan segera kembali dengan kekuatan super, agar bisa membantu sang putri mendapatkan kembali pangeran yang di curi oleh penyihir jahat. Lalu, membuat dunia indah tanpa penyihir jahat lagi. "
" Ibu, Ibu jangan sampai lupa padaku. Aku janji akan sabar menunggu Ibu, aku akan jadi anak yang baik, jadi Ibu tidak perlu khawatir. "
Shen memeluk tubuh mungil sang putri, ya Tuhan.... Sakit sekali rasanya harus berpisah dengan Asha, tapi dia juga harus sembuh agar Asha bisa segera kembali ke pelukan Ibu yang kuat seperti biasanya.
Asha, terimakasih karena sudah menjadi anakku. Terimakasih karena selalu memberikan kekuatan yang luar biasa untuk Ibumu ini. Bersabarlah, Asha. Ibu akan segera kembali.
Setelah cukup lama menghabiskan waktu bersama Asha, kini Asha harus segera kembali. Untunglah, dia sudah tidur siang bersama Shen di ruangannya tadi.
Beberapa jam setelah kepergian Asha. Shen kini tengah sendirian setelah Digo dan Zera dipaksa Shen untuk makan. Karena sedari siang mereka belum makan, sementara Teo mengantar Asha pulang. Tinggal lah Shen sendiri di kamarnya sembari menatap ruang kosong yang sunyi.
" Hei, badut! " Sapa Mona setelah membuka pintu.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Eemlaspanohan Ohan
jalang datang
2025-02-17
0
Ita Mariyanti
😱😱😱 j*lang dtg
2024-04-05
0
fitriani
aish... si mak lampir datang😡😡😡😡😡
2023-03-18
1