Brak!
Zera menggebrak meja karena merasa kesal setelah mendengar bagaimana Shen bercerita tentang suami, Mona, Anya, bahkan juga mertuanya yang sangat cerewet. Dia bahkan sampai membuang sebelah sepatu ke sembarang arah karena tidak tahan hanya bisa menggebrak meja.
" Kau ini bodoh atau apa, huh?! Sudah bertahun-tahun dipermainkan kenapa bisa tidak menyadarinya? Dasar sialan! kalau aku bertemu dengan adik ipar, suami, dan wanita sialan itu aku benar-benar akan memanggangnya, dan menyantap dagingnya di puncak gunung Himalaya. " Kesal Zera sampai nafasnya terangah-engah menahan emosi.
" Cih! Repot sekali harus naik gunung Himalaya segala. "
" Jangan menyela! Kau ini bodoh dan tulalit! Aku benar-benar ingin mengikis lemak di tubuhmu karena kesal! "
Shen menjebik sebal, lumayan juga karena sedihnya sedikit terobati dengan adanya Zera yang baru saja kembali dari Amerika.
" Zera, sepertinya aku harus segera kembali, putriku pasti sudah menangis mencariku. "
Zera mengatur nafasnya untuk berpesan kepada temannya yang naif, dan juga bodoh ini.
" Dengar, kalau kau tidak ingin bercerai dengan suami mu, kau harus mendengar kata-kataku. " Shen menatap Zera dan mengangguk nurut.
" Kau boleh pulang dulu malam ini, tapi ingat pesanku ini. Jangan lupakan semua hal yang menyakitkan, jangan banyak bicara terutama saat bertemu dengan suamimu, kau mengerti? "
" Tapi, kalau suamiku bertanya, dan aku harus mejelaskan bagaimana? "
Zera mendesah sebal.
" Diam, dan jawab seperlunya. Jangan menjelaskan apapun, dan ingat saja itu kalau kau benar-benar ingin mempertahankan rumah tanggamu. Besok pagi kita bertemu lagi, dan akan aku bantu apa yang harus kau lakukan selanjutnya. "
Shen terdiam mencerna setiap pesan yang diberikan Zera. Jujur dia ragu, pasalnya dia selama ini sudah menjadi istri yang penurut dan ramah kepada suaminya, serta perhatian. Kalau harus banyak diam, tentu dia bingung. Tapi karena yang mengatakan Zera, tentu saja dia tidak boleh meragukannya.
" Baiklah. " Ucap Shen setuju, dan pada akhirnya Zera bisa tersenyum bahagia.
Shen, dulu kau adalah satu-satunya orang yang terus bersamaku di saat tersulit ku. Sekarang akan ku balas kebaikanmu, dan tidak akan kubiarkan kau menderita lagi.
Hampir satu jam diperjalanan, akhirnya Shen kini sudah sampai dirumah yamg selama ini ia tinggali bersama keluarganya. Dengan hati-hati dia keluar dari mobil Zera, maklum saja berat tubuhnya membuatnya tak bisa leluasa di tempat yang agak sempit.
" Shen, ingatlah apa yang aku katakan. Besok pagi aku akan menjemputmu dan anakmu. " Ucap Zera.
Shen tersenyum dan mengangguk.
" Ok! Aku akan menghubungimu setelah semua pekerjaan rumah tanggaku selesai. " Ucapan Shen barusan mendapat anggukan dari Zera.
" Sudah selesai bermain badutnya? " Suara laki-laki yang tak lain adalah suara Arnold terdengar jelas dan lantang di telinganya. Laki-laki tampan itu duduk di ruang tengah sebelum menuju ke kamar mereka. Tatapannya yang tajam sungguh sama seperti biasanya, cara bicara yang angkuh dan terkesan menyindir juga adalah hal yang biasa bagi Shen.
" Terimakasih karena sudah bertanya, tapi aku memang sudah lelah bermain badut-badutan. " Shen tidak lagi mau mendengar perkataan Arnold, dia memilih bergegas pergi ke kamarnya, dia mengunci rapat pintu kamar, lalu membuka lebar kedua pintu lemarinya.
" Hah! Kuning, merah, hijau, baju rumbai-rumbai, kenapa aku sebodoh ini? " Shen mengeluarkan semua isi lemarinya, lalu mengumpulkannya di lantai hingga membentuk sebuah gunung kecil di dalam kamarnya. Tas, sepatu, dan juga aksesoris warna warni kini menumpuk di lantai bagaikan sampah.
***
Diruang tengah. Arnold memandangi sebuah amplop coklat yang berisi surat permohonan cerai. Padahal tadi dia sudah sangat bertekad untuk menyerahkan surat itu, dan agar bisa dengan cepat terbebas dari pernikahan tidak masuk akal yang sudah dia jalani selama lima tahun ini. Tapi saat melihat Shenina datang dengan wajah yang tidak biasa, entah mengapa dia jadi ragu-ragu untuk menyerahkan surat cerai itu.
" Sudahlah, besok saja. " Ujar Arnold lalu membawa kembali surat permohonan cerai keruang kerjanya. Cukup lama dia berusaha fokus dengan pekerjaannya yang belum selesai hari ini di kantor, tapi saat dia mengingat betapa dinginnya Shenina beberapa saat lalu, dia menjadi tidak tenang dan mulai menerka-nerka sebab sari berubahnya sikap Shenina.
" Sialan! Ada apa denganku? " Arnold mengusap wajahnya dengan kasar karena Shenina masih saja membuatnya tidak fokus. Merasa percuma berada di ruang kerja, Arnold memutuskan untuk mendatangi kamar sang anak agar bisa membuatnya merasa lebih tenang.
" Asha? " Arnold mengeryit heran mendapati sang putri yang tengah menggambar, padahal ini sudah pukul sepuluh malam. Bergegas Arnold mendekati putrinya untuk bertanya apa yang membuat putrinya belum tidur di jam ini.
" Ayah belum tidur? " Tanya Asha yang tak membuat tangannya terhenti untuk menggambar.
" Justru itu yang ingin Ayah tanyakan, kenapa Asha belum tidur? " Arnold mengusap kepala sang putri, lalu memberikan kecupan di pucuk kepalanya.
" Hari ini adalah hari ulang tahun Ibu, tapi hadiahku belum juga selesai. "
Arnold terdiam karena tersentak, ternyata dia lupa hari ulang tahun Shenina.
" Begitu ya? "
" Ayah, kemarin bibi Mona bilang, katanya bibi Mona akan menjadi Ibuku? Maksudnya aku akan memiliki dua Ibu? "
Arnold mengusap kembali kepala sang putri.
" Apa kau setuju? "
" Tidak! Aku tidak mau memiliki dua Ibu. Aku hanya mau Ibuku saja, tidak mau ibu yang lain. Ayah, bibi Mona itu jahat, dia tidak boleh menjadi Ibuku juga. "
Arnold menghela nafasnya.
" Asha, Ayah sudah bilang kan? Kalau Ibumu mengajari hal yang tidak baik, atau Ibumu mengatai orang lain buruk di hadapanmu, kau tidak boleh berpikir seperti itu juga. "
" Tapi, bibi Mona- "
" Sudahlah, teruskan saja menggambarnya, Ayah ingin mengambil air. " Arnold keluar dari kamar putrinya dan meninggalkan kesedihan di wajah sang putri.
" Ayah, padahal aku tidak berbohong. "
Kini Arnold berjalan cepat menuju kamar Shenina, tentu tujuannya untuk menasehati Shenina agar tidak mendoktrin putrinya dengan membuat image Mona buruk di mata putrinya lagi.
Berkali-kali Arnold mencoba membuka pintu, dan juga mengetuknya tapi masih saja tidak dibuka.
" Shen! Keluarlah, ada yang ingin aku bicarakan! "
" Apa? Kau ingin memberikan aurat cerai, dan memintaku menandatangani nya? Aku tidak mau, aku juga tidak akan mungkin menandatangani nya. Apakah sulit menerimaku sebagai istrimu? Kalaupun harus bercerai, aku tidak mau bercerai karena wanita jahat itu. " Ucap Shen lirih, matanya juga berlinang melihat tumpukan barang-barang yang selama ini membuatnya dianggap sebagai badut.
" Shenina! " Panggil lagi Arnold, tapi tentu saja tidak dibukakan pintu oleh Shen.
" Baik kalau kau tidak mau keluar aku akan bicara disini. Dengar, kau tidak boleh lagi menjelekkan Mona kepada Asha, atau kau akan tahu akibatnya. "
Shenina kini jadi semakin menangis mendengar ucapan Arnold. Padahal dia sama sekali tidak pernah menceritakan hal buruk tentang Mona kepada putrinya, melainkan putrinya sendirilah yang bisa merasakan hal itu.
" Ternyata, kepercayaan mu terhadap wanita itu tidak sebanding dengan putrimu sendiri. "
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Helen Nirawan
napa gk dibuang aj tuh laki , heran , dunia ini gk ada laki lg apa ?
2024-07-01
0
N Wage
lanjut...cukup menarik.
2024-04-28
0
Vina Dawolo
ikutin kata tmnnya sheinia
2024-04-05
0