" Asha, Ibumu pasti baik-baik saja, jadi Asha jangan sedih ya? " Ibu Lean mengusap lembut kepala sang cucu. Jujur, dia sendiri memiliki kekhawatiran yang mungkin melebihi Asha. Tapi demi Asha, dia harus menyembunyikan keinginan untuk menangis menumpahkan kesedihan yang ia rasakan sebagai seorang Ibu.
Asha sesegukan karena menahan tangisnya agar tak pecah. Iya, dia ingat sekali bahwa setiap kali dia menangis, Ibunya akan menjadi sangat khawatir. Tapi kembali lagi, Asha hanyalah anak-anak yang tidak bisa menyembunyikan bagaimana yang ia rasakan.
" Ibu, padahal aku sudah meniup kepala Ibu, dan yang lainya. Kenapa Ibu belum bangun? " Asha meletakkan wajahnya di atas punggung tangan Ibunya.
" Ibu, apa Ibu tidak ingin aku lagi? Ibu, kalau Ibu marah, Ibu bisa bangun dan mengatakannya. Aku janji akan menuruti semua yang Ibu katakan, tidak akan memakan permen atau apapun yang tidak diperbolehkan Ibu. "
Asha?
Buliran air mata kini menyusup melalui ujung mata Shen. Asha, nama itu adalah gambaran dari seorang bocah kecil yang ia lahir kan. Putri cantik berambut hitam, bermata bulat, bibir mungil, dan kulit putih menjadi satu Asha yang luar biasa indah. Shen mampu mendengar suara Asha, tapi entah mengapa dia enggan untuk membuka matanya yang memang terasa sangat berat.
" Ibu, aku tidak mau makan kalau bukan masakan Ibu. "
Asha?
" Ibu, Shen menangis. " Ucap sang Ayah seraya menyeka air mata Shen yang menetes melalui ujung matanya.
" Ibu? " Asha tersenyum saat tangan Ibunya bergerak. Asha meletakkan tangannya, dan benar saja Shen menggenggam jemari mungil itu. Ayah dan Ibu juga melihat tangan Shen menggenggam tangan putrinya.
" Shen, kau dengar apa yang kami katakan? Kenapa kau tidak membuka matamu, Shen? " Tanya Ibu Lean menahan tangis.
Di luar ruangan.
Digo dan yang lainya menatap dingin Arnold yang kini berdiri tak jauh dari mereka. Iya, dia cukup sadar dan bisa menerima kebencian yang di dapatkan. Meski hatinya juga sedih dengan semua yang terjadi, memang akan ada orang yang mengerti? Tidak! Dari awal pernikahan mereka adalah pernikahan bisnis yang terpaksa dijalani karena Arnold tidak memiliki pilihan lain. Dia pikir, dia bisa bercerai setelah satu tahun. Tapi baru juga menikah dia dan Shen didesak untuk memiliki anak secepatnya, jadilah Arnold terpaksa menyentuh Shen sampai dia hamil. Kejam? Iya! dia tahu dia kejam, tapi yang dia pikirkan adalah bagaimana caranya bisa hidup bersama tanpa rasa cinta? Setelah hadirnya Asha di dalam kehidupan mereka, Arnold mulai mencoba untuk bertahan demi anak walau tidak pernah menyentuh istrinya lagi. Hingga saat melihat Shen kembali di hari ulang tahunnya, dan berubah menjadi dingin, dia merasakan ada yang tidak beres dengan hatinya.
Shen, bangun dan kembalilah seperti semula. Aku janji akan melakukan apa yang kau inginkan, menjadi suami yang sesungguhnya, dan membesarkan Asha bersama-sama.
" Aku sudah bilang sebelumnya tidak akan mempertemukan mu dengan Shen kan? Kenapa kau ada disini? Apa kau tidak takut kekasihmu cemburu? " Digo mengeraskan rahangnya menahan kemarahan yang sejatinya sulit sekali untuk dia tahan. Untunglah, keberadaan mereka di rumah sakit cukup untuk menjadi alasan dia menahan diri.
Arnold terdiam karena memang tidak bisa menjawab. Kekasih? Apakah sudah separah itu perkiraan orang tentang dirinya?
" Pergilah, dan tolong jangan muncul lagi di hadapan Shen. "
Arnold menatap Digo dengan dahi mengeryit yang mengisyaratkan betapa dia tidak setuju dengan apa yang dikatakan Digo.
" Kami masih terikat dengan status suami istri, aku tahu kau marah, tapi tolong jangan memaksaku untuk itu. "
" Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Merasa bersalah? Kasihan? Atau kau sedih manusia badut itu tidak bisa melakukan atraksi lagi untukmu? "
" Digo! " Arnold meraih kerah kemeja Digo dengan tatapan marahnya.
" Kenapa? Malu karena menikah dengan badut? " Sindir Digo.
Badut? Iya! Dia bahkan seringkali menyamakan Shen dengan badut karena pakaian aneh yang selama ini sering digunakan Shen saat akan keluar rumah, atau menghadiri undangan pesta. Arnold melepaskan cengkeramannya, dan melampiaskan kekesalan ke tembok rumah sakit.
" Kakak, sudah hentikan! Ini rumah sakit, bukan ring tinju. " Ucap Teo.
Digo mengusap kemejanya, laku merapihkan dengan wajah sinis tertuju kepada Arnold. Sementara Arnold, pria itu terdiam dengan segala pikiran kacau hingga tidak perduli punggung tangannya yang berdarah. Memang seharusnya dia tidak perlu marah, tapi saat Shen disamakan dengan badut kenapa dia kesal? Padahal dia juga melakukannya kan?
Waktu terus berjalan, semua orang masih menunggu disana terkecuali Asha yang sudah dijemput Anya untuk di bawa pulang ke rumah. Awalnya Digo melarang dengan keras Asha dibawa kembali ke rumah itu, tapi karena orang tuanya mengatakan bahwa tidak perlu seperti itu, maka dia hanya bisa menuruti saja ucapan orang tuanya.
" Kalau ingin melihat Shen, kau bisa masuk. " Ujar Ayah sesaat melirik Arnold yang nampak kasihan.
" Ayah! " Protes Digo yang tentu saja tidak terima.
" Terimakasih. " Arnold bergegas masuk ke dalam meninggalkan Digo yang menatapnya tajam.
" Shen? " Sejenak dia terdiam membeku menatap Shen yang masih terbaring tak berdaya. Sungguh dia sangat marah dengan dirinya sendiri karena membuat wanita yang sudah dia sia-siakan menjadi seperti ini. Dengan langkah pelan dia berjalan mendekati brankar Shen, ditatapnya lagi wajah chuby Shen yang kini terdapat luka lecet, dan kepalanya terbungkus rapat oleh kain perban.
" Shen, kau pasti membenciku kan? Kalau begitu bangunlah, dan balas kan rasa sakit hatimu padaku. " Arnold sudah akan menyentuh wajah Shen dengan jemarinya, tapi tertahan karena dia merasa tidak pantas menyentuh Shen.
" Bencilah aku sebanyak yang kau mau, aku memang pantas mendapatkannya. Bangunlah, Shen. Bangun dan lihat bagaimana aku bahagia bersama wanita lain, dan kau harus membalas ku. " Arnold mengeraskan rahangnya bersamaan dengan kepalan tangan karena menahan gejolak hati. Sungguh bodoh caranya menyampaikan maksud hati yang sebenarnya. Benar, hatinya tengah ragu dan merasa tidak siap jika harus kehilangan Shen. Tapi kalau memohon untuk Shen bangun dan menjanjikan kebersamaan, bukankah itu seperti mempermainkan perasaan Shen? Sudah sejauh ini, maka yang pantas dia dapatkan adalah kebencian dari Shen.
" Shen, bangunlah kalau tidak ingin melihat Asha dekat dengan wanita lain dan memanggilnya Ibu. "
Tes....
Air mata kembali jatuh dari ujung mata Shen yang masih tertutup.
Shen, aku sungguh ingin kau bangun. Harus ku akui, tidak ada siapapun yang pantas menjadi Ibunya Asha selain kau.
Arnold mulai menjauhkan tubuhnya dengan langkah mundur menuju pintu. Dia masih ingin bersama Shen, tapi dia tahu orang yang ada diluar ruangan sama sekali tidak menyukai itu.
" Pulang, dan antarkan surat cerai yang baru besok pagi. "
Arnold terdiam mendengar ucapan Digo.
" Jangan mengasihani Shen kami, aku tahu sejauh apa hubunganmu dengan wanita itu, jadi berhentilah sok baik. "
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
ALNAZTRA ILMU
tinggalkan saja suami kontrak yg celup sana sini.. mustahil seorang lelaki beristeri tidak tahan main atas rnjg.
2025-01-31
0
N Wage
ayo bangun shen...ayo berubah .
2024-04-28
0
fitriani
suka nih sm keluarga shen bnr2 ngelindungi dy terutama kakaknya digo👍👍👍👍
2023-03-18
2