Dua hari telah terlewati, dua hari juga sudah Shen kembali ke rumah Arnold. Tidak banyak yang berubah, karena nyatanya mereka juga masih tidur di kamar yang berbeda. Sementara Mona, wanita itu sudah mulai menggila dengan kemarahannya. Pagi hari sudah datang ke rumah, dan menghabiskan harinya untuk bercengkrama dengan Anya dan Ibu Resa.
Cemburu? Sepertinya itu tidak terlalu di rasa oleh Shen, entah itu karena perasaan cinta yang dilukai dan membuatnya kebal, ataukah memang perasaannya sudah tidak lagi sama? Entahlah! Toh, apa yang dia inginkan adalah miliknya, kalaupun memang tidak lagi dia inginkan, biarpun itu sampah, dia juga tidak akan membiarkan Mona memungutnya.
" Selamat pagi? " Sapa Mona seraya melangkahkan kaki menghampiri anggota keluarga Arnold yang tengah menikmati sarapan. Tak ada yang menolak kedatangan gadis cantik itu, karena Anya selalu menyambutnya dengan hangat bak teman sejati.
Shen menyunggingkan senyumnya, sungguh dia salut dengan rasa tidak tahu malu yang Mona miliki, kalau itu dia, maka dia akan jalan dengan terus menunduk menahan malu.
" Arnold, kau suka ikan bakar kan? Ini makanlah. " Shen mengambilkan satu ikan bakar ke piring Arnold.
" Terimakasih. " Arnold sebenarnya tidak pernah mengucapkan kata itu kepada Shen sebelumnya, tapi entah kenapa dia kelepasan kali ini.
" Sama-sama. " Shen tersenyum menatap Arnold yang menunduk menghindari kontak mata dengan Shen.
Lagi, Mona hanya bisa diam menahan kekesalan di hatinya. Waktu itu Shen dan Arnold hanya berciuman, tapi dia sudah akan gila seperti ini. Untunglah, Anya memberitahu kepadanya kalau Shen dan Arnold masih tidur di kamar yang terpisah.
" Nona Mona, Anda datang pagi-pagi sekali, apa berniat ingin ikut sarapan? " Shen tersenyum setelahnya.
" Tidak, aku sudah sarapan. " Mona menatap Shen kesal, memang dia datang terlalu pagi, tapi ini juga demi bisa melihat Arnold sebelum dia berangkat bekerja.
" Kalau begitu, bisa tunggu di ruang tamu saja? Menelan makanan saat ada orang yang menatap tidak suka itu bisa membuat kesulitan menelan loh. "
" Jangan mengatur Kak Mona, dia adalah temanku! " Kesal Anya yang tak terima Mona diperlakukan layaknya orang asing oleh Shen.
" Oh, baiklah. " Shen tersenyum tak menunjukkan kejengkelannya. Dia lebih memilih untuk fokus membantu Asha makan karena harus memilah daging ikan dan menyingkirkan tulangnya.
" Arnold, aku sangat lapar, boleh minta tolong suapi aku? " Pinta Shen, Arnold tak menjawab, tapi segera menyendokkan nasi dari piring dan sendok yang ia gunakan untuk menyuapi Shen. Dia tidak perlu menanyakan apa yang ingin Shen makan, karena yang dia tahu Shen bukanlah pemilih makanan.
" Ini. " Arnold menyodorkan makanan untuk Shen, tentu dengan cepat Shen melahap makanan itu. Meski tak terlaku menunjukkan, tapi jelas kalau Arnold juga tidak keberatan dengan ini. Tentu saja ada satu orang yang tengah menahan kemarahan yang luar biasa saat melihat itu, dan siapa lagi kalau bukan Mona.
Terus, Arnold menyuapi Shen dan juga dirinya bergantian hingga keduanya merasa kenyang. Barulah setelah sarapan selesai, Arnold bergegas untuk bekerja, sementara Shen sebentar membantu Asha membersihkan mulutnya yang belepotan karena sisa makanan yang tertinggal.
Rupanya itu semua menjadi sebuah kesempatan bagi Mona untuk menemani Arnold menuju teras rumah dimana mobilnya terparkir.
" Sayang? " Mona berjalan cepat menghampiri Arnold, memeluknya erat. Iya, dia sangat merindukan pria tampan itu hingga gelisah mencari kesempatan agar bisa berbicara dan menghilangkan rasa rindunya.
" Mona, aku sudah bilang kalau dirumah kau perlu untuk menjaga jarak denganku. Kalau Asha melihat, aku sungguh tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya. " Ucap Arnold seraya menjauhkan tangan Mona yang memeluknya.
Mona merengut sebal, ditatapnya manik mata Arnold yang begitu tak menunjukkan ekspresi apapun.
" Kalau begitu, aku nanti menyusul ke kantor mu ya? "
Arnold menghela nafasnya.
" Mona, tolong jangan berbuat yang aneh-aneh. Kau tahu benar fungsinya kantor untuk apa kan? "
Mona kembali merengut karena usulannya tidak mendapatkan persetujuan dari Arnaold. Padahal, dia benar-benar merindukan pria itu, tapi semenjak kembalinya Shen, dia sangat sulit untuk berbincang dengan Arnold meskipun setiap hari dia datang kerumahnya.
" Sayang, tapi bagaimana aku bisa melepaskan rindu kala kita terus begini? " Mona kembali melingkarkan lengannya memeluk Arnold. Tak cukup, dia mulai mengurai pelukannya, lalu mencium bibir Arnold dengan buas.
Di sudut ruang yang tak jauh dari mereka. Shen menatap sepasang manusia itu dengan tatapan datar sembari menutup mata Asha. Iya, lagi-lagi dia harus kecewa dengan sikap Arnold yang seolah sulit menjauhi wanita itu.
Arnold, jadi kau masih tidak bisa melepaskannya? Baiklah, aku akan lihat sampai dimana kalian akan bertahan dengan situasi ini.
Shen tersenyum tipis, bukan memiliki rencana luar biasa, hanya saja dia merasa kasihan dengan dirinya sendiri yang begitu menyedihkan karena terus mengharapkan cinta dari seorang Arnold yang tidak bisa menghargai perasaannya.
" Ibu, apa aku masih tidak boleh melihat? " Tanya Asha.
" Pejamkan matamu, dan ikuti Ibu. " Shen membalikkan tubuh Asha, lalu menggandeng tangannya agar Asha mengikuti kemana dia pergi.
" Bukalah matamu! " Asha mencari sesuatu yang membuat Ibunya mengharuskan dia menutup mata, tapi sepertinya tidak ada yang aneh.
" Asha, Ibu antar ke play group sekarang ya? " Asha mengangguk cepat.
Setelah beberapa saat Shen mengatakan Asha ke play group, sejenak dia melamun memandangi gedung play group tapi pikirannya terus memikirkan apa yang dia lihat tadi. Rasanya sudah sejauh ini dia mebcoba, apakah harus sampai nerdarah-darah baru bisa membuat pria yang tak lain adalah suaminya menatapnya?
Shen menghela nafas karena tidak tahu ala yang harus dia lakukan untuk mengurangi kesedihannya itu.
" Hai, calon istriku? "
Shen membulatkan mata karena terkejut dengan suara yang terdengar dari belakang tengkuknya. Meskipun dia tidak mau untuk percaya, tapi suara sialan milik si brengsek itu benar-benar sangat dia kenal. Dengan cepat Shen menoleh sembari mengubah posisi tubuhnya agar leluasa.
Cup...
Sialan! Tidak sengaja bibir mereka berdekatan, dan pria kurang ajar itu secepat kilat mengecup bibirnya.
" Damien?! " Shen melotot kesal dan kaget.
Damien tersenyum dengan begitu bahagia.
" Anak kita sudah masuk ke sekolah kan? "
Shen mengatur nafasnya yang memburu kesal, setelah itu dia kembali menatap Damien dengan tatapan dingin.
" Jangan sembarangan kalau bicara, dia adalah anakku dengan suamiku. Lain kali kalau mau bercanda, pakailah otakmu! Karena orang yang tidak sengaja mendengar akan sungguh salah paham, kau mengerti? "
Damien tak menanggapi bagaimana mulut Shen mengoceh marah, dia hanya merasa bahagia karena Shen tidak menyeka bibirnya seperti ciuman saat itu. Damien masih dengan jelas mengingat bagaimana Shen marah, lalu menamparnya, dan menyeka bibirnya tepat dihadapannya, dan pergi dengan wajah merah karena marah.
" Shen, aku merindukanmu. "
Shen menatap kesal bola mata berwarna coklat muda milik Damien.
" Hentikan omong kosong mu! Kau, bagaimana bisa kau ada disini? "
Damien tersenyum lebar.
" Satu hati yang terpisah, maka setengah hati lain akan terus mencari kemana sebagian dari dirinya menghilang. "
" Gila! "
" Benar, aku gila. Maka itu, orang gila ini akan terus mengejarmu sampai dapat.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
ALNAZTRA ILMU
keluar dari mulut buaya masuk. mulut singa
2025-01-31
0
Rina Anggraeni
sayang bgt si... knp shen hrs dipertemukan sm casanova knp bukan pria baik" jgn yg kyk suami br.... k ny itu thor😔😔
2024-04-05
0
Pipin Davian
Aq sk gaya damien pebinor yg oke 😁😁😁
2024-03-23
0