Setelah kedatangan Digo, Arnold terus saja gelisah dan tidak bisa diam mengabaikan perasaan itu. Sejenak dia pulang untuk bertanya kepada orang rumah mengenai apa yang terjadi dengan Shen. Sayang, tidak ada satupun dari mereka yang tahu dimana Shen, bahkan Ibunya juga tidak perduli. Memang sempat menceritakan bahwa dia menghubungi Shen beberapa saat lalu untuk menjemput Asha, tapi tidak tahu apapun lagi.
" Asha? Ibu berikan nomor telepon gurunya Asha! " Pinta Arnold. Ibu tentu saja langsung meraih ponsel yang memang dekat dengannya, lalu menunjukan sebuah nomor yang telah mengirimnya beberapa pesan sesaat yang lalu.
" Halo? Maaf mengganggu, apa Asha masih disana? Baiklah, terimakasih. " Arnold mengusap wajahnya setelah menyerahkan ponsel milik Ibunya.
" Ada apa, nak? " Tanya Ibu khawatir melihat Arnold yang gelisah. Tak menjawab, Arnold justru berlari meninggalkan Ibunya dan Anya yang masih kebingungan.
Satu jam lebih jarak yang ditempuh Arnold untuk menuju rumah orang tua Shen. Dia tahu kalau harus kerumah sakit sekarang, tapi puluhan rumah sakit dia tidak mungkin mendatangi satu persatu.
" Arnold? " Kedua orang tua Shen yang dikabari akan kedatangan Arnold, mau tidak mau dia bergegas meninggalkan Asha yang sudah mulai lelap tidur siangnya.
" Ayah, dan Ibu mertua? Apa kabar? " Tanya Arnold. Sebenarnya Arnold agak bingung dengan orang tua Shen yang terlihat tenang-tenang saja kalau benar Shen mengalami kecelakaan.
" Ada apa sebenarnya? Kenapa Shen tidak datang bersamamu? "
Arnold barulah sadar jika Digo belum memberitahu tentang Shen. Dan itu juga sebuah jawaban bahwa dia tidak akan mungkin bisa tahu dimana Shen dirawat dari mertuanya.
Belum sempat berkata apapun, suara dering telepon rumah terdengar nyaring memenuhi seisi ruangan. Bergegas Ibunya Shen, atau panggil saja Ibu Lean mengangkat telepon itu.
" Halo? " Sejenak dia terpaku, tapi lama kelamaan tubuhnya bergetar dibarengi dengan air mata yang jatuh mengucur deras.
" Ada apa? Kenapa kau menangis? " Tanya Ayah Gani yang khawatir melihat istrinya terjatuh lemas di lantai.
" Shen, Shenina dia,- " Tak sanggup Ibu Lean berbicara, maka Ayah Gani segera menyambar telepon rumah yang belum tertutup itu.
" Digo? Katakan ada apa? " Setelah beberapa saat juga Ayah Gani terdiam layaknya orang yang shock.
" Sudah, kita kerumah sakit sekarang. " Tak lagi menghiraukan Arnold, orang tua Shen segera menuju ke parkiran mobil. Tadinya Arnold ingin menyusul segera, tapi saat dia akan melangkahkan kaki, suara Asha membuatnya berhenti sejenak.
" Ayah? "
" Asha? " Arnold menyambut tubuh Asha yang tengah berlari ke arahnya.
" Ayah, aku mau Ibu. Ibu dimana? " Rengek Asha yang sepertinya tidak bisa tidur dengan tenang jika tidak bersama Ibunya.
" Kita susul nenek dan kakek mu untuk bertemu dengan Ibu ya? " Asha mengangguk setuju.
Dari belakang Arnold mengikuti arah mobil mertuanya melaju dengan sangat cermat dan hati-hati agar tidak kehilangan jejak.
" Asha, kita turun ya? "
" Kita sudah sampai dirumah? " Tanya Asha polos.
" Sepertinya Ibu sedang sakit, jadi kita kerumah sakit. "
" Ibu, Ibu sakit apa? Aku mau Ibu... " Rengek Asha yang mulai ketakutan. Maklum saja, segala sesuatu yang berhubungan dengan Asha, Shen selalu mengurusnya sendiri. Sebagai Ibu muda Shen memang terbilang cekatan dalam mengurus anaknya tanpa adanya bantuan dari pengasuh. Al hasil, Asha menjadi sangat dekat dengan Ibunya dan sulit untuk dipisahkan. Melihat putrinya yang ketakutan, Arnold memeluk tubuh Asha erat-erat sembari menghujani kepala putrinya dengan kecupan sayang.
" Asha, Ibu pasti baik-baik saja. Jangan menangis lagi Ok? Ibu akan sedih kalau tahu Asha sedih, jadi Asha harus menjadi anak kuat tidak mudah menangis. " Bujuk Arnold yang dengan cepat mendapat anggukan setuju dari Asha.
Karena sudah kehilangan jejak sang mertua, Arnold kini hanya bisa bertanya melalui resepsionis barulah setelah itu dia bisa tahu dimana Shenina dirawat.
" Digo! " Panggil Ibu Lean seraya berjalan cepat menuju sebuah ruangan yang berada di ujung lorong.
" Kenapa kau baru meberitahu kami tentang ini? " Tanya Ibu Lean yang kini tak bisa menahan rasa sedihnya dan membiarkan saja airmatanya jatuh tak mau berhenti.
" Maaf, Ayah dan Ibu. Tapi tadi keadaan tidak mendukung, dan aku juga buru-buru. "
" Kakak! Ibu, Ayah! " Satu lagi seorang laki-laki muda terengah-engah degan wajah khawatir.
" Teo? " Teo, atau Shanteoro, adik laki-laki Shenina yang saat ini masih berkuliah.
" Bagaimana keadaan kakak? " Tanya Teo khawatir.
Zera dan Digo kompak menunduk. Rasanya memang sangat tidak enak harus menjawab bagaimana keadaan Shen di saat mereka merasa takut juga bingung.
" Digo? " Tegur sang Ayah yang tak kunjung mendapat jawaban kepastian dari putra pertamanya itu.
Digo menghela nafasnya.
" Dokter bilang seharusnya Shen bisa bangun setelah beberapa saat, tapi sampai saat ini masih belum juga sadar. Jadi Dokter meminta kita untuk menunggu lagi sampai besok pagi. "
Ibu Lean tak kuasa menahan lagi tubuhnya untuk berdiri kokoh. Hancur sekali rasanya mengetahui putri satu-satunya yang amat dia sayangi harus merasakan sakit yang luar biasa ini.
" Ayah, Shen sedari kecil sangat mudah histeris saat melihat darah dan merasakan sakit. Lalu bagaimana dia melewati semua ini? Bagaimana putri kita? Shen pasti ketakutan sekarang, Ayah, Digo, bawa Ibu masuk! Ibu ingin menemani Shen! "
Tak jauh dari mereka Arnold dan Asha mendengar semua itu. Menyesal? Iya! Itulah yang di rasakan Arnold. Padahal dia sudah merasa ragu-ragu, tapi kenapa masih memaksakan diri memberikan surat cerai itu?
Shen, bertahanlah!
" Ibu? " Asha melepas genggaman tangan Ayahnya. Meskipun usianya baru empat tahun, setidaknya dia paham kalau neneknya tengah menangisi Ibunya, berarti Ibunya benar-benar kesakitan.
" Asha? " Semua orang terpaku melihat bagaimana Asha berlari ke arah mereka dengan mata merah yang menahan tangis.
" Nenek, kakek, paman, dan bibi, tolong bawa aku bertemu Ibu. Aku ingin Ibuku... Aku akan meniup bagian yang sakit agar Ibu bisa cepat sembuh. Ibu selalu bilang kalau aku adalah obat dari segala macam sakitnya Ibu, aku pasti bisa membuat Ibu sembuh, ayo ajak aku bertemu Ibu. " Asha mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi berharap salah satu dari mereka membawanya untuk bertemu Ibunya.
" Asha,... " Ibu Lean menutup mulutnya karena tak tahan dengan sedihnya dia melihat Asha begitu takut kehilangan Ibunya.
" Asha, baiklah kalau ingin melihat Ibu. " Ucap Digo yang memang tidak memiliki pilihan lain.
" Ibu, tidak boleh banyak orang masuk, jadi Ayah, Ibu dan Asha saja yang masuk dulu. " Ayah Gani dan Ibu Lean mengangguk setuju.
" Shen? " Panggil Ibu Lean dan Ayah Gani bersamaan. Iya, di depan Asha mereka tidak bisa menangis dan membuat anak itu takut, jadi mereka tidak berani banyak bicara.
" Ibu? " Panggil Asha yang mengira Ibunya hanya tertidur saja.
" Ibu? " Panggil Asha lagi.
" Ibu..... " Kini Asha mulai tak tahan untuk menangis karena sang Ibu tak kunjung bangun, jadi dia mengira kalau Ibunya marah karena Asha bandel.
" Ibu... Apakah Ibu sakit? Katakan padaku dimana yang sakit? Kenapa Ibu diam? Apa Ibu marah? Apa aku membuat kesalahan? Ibu, Ibu bangun..... Ibu aku ingin mendengar akhir kisah putri yang cantik melawan nenek sihir jahat. Ibu..... Apa Ibu sangat marah sampai tidak ingin memeluk ku? Apa Ibu takut aku minta gendong karena aku sudah berat? Ibu? Ibu? Ibu aku akan meniup-niup seluruh tubuh Ibu, lalu meminta maaf karena menyusahkan Ibu. Tapi janji Ibu bangun, dan aku tidak akan nakal lagi. Aku juga janji tidak akan menangis meminta permen dinosaurus lagi. "
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Eemlaspanohan Ohan
sedih thor
2025-02-17
0
Uba Muhammad Al-varo
Asha 😭🤧😭🤧😭🤧 kasihan kau nak,masih kecil udah dihadapkan pada kesedihan ibumu karena ulah keluarga ayahmu.
2024-06-20
0
Risna Wati
meweeeek thooor
2024-05-09
0