Tes Tes Tes
Air mata Zera terus terjatuh tak tertahankan. Dia memandangi kedua telapak tangannya yang berlumuran darah. Sungguh sangat kebetulan karena saat Shen kecelakaan, dia tengah menghubungi Shen dan orang yang berada di lokasi memberitahukan apa yang terjadi.
" Karena ini kau bisa sampai celaka seperti ini? Kenapa kau sangat gegabah? " Tanya Zera pelan saat melirik ke sebelah tangannya, dia melihat kertas yang diserahkan oleh orang yang sempat menolong tadi dan mengatakan bahwa itu milik Shen. Sebuah kertas permohonan cerai yang saat ini sudah dipenuhi degan noda darah.
Kesedihan tak sampai disitu, karena Zera juga tidak tahu siapa yang harus dihubungi. Dia memang tahu kunci layar ponsel Shen, tapi setelah mencoba menghubungi nama yang bertuliskan suamiku, nyatanya nomor itu tidak bisa dihubungi. Sudah mencoba menghubungi kakak Shen, dan juga adiknya, tapi karena ini jam kerja mungkin mereka tengah sibuk dengan urusannya sendiri, jadi Zera mengirim pesan pada akhirnya.
Hampir satu jam Shenina mendapatkan penanganan, tapi masih belum juga ada Dokter yang keluar untuk memberitahu keadaannya.
" Dimana?! " Teriak seorang pria tinggi besar, berparas tampan yang tak lain adalah Shandigo, atau kakak laki-laki Shenina.
" Anda kakaknya Shen? " Tanya Zera dengan tatapan tak berdayanya.
Laki-laki itu nampak gemetar hingga bibirnya ikut gemetar dengan mata yang memerah menahan tangis.
" Dimana adikku? Bagaimana keadaannya? "
Zera terdiam sesaat, dia juga tidak tahu harus bagaimana dan menjawab apa.
" Kenapa kau diam?! Adikku baik-baik saja kan?! "
" Dia harus baik-baik saja, dia adalah Shenina, mana boleh dia menyerah begitu saja. " Zera sendiri sebenarnya sangat ketakutan, takut kalau dia akan kehilangan sahabat terbaiknya yang baru saja ia temui.
Digo terduduk lemas dan membiarkan saja air matanya jatuh. Sudah hampir setahun mereka tidak bertegur sapa karena perbedaan pendapat, tapi sungguh mengejutkan dan sekaligus menyakitkan kalau sampai harus berpisah dengan cara seperti ini.
" Shen, kakak janji tidak akan memaksamu berpisah dengan laki-laki itu lagi, apapun keputusanmu kakak akan mendukungnya. Tapi Shen, tolong jangan meninggalkan kami semua yang mencintaimu. Bertahanlah, dan biarkan kami membahagiakan mu sesuai dengan keinginanmu. "
Zera terdiam karena ini bukan waktu yang tepat untuk membahas mengenai rumah tangga Shenina.
" Dokter! " Zera dan Digo kompak bangkit setelah Dokter keluar dari ruangan operasi.
" Bagaimana keadaan adik saya? "
Dokter itu menghela nafas leganya.
" Pasien sempat mengalami beberapa masalah saat menjalani operasi di kepalanya, tapi syukurlah dia sudah lewat dari masa kritis, tapi saran saya untuk jangan mengganggu pasien dulu. "
" Apa itu akan menimbulkan efek, Dokter? " Tanya Digo dan Zera bersamaan.
" Sepertinya tidak, tapi karena pasien mengalami beberapa patah tulang, mungkin pasien membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk proses penyembuhan. "
" Baik, terimakasih, Dokter. "
Digo kini sudah bisa bernafas lega meski tidak selega membayangkan Shen baik-baik saja. Tapi setidaknya Shen akan baik-baik saja di masa depan, jadi dia tidak terlaku khawatir.
" Kau sudah menghubungi suaminya? " Tanya Digo yang merasa aneh sudah selama ini Arnold masih saja belum datang. Baru saja selesai bicara, ponsel Shen yang memiliki beberapa retakan itu berdering.
Apa kau lupa kalau harus menjemput Asha? Apa kau sedang bermain badut-badutan lagi? Apa kau tidak melihat ponselmu yang sudah puluhan kali dihubungi oleh gurunya Asha?
Digo mengepalkan tangannya saat suara lantang itu terdengar.
" Jadi seperti ini perlakuan mereka kepadamu? Shen, kau bilang mereka sangat mencintaimu, tapi apa ini? Ibu mertuamu membentak seolah-olah kau hanyalah Babysitter cucunya saja. " Ucap Digo pilu setelah sambungan telepon itu terputus.
" Lihat ini! " Zera menyerahkan surat cerai yang berlumuran darah itu kepada Digo. Marah, Kesal, kecewa dan dendam, semua ini seolah menjadi pukulan yang menyakitkan baginya.
" Aku benar-benar gagal melindungi adik perempuan ku satu-satunya. " Digo sesegukan dengan tangan yang gemetar. Sudah, ia hampir melupakan Asha yang sudah menunggu di sekolahannya.
" Tolong jaga Shen, hubungi aku jika terjadi sesuatu, aku akan menjemput Asha, dan menyelesaikan sedikit masalah. " Pinta Digo kepada Zera.
" Jangan khawatir. "
Dengan langkah cepat Digo berlari menuju parkiran, dia bergegas menjalankan mobilnya untuk menjemput Asha.
" Asha? "
" Paman? Ibu dimana? Aku tidak mau pulang kalau bukan dengan Ibu. " Asha menatap Digo dengan tatapan memohon nya. Ya Tuhan, Digo benar-benar ingin menangis dan memberitahu sekarang tentang apa yang terjadi dengan Shen, tapi dia juga takut kalau Asha akan histeris melihat Ibunya terbaring tak berdaya dirumah sakit.
" Asha, Ibumu sedang tidak enak badan. Maukah Asha menjadi anak baik dan pulang bersama paman? "
Asha terdiam sesaat, tapi setelah melihat tatapan mata Digo, Asha menjadi luluh dan mengangguk setuju. Tadinya ingin membawa Asha kerumah Arnold, tapi setelah dipikir-pikir lagi, dia akhirnya memutar arah dan mengantarkan Asha kerumah orang tuanya sendiri.
" Asha? "
" Nenek, Kakek! " Asha berlari menghampiri sepasang orang tua yang juga dekat dengannya.
" Digo, dimana Shen? "
Digo terdiam sebentar.
" Ada, Ibu aku ada hal yang harus di urus, tolong jaga Asha, dan jangan biarkan siapapun mengambilnya, terutama keluarga dari Arnold. "
" Kenapa? " Tentu saja mereka bingung, tapi saat ini juga tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan.
" Ayah, Ibu, Percayalah padaku. Nanti aku akan menghubungi Ibu, dan Ayah. Sekarang ingat saja pesan dari ku. " Meskipun masih bingung, Ayah dan Ibu memilih untuk mengangguk dan mempercayai putranya itu.
tiga puluh lima menit waktu yang dihabiskan Digo untuk menuju sebuah bangunan perusahan dimana Arnold dan keluarganya menghasilkan pundi-pundi uangnya.
" Katakan kepada Arnold, Shandigo ingin bertemu. " Ucap Digo kepada salah satu resepsionis yang kini tengah bertugas. Seperti yang diminta Digo, dia masih harus menunggu sekitar tiga puluh menit untuk menemui Digo.
" Tuan Digo, Pak Arnold sudah menunggu anda. " Ucap salah satu resepsionis itu.
Tak menjawab, Digo justru nampak menyeramkan karena berjalan menuju ruangan Arnold dengan tatapan marah, rahang yang mengeras, dan hawa membunuh begitu pekat dari dirinya.
" Selamat datang, Shandigo. " Sambut Arnold seraya bangkit dari duduknya.
" Silahkan duduk. "
Digo tertawa sinis, dia berjalan mendekati Arnold, marah kerah kemejanya, lalu melayangkan sebuah pukulan keras di pipinya.
" Berikan alasan yang masuk akal, kenapa kau memukulku! " Arnold nampak menahan diri untuk tidak membalas.
" Menurutmu? "
" Apa Shen memberitahu tentang perceraian? Bukankah perceraian juga hal wajar di dalam pernikahan? " Arnold menatap Digo yang terlihat tambah kesal.
Plak!
Digo memberikan surat permohonan cerai yang sudah berlumuran darah di hadapan Arnold.
" Seberapa sakit bagimu jika itu terjadi dengan adik perempuanmu? "
Arnold gemetar melihat banyaknya darah yang tertinggal di kertas itu.
" Shen? Apa yang terjadi? "
" Adikku tertabrak mobil, dan selamat karena berhasil mengusir adikku. Maaf mengecewakanmu, tapi sepertinya kau harus membuat yang baru. "
Arnold menggeleng kelu.
" Dimana Shen sekarang? " Tanya Arnold yang kini benar-benar terlihat khawatir.
" Aku, tidak akan mempertemukan mu dengan adikku hanya untuk kau sakiti! "
" Biarkan aku bertemu dengannya dulu. " Pinta Arnold.
" Tidak perlu, mulai sekarang kau tidak akan bisa bertemu dengan Shen, aku tunggu surat permohonan cerai yang baru, akan ku pastikan kau mendapatkan apa yang kau inginkan. "
" Tunggu! Biarkan aku bertemu Shen lebih dulu! " Arnold menahan lengan Digo.
" Jangan berpura-pura perduli lagi, kau tidak lelah berpura-pura? "
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
bagus Digo lawan keluarga Arnold yang jahat, Arnold udah menyiksa Shen lahir batin.
2024-06-20
1
Vina Dawolo
kasihan deh lu arnold
2024-04-05
0
Nabila
mampus kau Arnol ..
2022-10-08
1