Cemburu

Setelah berhasil melepaskan diri dari kerumunan para pendukungnya, dibantu Revi, Mario, bahkan Hexa, Anggara, dan Dio, Gibran baru bisa bernafas lega.

Gibran kurang suka terlalu di elu elukan. Padahal basket adalah tim. Ngga mungkin dia maen sendiri dan memenangkan pertandingan. Teman teman di timnya termasuk.Revi dan Mario, kerap membantumya. Walaupun mereka ngga marah, Gibran merasa ngga enak hati. Kecuali renang, dia memang sendiri berjuang dan merasa wajar mendapatkan puja dan puji.

Gibran yang hanya berniat menyembunyikan diri di halaman belakang lab malah tertegun mellihat Aninda yang serius dengan hpnya. Cewe itu duduk sendirian menjauhi keramaian, dan membelakangi dirinya.

Pantasan saat Gibran mencarinya setelah tim mereka memastikan lolos dari babak penyisihan dan lanjut ke babak selanjutnya merasa kecewa, karena cewe cantik berambut sebahu itu sudah ngga ada di tempatnya menonton.

Senyumnya langsung terbit dan Gibran pun melangkahkan kakinya mendekati Aninda yang masih belum sadar dihampiri Gibran.

Lagi lagi Gibran tersenyum melihat keseriusan Aninda. Cewe itu sedang fokus membaca materi di hpnya. Bentar lagi dia bersama dua temannya akan maju di final cerdas cermat memperebutkan juara 1, 2, dan 3.

Melihat keseriusannya belajar, sangat wajar Aninda selalu mendapat juara umum baik 1, 2, mau pun 3 di SMP dulu.

"Hai, jangan belajar terus," sapa Gibran sambil duduk di samping Animda.

Aninda yang ngga menyangka akan ada orang di dekatnya, reflek menjatuhkan hpnya. Tapi dengan gesit Gibran menyambut hp yang jatuh itu dan memberikannya pada Aninda.

"Nih, hampir saja rusak."

Wajah Aninda merona, begitu juga Gibran. Dua pasang mata saling tatap penuh binar.

"Ma makasih," sahutnya gugup sambil menerima hpnya. Aninda berusaha menenangkan degupan jantungnya dan mengulaskan senyum tipis.

"Sama sama," sahut Gibran dengan mata terus menatap mata Aninda lekat.

"Selamat ya. Jump shoot kamu tadi bagus banget," puji Aninda terus terang dengan wajah cerah.

Gibran tersenyum sedikit lebar. Dia ngga bisa menyembunyikan perasaan senang di hatinya, mendapat pujian dari Aninda. Padahal kalo ada orang lain yang memujinya, rasanya biasa saja. Apalagi tadi, banyak banget yang memujinya.

"Makasih," balasnya lembut.membuat hati Aninda tergetar.

"Tadi kamu, kok, ngga ngampiri tim kita pas menang?" sambung Gibran bertanya dengan nada heran.

"Rame banget tadi, kan," tepis Aninda membuat Gibran menganggukkan kepalanya.

"Iya, rame banget. Aku sampai susah narik nafas," tukas Gibran kemudian meneguk air mineralnya.

Sebenarnya aku tadi kesal lihat kamu nerima handuk dari Kak Reva, jujur Aninda membatin.

"Setengah jam lagi kamu maju ya. Tenang, jangan tegang," ucao Gibran sambil menoleh dan tersenyum tipis pada Aninda.

"Ya." Aninda balas tersenyum. Aninda butuh tempat sunyi untuk mengembalikan mood nya yang sudah rusak sejak semalam.

Harusnya dia sudah terbiasa, tapi tetap saja sakit jika terus menerus menerima segala hujatan.

"Temenin aku ke ruang ganti, ya," ajak Gibran sambil menyimpan botol air mineralnya yang sudah habis dalam tasnya.

Tanpa ragu, Gibran menarik tangan Aninda tanpa menunggu persetujuan Aninda.

Keduanya melangkah dengan santai ke ruang ganti yang ngga jauh dari tempat mereka berada.

Aninda masih berdebar mendapatkan genggaman tangan Gibran dan berjalan menurutinya.

Dia membayangkan betapa senang dan hebohnya Risma jika tau hal ini. Kalo Dita dan Ratih pasti sedikit julid. Sedangkan Ratih pasti ngga akan banyak komentar. Tanpa sadar bibirnya tersenyum.

"Senyum.sama siapa?" tanya Gibran menggoda sambil menatapnya.

"Keingat teman SMP," kata Aninda jujur campur malu.

"Teman teman kamu ngga masuk SMA ini?" tanya Gibran baru sadar, kalo kini Aninda tidak diapit keempat teman SMPnya.

"Engga."

"Jadi anak hilang ya," ledek Gibran membuat Aninda tertawa pelan.

"Ya."

Ganti Gibran yang ikut tertawa. Dalam hati dia bersyukur, kelima temannya masih mengekorinya di SMA ini.

"Teman kita banyak juga, kan, di SMA ini," kata Gibran ngga lama kemudian.

Aninda hanya tersenyum.

Tapi ngga akrab, bantahnya dalam hati.

"Tapi sepupu kamu banyak juga di sini," tukas Gibran memancing.

Lagi lagi Aninda hanya menganggukkan kepalanya. Ngga berminat membahas sepupu sepupunya.

Gibran ngga bertanya lagi. Seolah maklum kalo topik itu ngga disukai Aninda.

"Ciiih, yang dibantuin, langsung merapat," ledek Revi ketika melihat Gibran dan Aninda yang berjalan mendekati ruang ganti.

Gibran hanya tertawa sedangkan Aninda berusaha tersenyum dan tetap tenang.

Revi, Mario dan Anggara baru saja keluar dari ruang ganti dengan rambut basah.

"Aku mandi bentar ya," kata Gibran sambil mengacak rambut Aninda membuat ketiga temannya terkekeh.

"Ih, apa sih," tukas Aninda dengan wajah memerah membuat Gibran terkekeh.

"Titip ya," kata Gibran sambil melangkah santai masuk ke ruang ganti.

"Sudah, Ninda, kamu aman sama kita," kekeh Mario ketika melihat kebingungan di wajah Aninda.

Aninda mencoba tersenyum ramah sambil mendudukkan dirinya di kursi yang ber jejer di depan ruang ganti.

Lalu untuk mengusir kecanggungannya, Aninda pun membuka hpnya lagi, mulai tenggelam dalam keseriusannya membaca materi di situ.

Mario, Revi, dan Anggara yang melihatnya hanya menggelengkan kepala.

Ngga nyangka, selera Gibran jauh berubah. Dari cewe model yang manja, menjadi cewe super pintar dan rada pendiam.

"Loh, Ninda," sapa Kak Debi kaget. Dia baru saja datang menemani sahabatnya Reva mencari Gibran di ruang ganti. Safa, Mauren dan Alicia juga ikut bersamanya. Tadi mereka sudah keliling aula dan kantin tapi ngga menemukan Gibran dan teman temannya.

"Eh, kak Debi." Aninda juga kaget dan sejujurnya dia takut kalo Kak Debi keceplosan ngomong dia di ruang ganti cowo dengan mamanya. Bisa dinistakan lagi.

"Gibran ada di sini?" tanya Reva peka. Hatinya agak kurang suka melihat keberadaan Aninda.

"Emm....." Mata Aninda menatap Mario yang berada ngga jauh darinya dan sedang menatapnya. Begitu juga Revi dan Anggara yang heran melihat kegugupan Aninda.

"Hai, apa Gibran ada?" sapa Reva lagi pada ketiga teman Gibran.

Ketigamya masih diam ngga menjawab.

"Ninda, sorry lama."

Mereka yang ada di situ sama menoleh pada Gibran yang keluar sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk.

Karena Aninda ngga menjawab dan suasana terasa hening, Gibran mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertumduk.

"Hai, Gibran," sapa Reva super ramah.

Gibran hanya tersenyum kaku.

Debi dan Safa saling melirik ke arah Aninda yang tampak ngga tenang.

"Aku duluan ya," pamit Aninda sambil berdiri. Dia ingin segera keluar dari zona ngga nyaman ini.

"Mau kemana, Ninda?" tanya Safa ingin tau. Dia merasa aneh melihat Aninda ada di antara Gibran dan teman temannya. Gibran pun terlihat akrab menegurnya. Padahal waktu itu, Aninda kelihatan sangat ngga tau apa pun tentang Gibran.

"Mau maju cerdas cermat, kak," jawab Aninda dengan wajah ngga tenang.

"Oiya, kelas kamu masuk final, ya," lanjut Debi senang.

"Selamat ya, Ninda. Semoga kelas kamu bisa juara satu," do'a Debi tulus.

"Aamiin," balas Safa dan Aninda serentak, kemudian keduanya tertawa spontan.

"Ya udah. Yok," ajak Gibran sambil melemparkan handuknya pada Revi yang dengan sigap menangkapnya sambil bersungut.

Rambut basah yang ngga rapi malah membuat Gibran semakkn tampan dan berkharisma.

Tanpa sungkan, Gibran pun menarik tangan Aninda yang terlihat enggan. Apalagi tatapan kak Reva terasa menusuk.

"Nanti kamu telat," ucap Gibran sedikit memaksa.

"Aku pergi dulu, kak," pamit Aninda pada kedua sepupunya sebelum melangkah pergi.

Revi, Mario dan Anggara juga mengikuti tanpa berkata sepatah kata pun.

"Sepupumu pacaran sama Gibran?" tanya Alicia ngga bisa menahan rasa penasarannya.

"Ngga tau," jawab Debi dan Safa serentak.

Keduanya masih bingung dengan apa yang barusan mereka lihat.

"Mereka dekat karena lomba. Lagian mereka sekelas," cicit Reva berusaha bijak.

Tapi ini terlalu dekat, batin Safa masih ngga percaya dengan penglihatannya. Gibran yang sombong dan dingin, tadi sangat ramah dengan sepupunya.

"Mau ke aula?" tanya Mauren yang dari tadi hanya diam saja.

"Ngapain?" balas Alicia bingung.

"Nonton cerdas cernat," balas Mauren sambil melirik Safa dan Aninda.

"Basket masih dua jam. Mending kita di kantin," ajak Reva sambil membalikkan tubuhnya dan beranjak pergi.

"Ngga nonton cerdas cermat? tanya Debi membuat langkah Reva terhenti.

"Nonton aja. Gue ke kantin," sahut Reva kemudian melangkah kembali dengan agak cepat.

"Oke, aku ikut kekantin," sambut Mauren yang akhirnya bersama yang lain mengikuti langkah Reva. Begitu juga Safa dan Debi.

"Ngga mungkin, kan, sepupu kamu pacaran dengan Gibran," protes Alicia ngga terima.

Ngga ada yang menjawab. Mereka sibuk demgan pikiran masing masing.

Terpopuler

Comments

MommyAtha

MommyAtha

suka ama karakter gibran...

2022-03-25

1

Yukity

Yukity

UPS...!

2022-03-25

1

Dewi Masitoh

Dewi Masitoh

😂😂😂😂

2022-03-23

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!